Jika kita kembali kepada proses awal pembentukan negara pada 18 Agustus 1945, yakni dengan meninjau penjelasan pasal 18 UUD’45, maka akan diperoleh kenyataan historis bahwa negara mengakui keberadaan desa, jauh sebelum negara berdiri. Negara tidak hanya mengakui, namun juga menghormati dan akan mengingati keberadaan desa ketika hendak membuat ketentuan yang terkait desa. Apa yang dapat dikatakan atas realitas sejarah tersebut?
Barangkali dapat dikatakan bahwa negara telah bersaksi atas keberadaan desa, sebagai suatu tata hidup yang punya asal-usulnya tersendiri. Dapat ditapsirkan bahwa negara mengakui desa, yang bukan hanya sebagai suatu wilayah tertentu, bukan pula suatu himpunan penduduk, melainkan komunitas yang telah membentuk hidup dan kehidupan dalam suatu tatanan. Dalam batas tertentu, desa tidak hanya memiliki tata pemerintahan, tetapi juga tata ekonomi, sosial-budaya dan bahkan pengetahuan.
Yang terakhir itulah yang hendak disebut di sini sebagai sistem pengetahuan lokal atau sistem pengetahuan desa (SPD). Jika boleh dirumuskan, maka sistem yang dimaksud adalah rangkaian nilai, praktik, keterampilan, dan tradisi yang dikembangkan secara turun-temurun oleh masyarakat desa dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sistem ini mencakup pemahaman tentang ekologi setempat, tata cara produksi pangan berkelanjutan, cara pengelolaan sumber daya alam, serta norma sosial yang menjaga harmoni komunitas.
Sistem pengetahuan desa tidak bersifat statis, tetapi terus berkembang melalui pengalaman, adaptasi, dan inovasi yang berakar pada konteks sosial dan ekologi setempat. Sistem pengetahuan ini menjadi fondasi utama bagi terselenggaranya desa cukup pangan karena menyediakan prinsip-prinsip dasar yang memastikan ketersediaan, aksesibilitas, dan keberlanjutan pangan.
Tentu suatu studi partisipatif dibutukan untuk mengakui dan pada gilirannya mengembangkan lebih jauh pengetahuan lokal tersebut. Suatu studi partisipatif yang dirancang dengan maksud untuk agar desa sendiri menyadari keberadaan pengetahuan yang dimilikinya dan pada gilirannya mengembangkan lebih jauh. Sebagai kajian awal, kita dapat merinci beberapa aspek yang dapat dikatakan sebagai wujud dari pengetahuan desa, antara lain:
- Pengetahuan atas realitas ekologis setempat. Sistem pengetahuan desa berakar pada pemahaman mendalam tentang kondisi ekologis setempat. Masyarakat desa, dalam hal ini petani, umumnya memahami pola iklim, karakteristik tanah, sumber air, hingga perilaku flora dan fauna di sekitarnya. Pengetahuan ini memungkinkan mereka mengembangkan strategi produksi pangan yang selaras dengan ritme alam. Misalnya, praktik rotasi tanaman, pemilihan bibit lokal yang tahan hama, dan pemanfaatan pupuk organik mencerminkan pemahaman yang kaya tentang ekosistem setempat.
- Teknik pertanian. Sistem pertanian berbasis pengetahuan lokal sering kali mengadopsi metode yang berkelanjutan secara ekologis. Contohnya adalah sistem tumpangsari yang mengombinasikan berbagai jenis tanaman dalam satu lahan untuk meminimalkan risiko gagal panen sekaligus menjaga kesuburan tanah. Teknik lain pertanian berteras di lahan miring juga mencerminkan pengetahuan lokal yang efektif dalam menyesuaikan diri dengan lanskap alam.
- Pengelolaan air. Sistem pengetahuan desa kerap mencakup teknik pemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan. Contohnya adalah sistem subak di Bali, yang tidak hanya mengatur irigasi sawah secara efisien, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme sosial yang menjamin keadilan distribusi air.
- Pengetahuan tentang Keanekaragaman Hayati. Masyarakat desa dapat dikatakan memiliki pengetahuan tentang tanaman liar, tumbuhan obat, dan sumber pangan alami yang tumbuh di lingkungan mereka. Pengetahuan ini berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan saat musim paceklik atau menghadapi perubahan iklim yang tidak menentu.
- Teknik Penyimpanan dan Pengolahan Pangan. Sistem pengetahuan desa mencakup praktik penyimpanan dan pengawetan pangan yang efektif tanpa bergantung pada teknologi di luar desa. Contohnya adalah teknik fermentasi, pengeringan, atau pengasapan yang dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan, sekaligus meningkatkan kandungan gizi dan cita rasa makanan.
- Sistem Sosial dan Nilai Kolektif. Sistem pengetahuan desa juga mencakup nilai-nilai sosial yang menopang ketersediaan pangan. Praktik seperti gotong royong, lumbung pangan, dan tradisi berbagi hasil panen menciptakan jaringan solidaritas yang memperkuat ketahanan pangan komunitas.
- Pengetahuan tentang Siklus Musim dan Kalender Agraria. Masyarakat desa kerap memiliki pengetahuan mendalam tentang siklus musim, posisi bintang, serta tanda-tanda alam yang menunjukkan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen. Sistem ini memungkinkan masyarakat desa menyesuaikan pola tanam dengan kondisi cuaca dan daya dukung tanah.
- Kearifan dalam Pengelolaan Risiko. Dalam sistem pengetahuan desa, terdapat strategi adaptasi yang dirancang untuk menghadapi situasi krisis, seperti kekeringan, banjir, atau serangan hama. Misalnya, praktik menanam tanaman pangan cadangan atau menyimpan hasil panen di lumbung desa adalah bentuk mitigasi risiko yang berakar pada pengetahuan lokal.
- Pola Konsumsi yang Berbasis Keseimbangan. Sistem pengetahuan desa mengajarkan bahwa konsumsi pangan tidak semata soal pemenuhan kebutuhan biologis, tetapi juga menyangkut harmoni sosial dan ekologis. Misalnya, tradisi makan bersama setelah panen bukan hanya mempererat solidaritas sosial, tetapi juga mengatur pola konsumsi yang tidak berlebihan.
Tentu saja tiap-tiap desa mengembangkan pengetahuan berbasis pada keadaan ekologis setempat dan dinamika masyarakat sendiri. Ketika keadaan ekologis tidak memungkinkan untuk mencapai tingkat produksi tertentu, maka besar kemungkinan berkembang cara-cara antisipatif, agar pada satu sisi kebutuhan teratasi dan di sisi lain, daya dukung lingkungan setempat tidak rusak. Jika pengetahuan desa yang berkembang dapat diinventarisasi dan didokumentasikan, tentu akan menjadi kekayaan bangsa yang tidak bernilai.
SPD dan Desa Cukup Pangan
Jika desa cukup pangan hendak diselenggarakan secara baik dan berkelanjutan, tentu membutuhkan pengetahuan desa yang lebih kaya, mengingat situasi dinamis. Desa cukup pangan bukan program top down yang dipaksakan. Bukan pula suatu proyek komersial. Melainkan suatu kesadaran. Desa cukup pangan adalah kesadaran yang tumbuh sebagai hasil dari refleksi atas situasi yang terus memburuk: perubahan iklim yang akan mengancam produksi pangan, baik lokal maupun global.
Dalam kesadaran itulah suatu upaya sistematis dan holistik sangat dibutuhkan. Termasuk diantaranya adalah memberikan pengakuan dan tempat pada pengetahuan lokal atau di sini disebut sebagai pengetahuan desa. Mengapa pengakuan dibutuhkan? Karena hanya dengan itu, penglihatan kita akan dapat lebih tajam menyaksikan bagaimana produksi pengetahuan berlangsung. Suatu pengetahuan yang tumbuh melalui praktek atau interaksi antara manusia dan alam. Dengan pengetahuan itulah produksi pangan dapat mencukupi kebutuhan dan berjalan secara berkelanjutan.
Oleh sebab itulah, kita mencoba memahami apa peran mendasar dari sistem pengetahuan desa dalam mencapai desa cukup pangan:
- Menjamin Keberlanjutan Ekologis: Praktik berbasis pengetahuan lokal cenderung lebih ramah lingkungan karena memperhitungkan daya dukung ekosistem setempat.
- Meningkatkan Kemandirian Pangan: Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, desa tidak terlalu bergantung pada pangan dari luar, sehingga lebih tangguh menghadapi krisis pangan.
- Memperkuat Solidaritas Sosial: Sistem pengetahuan desa yang menekankan kebersamaan yang pada waktunya akan mampu menciptakan jaringan sosial yang tangguh dalam menghadapi tantangan pangan.
- Melestarikan Identitas Budaya: Sistem pengetahuan ini menjaga tradisi kuliner lokal, praktik pertanian warisan leluhur, dan nilai-nilai spiritual yang memperkaya kehidupan komunitas.
Kendati peran di atas pada banyak kasus merupakan sesuatu yang nyata dan operasional, namun hal tersebut bukan jaminan bagi penerimaan yang lebih luas. Kontekstualitas dari pengetahuan lokal, membuatnya bersifat unik, sehingga tidak dipelajari dan terutama untuk diterapkan di tempat yang berbeda.
Oleh sebab itulah, kendati kaya akan kearifan ekologis, sistem pengetahuan desa masih belum mendapatkan tempat dalam kebijakan pangan modern yang cenderung berorientasi pada produksi massal dan industrialisasi pertanian. Globalisasi, urbanisasi, dan perubahan sosial turut mengancam keberlangsungan pengetahuan lokal ini. Namun, dalam konteks krisis ekologi global, sistem pengetahuan desa pada waktunya akan menjadi sumber inspirasi penting bagi pengembangan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan. Sistem pengetahuan desa merupakan sarana utama dalam penyelenggaraan desa cukup pangan. [Desanomia – 19.3.25 – TM]