sumber ilustrasi: freepik
Desanomia [7.4.2025] Para peneliti menggunakan model matematis baru untuk memberikan pandangan baru tentang transisi dari masyarakat pemburu-pengumpul ke masyarakat pertanian. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang hanya berfokus pada faktor eksternal seperti perubahan lingkungan, model ini menyoroti dinamika demografis internal dan pentingnya interaksi antar manusia dalam proses perubahan tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa migrasi kelompok, asimilasi budaya, dan tingkat mortalitas memainkan peran penting dalam peralihan ke pertanian.
Transisi dari berburu dan mengumpulkan makanan ke pertanian telah lama menjadi topik utama dalam studi sejarah manusia. Sebelumnya, pergeseran ini sering dikaitkan dengan faktor eksternal, seperti perubahan iklim atau kelangkaan sumber daya. Namun, menurut Alfredo Cortell-Nicolau, penulis utama penelitian ini yang juga berasal dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, dan University of Cambridge di Inggris, manusia bukan hanya peserta pasif dalam proses ini. Mereka berperan aktif dalam proses transisi ini, dengan dinamika populasi memainkan pengaruh langsung terhadap adopsi pertanian.
Untuk mempelajari transisi ini, para peneliti mengadaptasi model ekologi yang awalnya digunakan untuk mempelajari interaksi antara spesies pemangsa dan mangsa. Dalam hal ini, petani diibaratkan sebagai ‘pemangsa’ dan pemburu-pengumpul sebagai ‘mangsa’. Faktor-faktor seperti migrasi kelompok dan asimilasi budaya juga dimasukkan dalam model ini untuk memberikan gambaran yang lebih menyeluruh.
Peneliti menggunakan penanggalan radiokarbon sebagai dasar untuk model ini. Tanggal-tanggal radiokarbon yang berasal dari bahan organik berfungsi sebagai proxy demografi, yang menunjukkan ukuran populasi berdasarkan jumlah tanggal yang ditemukan. Menurut Enrico Crema, salah satu penulis bersama dari University of Cambridge, dengan menyesuaikan model mereka secara statistik terhadap dinamika populasi yang ada, mereka dapat lebih memahami bagaimana variabel-variabel tersebut berhubungan dengan catatan arkeologis yang ada.
Model ini kemudian diterapkan pada beberapa studi kasus, termasuk di wilayah Iberia timur (Spanyol), Pulau Kyushu (Jepang), dan Skandinavia (Denmark). Peneliti menemukan bahwa faktor-faktor seperti tingkat pertumbuhan populasi dan tingkat mortalitas, yang disebabkan oleh kompetisi antara pemburu-pengumpul dan petani, berperan penting dalam perkembangan pertanian di wilayah-wilayah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk memperluas alat yang digunakan dalam mempelajari masyarakat prasejarah. Salah satu penulis bersama, Javier Rivas dari University of Bath di Inggris, menyatakan bahwa model ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana berbagai faktor, termasuk mode ekspansi pertanian (terestrial atau maritim), memengaruhi dinamika demografis antara kelompok-kelompok yang berinteraksi. Model ini juga menyoroti pentingnya tingkat migrasi dan asimilasi sosial dalam proses adopsi pertanian.
Ke depan, para peneliti berharap untuk mengembangkan model ini lebih lanjut dengan memasukkan lebih banyak faktor kompleks, serta menerapkannya pada wilayah yang lebih luas. Tujuan mereka adalah menjadikan model ini sebagai alat standar dalam mempelajari interaksi demografis masa lalu, yang dapat memberikan wawasan tentang banyak periode transisi prasejarah selain transisi menuju pertanian.
Buah Pikiran
Penelitian ini membuka cara baru dalam memandang transisi besar dalam sejarah umat manusia, dari berburu-pengumpul ke pertanian. Dengan memperkenalkan model matematis yang tidak hanya mempertimbangkan faktor eksternal tetapi juga dinamika internal, seperti migrasi dan asimilasi budaya, penelitian ini memberikan perspektif yang lebih mendalam mengenai bagaimana masyarakat manusia berkembang. Keberhasilan model ini dalam mengungkapkan peran populasi dan interaksi sosial dalam proses perubahan sangat penting dalam studi sejarah peradaban manusia.
Namun, meski model ini menunjukkan potensi besar dalam menggali lebih dalam tentang peralihan sosial dan budaya, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa model ini dapat diterapkan pada konteks yang lebih luas dan lebih kompleks. Mengingat kompleksitas faktor-faktor yang terlibat dalam perubahan sosial dan budaya, penting untuk melihat model ini sebagai langkah awal yang dapat menginspirasi penelitian lebih lanjut dalam mempelajari peralihan besar dalam sejarah umat manusia. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/04/250402122839.htm