sumber ilustrasi: unsplash
17 Apr 2025 15.30 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [17.4.2025] Pasar saham Amerika Serikat mengalami hari perdagangan yang relatif tenang pada Selasa (waktu setempat), setelah beberapa pekan terakhir dilanda gejolak tajam akibat perang dagang antara AS dan Tiongkok. Indeks S&P 500 ditutup turun tipis 0,2%, Dow Jones Industrial Average melemah 155 poin atau 0,4%, dan Nasdaq Composite turun kurang dari 0,1%.
Pergerakan moderat ini menjadi jeda dari fluktuasi ekstrem yang sempat membuat Wall Street terguncang dalam hitungan jam. Pada hari sebelumnya, S&P 500 bahkan sempat berayun dari kenaikan 1,8% menjadi kerugian tipis sebelum kembali menguat, dipicu oleh pernyataan yang saling bertolak belakang dari Presiden Donald Trump terkait kebijakan tarif. Ketidakpastian ini telah memicu kekhawatiran luas akan potensi resesi global jika eskalasi perang dagang tidak dikendalikan.
Ketenangan juga tercermin di pasar obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi Treasury tenor 10 tahun turun menjadi 4,33% dari 4,38% pada perdagangan sebelumnya, setelah sempat menyentuh 4,48% di akhir pekan lalu. Penurunan imbal hasil ini mencerminkan kembalinya persepsi bahwa obligasi pemerintah AS tetap menjadi aset lindung nilai di tengah ketidakpastian.
Sementara itu, nilai tukar dolar AS juga menunjukkan pemulihan setelah merosot tajam pekan lalu. Dolar menguat terhadap euro dan franc Swiss, namun sedikit melemah terhadap pound Inggris. Stabilitas nilai tukar ini menunjukkan bahwa kekhawatiran akan menurunnya daya tarik dolar sebagai aset safe haven telah mereda, meski tensi dagang belum sepenuhnya mereda.
Di lantai bursa, kinerja perusahaan besar mencerminkan dinamika pasar yang bervariasi. Saham Albertsons anjlok 7,6% meskipun mencatatkan laba yang melebihi ekspektasi analis, karena proyeksi laba tahunannya mengecewakan. Saham DaVita juga terkoreksi 3% untuk hari kedua berturut-turut setelah mengumumkan serangan siber berupa ransomware yang mempengaruhi sebagian operasional perusahaan.
Namun demikian, sektor perbankan mencatatkan kinerja kuat. Bank of America mencatatkan kenaikan saham sebesar 3,6% setelah melaporkan laba kuartalan yang lebih tinggi dari ekspektasi. Saham Citigroup juga naik 1,8% karena hasil serupa. Kinerja ini didorong oleh divisi perdagangan saham yang mampu memanfaatkan volatilitas tinggi akibat perang tarif.
Palantir Technologies juga mencatatkan penguatan saham sebesar 6,2% untuk hari kedua berturut-turut setelah NATO mengumumkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan milik perusahaan tersebut dalam operasi komando sekutunya.
Sementara di pasar global, indeks saham mayoritas bergerak positif. DAX Jerman dan FTSE 100 Inggris masing-masing menguat 1,4%. Di Asia, sektor otomotif mendorong penguatan indeks Nikkei 225 Jepang sebesar 0,8% dan Kospi Korea Selatan sebesar 0,9%. Indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,2% setelah bergerak fluktuatif sepanjang hari, sementara Shanghai Composite hanya menguat tipis 0,1%.
Meskipun pergerakan pasar global menunjukkan optimisme, ketegangan perdagangan tetap menjadi faktor penentu utama. Pemerintah AS terus menaikkan tarif terhadap produk-produk asal Tiongkok dalam upaya menarik kembali industri manufaktur ke dalam negeri, sementara Tiongkok mencoba tampil sebagai mitra yang stabil di kawasan Asia Tenggara.
Buah Pikiran
Kondisi tenang di Wall Street dalam jangka pendek mencerminkan upaya pasar untuk mencari pijakan di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan global. Namun, ketiadaan arah yang jelas dari pemerintah AS, terutama dalam eskalasi perang tarif terhadap Tiongkok, masih menjadi ancaman laten yang bisa memicu gelombang volatilitas berikutnya. Stabilitas sesaat ini sebaiknya tidak dimaknai sebagai tanda pulihnya keyakinan investor secara menyeluruh, melainkan hanya sebagai jeda yang rapuh.
Dalam jangka menengah hingga panjang, dibutuhkan pendekatan kebijakan perdagangan yang lebih strategis dan komunikatif, agar pasar tidak terus diguncang oleh kebijakan yang berubah-ubah. Transparansi arah kebijakan dan konsistensi dalam komunikasi pemerintah akan sangat menentukan pemulihan sentimen pasar dan menjaga daya saing ekonomi nasional di tengah kompetisi global yang semakin ketat. (NJD)
Sumber: apnews