sumber ilustrasi: unsplash
20 Apr 2025 13.55 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [20.4.2025] Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan rencana peningkatan impor dari Amerika Serikat senilai hingga USD 19 miliar, sebagai bagian dari strategi untuk menanggapi tekanan perdagangan dari Washington terkait ancaman tarif ekspor. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa proposal ini mencakup peningkatan impor di sektor energi, pertanian, hingga barang modal. Dari total nilai tersebut, sekitar USD 10 miliar akan dialokasikan khusus untuk sektor energi, seperti gas alam cair dan produk turunan minyak bumi.
Langkah ini menyusul ancaman pengenaan tarif ekspor sebesar 32% terhadap sejumlah komoditas Indonesia, yang saat ini masih berada dalam masa penangguhan selama 90 hari. Dalam rangkaian kunjungannya ke Washington, delegasi Indonesia juga melakukan pertemuan dengan Perwakilan Dagang AS dan Menteri Perdagangan AS untuk membahas penyeimbangan neraca perdagangan yang selama ini surplus di pihak Indonesia. Pemerintah berharap, melalui peningkatan impor tersebut, Indonesia dapat menjaga akses pasar ekspornya ke AS sekaligus memperdalam kemitraan strategis di bidang perdagangan dan investasi.
Selain sektor energi, pemerintah Indonesia juga akan meningkatkan impor produk pertanian AS seperti gandum, kedelai, dan bungkil kedelai. Produk-produk ini selama ini sebagian besar masih didatangkan dari negara-negara seperti Australia, Ukraina, dan Kanada. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, Australia menguasai 40% pasar impor gandum Indonesia pada tahun 2024, diikuti Ukraina (26%) dan Kanada (16%). Sementara itu, AS hanya menyuplai kurang dari 4%. Di sisi lain, impor kedelai dari AS telah mencapai 89%, menjadikannya mitra dominan di sektor tersebut. Rencana pengalihan sumber pasokan ini dilakukan secara bertahap, dengan tetap mempertimbangkan harga, kualitas, dan kesiapan distribusi.
Pemerintah juga menyatakan akan mempermudah operasional perusahaan-perusahaan AS di Indonesia, termasuk melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif fiskal, serta dukungan pada perluasan investasi di sektor teknologi dan industri manufaktur. Selain itu, kerja sama di bidang mineral strategis seperti nikel, tembaga, dan bauksit juga menjadi agenda penting dalam pertemuan bilateral. Material tersebut penting dalam pengembangan baterai kendaraan listrik dan rantai pasok energi bersih, sejalan dengan upaya Indonesia menjadi pemain kunci dalam transisi energi global. Kedua negara sepakat untuk menyelesaikan negosiasi perdagangan dalam kurun waktu 60 hari, sebagai bentuk komitmen terhadap hubungan dagang yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Buah Pikiran
Keputusan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat merupakan langkah diplomatik yang strategis dan responsif dalam menghadapi tekanan tarif yang berpotensi mengganggu akses ekspor nasional. Usulan peningkatan impor tidak hanya menjadi instrumen untuk menjaga hubungan dagang, tetapi juga membuka peluang kerja sama yang lebih luas, khususnya di sektor energi dan mineral kritis yang sangat relevan dengan agenda pembangunan jangka panjang Indonesia. Dari perspektif makro, pendekatan ini mencerminkan kemampuan Indonesia untuk memainkan peran aktif dan adaptif dalam tatanan perdagangan global yang dinamis.
Meski demikian, langkah ini tetap menyimpan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi. Ketergantungan baru terhadap satu negara, terutama dalam sektor pangan dan energi, dapat menimbulkan risiko jika terjadi gejolak geopolitik atau gangguan rantai pasok. Selain itu, keputusan untuk mengurangi pesanan dari mitra dagang tradisional seperti Australia dan Ukraina dapat berpengaruh pada hubungan ekonomi jangka panjang yang selama ini relatif stabil dan menguntungkan. Indonesia harus berhati-hati agar kebijakan penyesuaian ini tidak menimbulkan ketidakseimbangan baru yang sulit dikendalikan di kemudian hari.
Oleh karenanya strategi ini harus dibarengi dengan penguatan fundamental ekonomi domestik dan diversifikasi mitra dagang. Pemerintah perlu melibatkan pelaku industri dalam negeri secara aktif, memastikan bahwa penyesuaian kebijakan impor tidak mengorbankan daya saing dan keberlanjutan sektor produksi nasional. Keterbukaan terhadap investasi asing harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat terhadap dampaknya terhadap industri lokal, tenaga kerja, dan kedaulatan ekonomi. Pada akhirnya, diplomasi ekonomi tidak hanya soal menghindari tarif, tetapi juga tentang membangun posisi tawar yang kokoh dan berkelanjutan dalam percaturan ekonomi dunia. (NJD)
Sumber: Reuters