sumber ilustrasi: pixabay
Oleh: Pandu Sagara
27 Apr 2025 12.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Hal tentang perkualiahan kini menjadi percakapan publik yang menarik dan sekaligus menggugah. Menarik karena tiba-tiba saja, kuliah menjadi sesuatu yang dipandang penting. Padahal bagi mereka yang sungguh-sungguh kuliah, mungkin akan punya kesaksian yang berbeda-beda. Mengapa dikatakan begitu? Karena dalam kenyataannya nilai hasil ujian, memperlihatkan hasil yang juga berbeda-beda. Jika nilai ujian dijadikan standar kesadaran akan kehadiran dalam peristiwa perkuliahan, maka akan berarti bahwa ada yang menganggap kuliah adalah segala-galanya dalam hidupnya, sedemikian rupa sehingga pada periode perkuliahan tidak ada kegiatan lain yang dilakukannya selain kuliah itu sendiri. Berapa persen yang kuliah dengan sikap yang demikian itu? Tentu tidak seratus persen. Dan tentu ada yang sebaliknya, atau setidaknya tidak demikian itu pandangannya tentang perkuliahan.
Mereka yang punya pengalaman sebagai mereka yang punya aktivitas lain, tentu akan punya pandangan lain, yakni bahwa perkuliahan bukan hanya peristiwa di bangku atau peristiwa dalam kelas (proses belajar-mengajar), melainkan keseluruhannya. Ada kelas, ada riset dan ada pengabdian masyarakat. Bahkan ada yang berpandangan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat jauh lebih penting, sehingga waktunya diperuntukkan untuk kegiatan di luar kegiatan per-kelas-an. Ada yang aktif mendampingi warga. Ada yang aktif melakukan protes atas kebijakan. Ada pula yang sibuk melakukan riset, baik dalam kerangka keilmuan ataupun dalam kerangka advokasi kebijakan. Pada intinya kuliah bukan semata-mata peristiwa di ruang belajar atau perpustakaan.
Bagaimana dengan mereka yang telah mengenal dunia kerja? Dimana perkualiahan hanya sambilan. Kuliah adalah cara menambah pengetahuan agar kerja menjadi lebih baik dan tidak hanya itu, sertifikat akademik akan berguna dalam melakukan mobilitas kerja. Bahkan, tidak sedikit ada yang akhirnya meninggalkan sekolah dan berkonsentrasi dengan dunia kerja. Para raksasa bisnis teknologi, dapat dijadikan contoh dalam kasus ini. Ada pula kasus dalam bisnis kuliner, bisnis bimbingan belajar dan lain-lain. Perkuliahan hanya hal kedua dihadapan hal pertama dan hal utama, yakni bekerja mendapatkan penghasilan yang cukup.
Mereka yang bisa bersaksi atas keadaan empat atau lima dasawarsa yang silam, mungkin akan bisa mengungkapkan dimensi lain, yang barangkali sangat tidak terduga. Yakni mereka yang berhasil secara akademik, biasanya akan biasa-biasa saja. Sebaliknya mereka yang dianggap biasa-biasa saja secara akademik, justru mempunyai posisi publik yang tidak biasa-biasa saja menurut pandangan publik. Singkat kisah, dunia perkuliahan merupakan dunia unik, yang tidak selalu dapat dipahami dengan kacamata tunggal, yakni bahwa perkualiahan dalam segala seginya adalah tentang kegiatan akademik.
Dan persis jika publik hendak mempersoalkan hal tentang akademi sendiri. Yakni apakah ruang perkuliahan merupakan ruang yang sepenuhnya kemungkinan pergulatan akademik, dimana segala kemungkinan bisa terjadi? Apakah pada ruang tersebut pencarian kebenaran berlangsung dengan kebebasan akademi yang murni atau tidak? Apakah telah ada dan selalu begitu, suatu cahaya terang kebenaran yang mencerminkan bekerjanya kebebasan akademi? Sementara itu, publik sayup-sayup mendengar grundelan akademi tentang jaring-jaring administrasi yang justru “menyerimpung” kinerja akademi dalam makna substansialnya. Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?
Dalam seluruh horison itulah kita seharusnya memandang percakapan tentang dunia perkuliahan. Tanpa refleksi yang mendasar sangat mungkin dunia perkuliahan hanya menjadi dunia eksklusif yang pada dirinya mendapatkan fasilitas publik, baik tempatnya yang selalu terhormat di hadapan publik kebanyakan, maupun privilege atas berbagai akses atas sumber-sumber kemakmuran yang umumnya lebih terbuka bagi dunia perkuliahan ketimbang di luar itu. Kabar tentang kemungkinan akses bagi dunia perkuliahan untuk mengelola pertambangan merupakan cerita lain dari antara rimba percakapan publik yang makin kompleks dan penuh dengan maksud. Kesemuanya itu pula yang memberi hak lebih kepada publik untuk berharap pada dunia perkuliahan.