Sumber ilustrasi: pixabay
11 Juni 2025 10.50 WIB – Akar
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Jika diandaikan bahwa pertumbuhan ekonomi, merupakan suatu fungsi yang dipengaruhi daya dukung lingkungan hidup, apa yang akan terjadi? Maksudnya, apakah pemikiran ini akan membawa pengaruh pada seluruh cara berpikir mengenai pertumbuhan dan termasuk cara merancang Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan? Mengapa pemikiran ini diajukan? Tentu tidak lain dari suatu kenyataan bahwa realitas ekologi, adalah satu, tidak tergantikan dan hanya itu. Apa yang dapat dikatakan sebagai wilayah, tempat dimana Pembangunan (ekonomi), adalah wilayah yang tetap, dan hanya itu. Wilayah tidak mengalami ekspansi, kecuali pada masa lalu, ada suatu ekspansi yang mengambil format kolonialisme. Kenyataan keterbatasan alam, seharusnya menjadi faktor yang dipertimbangkan secara lebih terus terang dan jujur.
Atas dasar itulah diajukan di sini suatu skenario dimana Pembangunan diletakkan dalam kenyataan ekologi, dan karena itu, pencapaian pertumbuhan ekonomi, dinyatakan akan berinteraksi dengan realitas ekologi itu sendiri. Dan jika, disusun sebagai fungsi yang saling terkait, maka mungkin dapat dibayangkan bahwa pertumbuhan ekonomi ada di sumbu vertikal dan daya dukung lingkungan di sumbu horizontal, maka hubungan keduanya, dapat digambarkan sebagai relasi dengan empat kemungkinan.
Kemungkinan Pertama
Pada kemungkinan pertama ini, dibayangkan bahwa antara daya dukung dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan seiring. Suatu scenario, di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi berlangsung bersamaan dengan terjaganya daya dukung lingkungan. Apakah scenario ini mungkin dicapai? Kondisi ini hanya dapat tercapai jika sistem ekonomi mampu beradaptasi dengan batas ekologis melalui inovasi teknologi, efisiensi sumber daya, dan kebijakan yang menginternalisasi nilai-nilai lingkungan.
Gagasan ekonomi hijau atau ekonomi sirkular dapat dikatakan sebagai suatu upaya untuk menjaga sinergi kedua faktor tersebut. Demikian juga dengan gagasan yang telah mulai menjadi kebijakan, yakni pertumbuhan berbasis rendah karbon, penggunaan energi terbarukan, pengurangan limbah, serta perlindungan terhadap ekosistem alam.
Dalam pendekatan ini, pertumbuhan bukan hanya diukur secara kuantitatif (PDB), melainkan secara kualitatif: kesejahteraan manusia, kesehatan ekosistem, dan keadilan sosial. Namun apakah gagasan ini sepenuh dapat terlaksana, atau sebenarnya gagasan ini, lebih sebagai upaya tetap menjadi pertumbuhan ekonomi, dan hanya mampu menurunkan derajat penurunan daya dukung lingkungan?
Kita mungkin dapat mengatakan bahwa untuk jangka waktu tertentu, model ini merupakan model yang mustahil dapat diwujudkan. Mengapa? Karena penurunan daya dukung lingkungan, merupakan keniscayaan, kecuali ada masa jeda, atau berhenti bertumbuh, untuk memberikan kesempatan pada lingkungan memulihkan dirinya. Namun jika hal tersebut yang terjadi, maka sama artinya dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Kemungkinan Kedua
Pada bagian ini, pertumbuhan ekonomi dicapai melalui sikap yang sama sekali tidak memperdulikan daya dukung lingkungan, atau daya dukung lingkungan mengalami penurunan kualitas, akibat eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan, tanpa mempertimbangkan batas daya dukung ekosistem. Jadi, kenaikan indikator ekonomi makro seperti PDB dibayar mahal dengan deforestasi, pencemaran, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim. Apakah keadaan ini adalah keadaan yang tidak terhindarkan? Atau keadaan yang niscaya terjadi?
Sayangnya, keadaan inilah yang sebenarnya kini sedang terselenggara. Atau, dalam batas-batas tertentu, kita mengatakan bahwa model pembangunan ini umumnya terjadi di negara berkembang atau kawasan yang mengandalkan sektor primer seperti pertambangan, perkebunan, atau eksploitasi energi fosil. Dalam jangka pendek, model Pembangunan ini jelas memberikan keuntungan ekonomi, karena mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja. Apa yang akan terjadi pada masa depan?
Kita tentu saja sangat khawatir dengan model ini. Mudah dibayangkan bahwa di masa yang akan datang, keadaan akan berbalik. Yakni, menurunnya produktivitas lahan, meningkatnya bencana ekologis, hingga konflik sosial akibat perebutan sumber daya. Artinya, ambisi mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pada akhirnya akan memanggil resiko yang berat yakni menurunnya daya dukung lingkungan, dalam kondisi yang tidak mungkin lagi dipulihkan, kecuali dengan jeda yang panjang.
Kemungkinan Ketiga
Bagian ini, adalah keadaan dimana pertumbuhan ekonomi turun dan daya dukung lingkungan turun. Mengapa demikian? Jika pertumbuhan ekonomi turun, artinya produktivitas menurun. Keadaan ini banyak faktornya. Bisa akibat penurunan konsumsi, investasi, belanja pemerintah atau netto dari ekspor. Atau sebenarnya, produksi berjalan baik, namun ada kebocoran di sana sini. Jika itu yang terjadi, artinya eksploitasi terjadi, namun tidak terjadi peningkatan produksi. Tentu kondisi ini merupakan anomali, tetapi sekaligus mengkhawatirkan.
Mengapa mengkhawatirkan? Karena dalam model ini, baik ekonomi maupun lingkungan mengalami kemunduran secara bersamaan. Penurunan produksi, peningkatan pengangguran, kelangkaan pangan dan energi, serta degradasi lingkungan yang luas menjadikan situasi ini sangat tidak stabil dan rentan terhadap konflik. Apakah kondisi yang demikian ini mungkin terjadi? Tentu ada kemungkinan terjadi, jika pengelolaan ekonomi tidak berjalan dengan baik. Dan sangat mungkin situasi yang demikian ini, akan dihindari secara serius, sebab akan mempercepat kepunahan.
Bagi kita, keadaan ini bisa saja merupakan pemburukan dari kondisi kedua, yakni ketika ekonomi tidak diurus dengan baik, sehingga kinerjanya memburuk, sementara ekstraksi terus berjalan dan membawa kerusakan yang mengakibatkan kemerosotan daya dukung lingkungan. Kemungkinan berlangsungnya model ini, semestinya menjadi undangan konkret untuk secara seksama mengkaitkan antara pertumbuhan dan kualitas daya dukung lingkungan. Ada batas yang tidak bisa dilanggar.
Kemungkinan Keempat
Bagian ini menggambarkan situasi ketika aktivitas ekonomi melemah (pertumbuhan menurun), namun lingkungan justru menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Hal ini bisa terjadi karena menurunnya tekanan terhadap alam: berkurangnya konsumsi energi, penurunan produksi industri, dan penyusutan mobilitas manusia. Contoh fenomenal adalah ketika pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi dan sekaligus penurunan emisi global dan pemulihan kualitas udara secara temporer.
Meskipun tampak sebagai “berkah tersembunyi,” kondisi ini tetap bukan solusi jangka panjang. Penurunan ekonomi yang berlarut akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Dari sudut lingkungan hidup tentu “ideal”, namun dari segi ekonomi, tentu sangat berbahaya. Namun, dalam kondisi tersebut sebenarnya terdapat horizon baru, yakni tentang kemungkinan “pemulihan” daya dukung lingkungan, tentu karena beberapa jeda yang terjadi. Soalnya, apakah kondisi ini dimungkinkan bagi perbaikan ekonomi, dengan tetap mempertahankan regenerasi lingkungan?
Kita melihat bahwa kondisi ini tidak dipandang sebagai ideal, terutama karena dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkannya. Secara alamiah akan dicari jalan agar ekonomi bergerak naik, dan mencapai pertumbuhan tertentu, dan hal ini akan berarti potensi penurunan daya dukung lingkungan. Apakah sedari awal dapat ditemukan model ekonomi yang tetap menjaga kualitas daya dukung lingkungan? Barangkali di sinilah tantangannya.
Akhirnya ….
Tentu saja empat kemungkinan tersebut merupakan gambar umum tentang kombinasi dua faktor utama, yakni pertumbuhan dan daya dukung lingkungan. Menemukan model yang paling ideal adalah tantangan masa depan. Namun tidak dapat diingkari adalah bahwa keadaan sekarang cenderung pada kemungkinan kedua, dan bahkan semua kemungkinan diduga pada akhirnya akan bergerak kepada kemungkinan kedua, kecuali model alternatif ditemukan. [Desanomia – 11.6.25 – TM]