Lima Faktor Kunci Membantu Panjangkan Umur dan Menjaga Kesehatan (Bagian 1)

Sumber ilustrasi: unsplash

18 Juni 2025 07.55 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [18.6.2025] Dalam beberapa dekade terakhir, sains telah memperluas cakupan pemahaman tentang determinan kesehatan. Kini terdapat penekanan terhadap peran signifikan dari aspek sosial, emosional, dan lingkungan dalam menjaga kualitas hidup hingga usia lanjut. Penelitian terbaru menyoroti lima faktor sosial dan psikologis yang semakin diakui sebagai penentu penting kesehatan dan umur panjang: koneksi sosial, perilaku prososial, spiritualitas, optimisme, dan lingkungan kerja. Kelima unsur ini terbukti memainkan peran sentral dalam meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, baik pada tingkat individu maupun komunitas.

Jeanne Calment, manusia tertua yang tercatat secara resmi dengan usia 122 tahun, mengaitkan umur panjangnya dengan minyak zaitun, segelas port setiap malam, humor, dan sikap tidak mudah stres. Sains memang mengafirmasi manfaat minyak zaitun, tapi kini juga mulai memberi bobot serius pada peran hubungan sosial dan pola pikir positif seperti yang dicontohkan Calment.

Pakar dari Harvard T.H. Chan School of Public Health pun menekankan bahwa faktor-faktor non-medis seperti keterhubungan sosial dan optimisme dapat memperkuat rasa memiliki dan menghasilkan kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan.

Koneksi sosial terbukti berperan besar dalam memperpanjang usia dan menjaga tubuh tetap sehat. Ketika seseorang mengalami keterasingan sosial, risiko penyakit seperti jantung, stroke, depresi, hingga demensia meningkat drastis. Bahkan, kesepian telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dini hingga 29%.

Situasi ini sudah dilihat sebagai krisis kesehatan global. Jepang dan Inggris bahkan telah menunjuk menteri khusus untuk mengatasi isolasi sosial. Di AS, setengah dari populasi dewasa mereka dilaporkan merasa kesepian. Jeremy Nobel dari Harvard Chan menyarankan sistem kesehatan untuk tidak hanya mengenali kesepian sebagai masalah serius, tetapi juga aktif mengarahkan pasien ke sumber daya sosial seperti klub, kelas seni, hingga kegiatan sukarela.

Melalui inisiatif Project UnLonely, Nobel menunjukkan bahwa seni dapat membantu seseorang merasa lebih terhubung dengan dirinya dan orang lain. Menurutnya, kesepian bukan tanda kelemahan, namun merupakan sinyal biologis seperti rasa haus yang seharusnya tidak menjadi sesuatu yang memalukan.

(sumber: pixabay)

Perilaku prososial, yakni tindakan membantu orang lain, ternyata tidak hanya menguntungkan penerimanya. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pelaku tindakan prososial juga mendapat manfaat kesehatan yang signifikan.

Dalam sebuah studi besar di Baltimore, lansia yang menjadi relawan di sekolah-sekolah mengalami peningkatan fungsi kognitif dan fisik. Selain itu, mereka yang sering menjadi relawan juga memiliki harapan hidup lebih panjang. Laura Kubzansky dari Harvard menjelaskan bahwa masyarakat yang prososial terbukti lebih tangguh, misalnya saat pandemi COVID-19, di mana mereka lebih cenderung mengikuti protokol kesehatan demi kebaikan bersama.

Kubzansky menekankan perlunya riset lebih lanjut dalam bidang ini. Jika prososialitas dapat ditumbuhkan secara sistemik, maka manfaatnya bukan hanya untuk individu, tapi juga bagi kesehatan masyarakat secara menyeluruh. (bersambung)

Sumber: Harvard T.H.Chan

Link: https://hsph.harvard.edu/news/the-importance-of-connections-ways-to-live-a-longer-healthier-life/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *