Aktivitas Pabrik China Anjlok, Tarif Trump Pemicunya?

sumber ilustrasi: pixabay

30 Apr 2025 15.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [30.4.2025] Aktivitas pabrik di China mencatat penurunan paling tajam dalam 16 bulan terakhir pada April, menurut data resmi yang dirilis Biro Statistik Nasional (NBS) hari Rabu. Indeks Manajer Pembelian (PMI) sektor manufaktur turun dari 50,5 pada Maret menjadi 49,0, jauh di bawah ambang batas pertumbuhan serta meleset dari proyeksi analis. Penurunan ini dikaitkan dengan pemberlakuan tarif impor baru oleh Presiden AS Donald Trump, yang dianggap mengakhiri tren pemulihan dua bulan terakhir.

Penurunan juga tercermin dalam PMI non-manufaktur, yang mencakup jasa dan konstruksi, yang turun menjadi 50,4 dari 50,8. Meskipun masih berada di atas batas kontraksi, tren pelemahan tetap terlihat. Ekonom Zichun Huang dari Capital Economics menyebut penurunan ini sebagai cerminan melemahnya permintaan eksternal dan menyatakan bahwa stimulus fiskal yang saat ini digencarkan pemerintah kemungkinan tidak cukup untuk menahan perlambatan ekonomi. Capital Economics memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun ini hanya akan mencapai 3,5 persen.

Pelemahan sektor manufaktur turut disebabkan oleh berakhirnya strategi “front-loading” atau percepatan ekspor sebelum tarif diberlakukan. Kini, banyak pabrikan menghadapi kesulitan dalam mencari pasar alternatif selain Amerika Serikat. Menurut Zhao Qinghe, analis dari NBS, perubahan drastis dalam lingkungan eksternal menjadi penyebab utama penurunan kinerja industri. Sementara itu, survei sektor swasta juga mencatat penurunan tajam dalam pesanan ekspor baru serta perlambatan produksi secara keseluruhan.

Dalam menghadapi tekanan tersebut, pemerintah China mempercepat peluncuran kebijakan stimulus fiskal dan moneter. Wakil kepala Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) menyatakan bahwa kebijakan tambahan akan diumumkan pada kuartal kedua tahun ini, seiring janji Politbiro untuk memberikan dukungan langsung kepada pelaku usaha dan tenaga kerja yang paling terdampak. Beijing juga tetap menolak opsi negosiasi tarif dengan Washington dan memilih menunggu langkah pertama dari AS.

Tarif impor AS sebesar 145% dikenakan secara selektif terhadap produk-produk unggulan China, dan diberlakukan di tengah kondisi domestik yang masih rapuh. Selain menghadapi tekanan eksternal, China juga berhadapan dengan deflasi akibat rendahnya pertumbuhan pendapatan masyarakat serta krisis berkepanjangan di sektor properti. Sejumlah lembaga keuangan global, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), Goldman Sachs, dan UBS, telah memangkas proyeksi pertumbuhan China hingga 2026, dan memperkirakan target resmi pertumbuhan 5% sulit tercapai.

Buah Pikiran

Penurunan aktivitas manufaktur China menunjukkan rapuhnya ketahanan ekonomi terhadap tekanan eksternal yang berulang, terutama ketika belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi dan krisis sektor properti. Ketergantungan berlebihan pada ekspor memperlihatkan bahwa struktur ekonomi China perlu segera dialihkan ke arah konsumsi domestik dan produktivitas berbasis teknologi tinggi untuk menciptakan pertumbuhan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Dalam konteks geopolitik, eskalasi tarif dari Amerika Serikat berpotensi menyeret kembali ekonomi global ke dalam ketidakpastian, memperkuat urgensi diplomasi perdagangan yang lebih konstruktif. China perlu menyeimbangkan respons jangka pendek berupa stimulus dengan reformasi jangka panjang, sambil memperluas pasar ekspor ke kawasan non-tradisional sebagai bentuk diversifikasi risiko. (NJD)

Sumber: Reuters

Link: https://www.reuters.com/markets/asia/chinas-factory-activity-falls-faster-than-expected-april-2025-04-30/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *