Apa Langkah Selanjutnya Setelah Gencatan Senjata Perang Dagang Trump dengan China?

Sumber ilustrasi: freepik

14 Mei 2025 14.55 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [14.5.2025] Kesepakatan sementara antara Presiden Donald Trump dan pemerintah China untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari memberi dunia sedikit ruang bernapas. Meski begitu, kekhawatiran tetap ada bahwa sebagian kerugian dari perang dagang ini mungkin sudah terlanjur terjadi dan dampaknya tak dapat sepenuhnya dipulihkan dalam waktu singkat.

Dalam pertemuan di Swiss akhir pekan lalu, pemerintahan Trump sepakat memangkas tarif atas impor dari China dari 145% menjadi 30%. Sebagai balasan, pemerintah China juga mengurangi tarif terhadap barang-barang Amerika Serikat dari 125% menjadi 10%. Kedua negara sepakat untuk melanjutkan negosiasi selama masa tenggang ini.

Presiden Trump menyebut penurunan eskalasi ini sebagai pencapaian penting dan menyatakan bahwa ia akan segera berbicara dengan Presiden China Xi Jinping untuk menjaga hubungan keuangan yang stabil antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa tarif saat ini masih lebih tinggi daripada saat Trump pertama kali menjabat.

Ketidakpastian arah kebijakan dagang AS telah membuat banyak pelaku usaha, investor, dan konsumen ragu untuk membuat keputusan strategis. Campuran antara ancaman dan tawaran damai dari Gedung Putih telah menciptakan iklim usaha yang sulit diprediksi.

Kebijakan tarif tinggi tampaknya akan tetap menjadi bagian dari pendekatan ekonomi Trump. Pemerintah AS tidak berniat kembali ke kebijakan dagang seperti sebelum 19 Januari 2025, sehari sebelum Trump dilantik kembali. Walaupun tarif dapat berubah-ubah, Presiden Trump dan timnya telah menegaskan bahwa sebagian besar impor akan dikenakan tarif minimum sebesar 10%.

Angka 10% ini menjadi dasar dalam beberapa perjanjian negosiasi, termasuk kesepakatan terbaru dengan Inggris. Dalam hal China, tarif 30% yang diberlakukan saat ini mencakup 20% terkait dugaan peran China dalam penyebaran fentanil, ditambah tarif dasar 10%.

Trump mengatakan bahwa masih banyak perjanjian dagang yang akan datang, tetapi tarif 10% akan selalu menjadi titik awal dan juga menegaskan bahwa beberapa sektor akan tetap dikenakan tarif tinggi, seperti otomotif, baja, aluminium, dan dalam waktu dekat, juga produk farmasi.  Presiden juga menyampaikan bahwa dirinya telah meminta kepada Ketua DPR Mike Johnson dan Pemimpin Mayoritas Senat John Thune untuk mempertimbangkan pendapatan dari tarif sebagai bagian dari rencana pembiayaan pemotongan pajak penghasilan yang sedang dirancang.

Taisu Zhang, profesor hukum dari Yale University yang meneliti sejarah hukum dan ekonomi perbandingan, menilai bahwa kekacauan dalam negosiasi sebelumnya memiliki nilai strategis. Menurutnya, kedua negara sedang menguji kekuatan masing-masing. AS ingin menekankan pentingnya pasar domestik mereka, sementara China berupaya menunjukkan ketahanan terhadap tekanan eksternal.

Zhang berpendapat bahwa hingga Februari lalu, kedua pihak mungkin masih memiliki anggapan yang tidak realistis mengenai kelemahan ekonomi maupun niat politik satu sama lain. Ia mengatakan bahwa AS terlalu percaya diri terhadap kekuatan tawarnya, sementara China terlalu yakin dapat bertahan dari tekanan ekonomi Amerika. Dalam konteks ini, kesepakatan 90 hari menjadi titik awal munculnya pemahaman yang lebih realistis, dengan tujuan yang mulai selaras: konsumsi domestik lebih besar di China dan pertumbuhan manufaktur di AS.

Pasar keuangan bereaksi positif terhadap kabar kesepakatan ini. Indeks saham S&P 500 naik 3,3% pada perdagangan Senin, menunjukkan bahwa pengurangan tarif dipandang sebagai langkah tepat oleh para investor. Kenaikan ini juga memperlihatkan kepekaan Trump terhadap dinamika pasar, terutama setelah pengumuman tarif pada 2 April lalu menyebabkan gejolak pasar dan lonjakan suku bunga obligasi pemerintah AS.

Sebagai respons terhadap tekanan pasar, Trump segera mengumumkan penangguhan tarif selama 90 hari, membuka kembali ruang negosiasi dengan negara lain selain China.

Namun, pengurangan tarif yang cepat juga menimbulkan kekhawatiran akan efek “bullwhip”. Tarif 145% sebelumnya telah menghambat pengiriman barang dari China ke AS, yang berisiko menyebabkan kelangkaan barang di toko-toko AS seperti yang terjadi saat pandemi COVID-19.

Kini, dengan tarif yang lebih rendah, terjadi lonjakan permintaan pengiriman dari Asia. Michael Starr dari Zencargo menyebut bahwa para pelaku usaha akan berupaya mengirim sebanyak mungkin barang dalam waktu 90 hari ini, bahkan jika kapal pengangkut tidak mampu segera kembali untuk siklus berikutnya. Dirinya mengatakan bahwa pengiriman untuk musim liburan kemungkinan besar akan dipercepat guna menghindari potensi tarif baru setelah masa tenggang berakhir.

Justin Wolfers, ekonom dari University of Michigan, menyatakan bahwa meski kesepakatan 90 hari memberikan sentimen positif jangka pendek, masih terlalu dini untuk merasa optimis secara keseluruhan dan menilai bahwa selama empat bulan terakhir, Trump menunjukkan kecenderungan mengambil kebijakan ekstrem, termasuk ancaman pajak 100% untuk film asing dan pernyataan soal aneksasi terhadap Kanada dan Greenland. Wolfers menegaskan bahwa jika melihat dinamika kebijakan dalam 120 hari terakhir, tetap ada alasan kuat untuk bersikap hati-hati dan skeptis terhadap arah kebijakan selanjutnya.

Meskipun kesepakatan ini memberi jeda, bisnis-bisnis di AS kemungkinan telah menyesuaikan diri dengan tarif 145% dan enggan mengubah strategi hingga ada kebijakan permanen. Meski pasar tenaga kerja masih cukup tangguh, tarif 30% tetap merupakan beban tambahan yang signifikan, baik bagi pelaku usaha maupun konsumen.

Kevin Rinz dari Washington Center for Equitable Growth mengatakan bahwa jika dirinya adalah pelaku usaha yang bergantung pada impor dari China, ketidakpastian tarif pasca-90 hari akan membuatnya ragu untuk bergerak. Ia juga menyatakan bahwa berdasarkan analisisnya, kondisi seperti ini bisa menyerupai resesi dalam beberapa tahun ke depan, karena penurunan dalam perekrutan tenaga kerja dan investasi usaha.

Buah Pikiran

Gencatan dagang selama 90 hari antara Amerika Serikat dan China memang menawarkan ketenangan sementara, namun belum menyelesaikan akar permasalahan. Pendekatan yang fluktuatif dan berbasis tekanan politik dalam kebijakan perdagangan justru menciptakan ketidakpastian yang merugikan stabilitas ekonomi global. Kepastian hukum, konsistensi kebijakan, dan diplomasi berbasis aturan semestinya menjadi landasan utama dalam membangun hubungan dagang internasional, bukan sekadar kalkulasi politik jangka pendek.

Selain itu, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi memerlukan kepastian yang memungkinkan pelaku usaha membuat keputusan jangka panjang. Jika kebijakan tarif berubah-ubah tanpa arah yang jelas, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pasar, tetapi juga oleh konsumen dan pekerja. Di tengah iklim ekonomi yang menantang, strategi dagang yang mengutamakan kepastian dan kerja sama akan jauh lebih produktif daripada pendekatan konfrontatif dan reaktif. (NJD)

Sumber: Apnews

Link: https://apnews.com/article/trump-tariffs-whats-next-2d597284774fddd6ad9fa4f60e783d34

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *