AS Isyaratkan Pelonggaran Perang Dagang

sumber ilustrasi: freepik

24 Apr 2025 16.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [24.4.2025] Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China menunjukkan tanda-tanda pelonggaran setelah Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa tarif tinggi yang diberlakukan saat ini tidak bisa bertahan dalam jangka panjang. Dalam pernyataannya kepada awak media, Bessent menegaskan bahwa baik Washington maupun Beijing menyadari bahwa kebijakan tarif setinggi 145% untuk produk China dan 125% untuk produk AS tidak berada dalam kepentingan jangka panjang kedua negara.

Pernyataan Bessent tersebut muncul seiring sinyal terbuka dari pemerintahan Presiden Donald Trump untuk meredakan perang dagang yang selama ini menimbulkan keresahan pasar dan kekhawatiran akan resesi global. Ia menambahkan bahwa level tarif saat ini pada dasarnya telah menciptakan kondisi mirip embargo, yang menghambat arus perdagangan dan investasi lintas negara.

Di pasar keuangan, reaksi langsung terlihat positif. Bursa saham AS mengalami reli, dipicu oleh harapan akan kemungkinan penurunan tarif dan kembalinya stabilitas dalam hubungan perdagangan dua ekonomi terbesar dunia. Indeks S&P 500 tercatat naik 1,67% dan ditutup pada 5.375,86 poin, kendati masih berada lebih dari 12% di bawah posisi puncaknya pada Februari lalu.

Sumber internal dari Gedung Putih mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan pemangkasan tarif secara signifikan terhadap impor asal China sebagai bagian dari upaya membuka ruang negosiasi. Meski demikian, tidak ada komitmen bahwa langkah tersebut akan diambil secara sepihak. Laporan dari Wall Street Journal menyebutkan kemungkinan angka penurunan hingga 50%, namun juru bicara Gedung Putih membantah telah ada keputusan resmi dan menyatakan bahwa pengumuman tarif tetap akan datang langsung dari Presiden Trump.

Sementara itu, Trump dalam komentarnya kepada pers menyampaikan bahwa pihaknya tetap berkomitmen terhadap pencapaian kesepakatan perdagangan yang adil dengan China, meskipun belum merinci langkah konkret yang akan diambil.

Kendati sinyal positif mulai tampak, dampak tarif yang telah diterapkan sebelumnya masih terasa. Perusahaan pelayaran asal Jerman, Hapag-Lloyd, mengungkapkan bahwa 30% pengiriman barangnya dari China ke AS telah dibatalkan akibat ketidakpastian perdagangan. Selain itu, pembicaraan terpisah antara kedua negara mengenai pengendalian penyebaran fentanyl sejauh ini belum menunjukkan kemajuan yang berarti.

Di sisi lain, kebijakan tarif Trump tidak hanya menyasar China. Presiden AS juga menerapkan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap semua impor, serta tambahan bea masuk untuk baja, aluminium, dan kendaraan bermotor. Beberapa negara sementara ini memperoleh penangguhan hingga batas waktu 9 Juli, namun kebijakan ini tetap memicu ketidakpastian global, terutama di sektor industri dan manufaktur.

Sektor otomotif menjadi sorotan lain dalam kebijakan tarif ini. Berdasarkan laporan Financial Times, Trump disebut berencana mengecualikan suku cadang mobil dari tarif atas produk China serta dari bea masuk baja dan aluminium. Ini dinilai sebagai langkah kompromi untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas terhadap rantai pasok industri otomotif AS.

Dari sisi kebijakan luar negeri, Uni Eropa turut merespons ketegangan tarif ini. Menteri Ekonomi Uni Eropa, Valdis Dombrovskis, memperingatkan bahwa blok tersebut akan memberlakukan tarif balasan jika tidak tercapai kesepakatan perdagangan sebelum batas waktu 9 Juli. Ia menambahkan bahwa sebagai upaya diplomatik, UE telah menawarkan peningkatan pembelian gas alam cair (LNG) dari AS dan penurunan tarif atas produk-produk tertentu.

Beberapa negara lain seperti Vietnam juga mulai bergerak untuk membuka dialog perdagangan. Menteri Perdagangan Vietnam dilaporkan telah mengadakan pembicaraan dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, untuk membahas dampak tarif terhadap ekonomi bilateral.

Sementara itu, tekanan hukum terhadap kebijakan tarif Trump juga meningkat. Sebanyak 12 negara bagian AS, termasuk New York, Arizona, dan Illinois, mengajukan gugatan ke Pengadilan Perdagangan Internasional, menuding bahwa tarif yang ditetapkan melalui International Emergency Economic Powers Act bertentangan dengan hukum. Gugatan ini mengikuti langkah serupa dari California, yang lebih dahulu mengajukan tuntutan hukum terhadap kebijakan tarif tersebut.

Lembaga internasional pun menyuarakan keprihatinannya. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa kebijakan tarif akan memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan beban utang. Data terbaru dari S&P Global menunjukkan bahwa aktivitas bisnis AS merosot ke level terendah dalam 16 bulan terakhir, sementara harga produk melonjak tajam.

Laporan Beige Book dari Federal Reserve menunjukkan bahwa meski aktivitas ekonomi tetap stabil dalam sebulan terakhir, ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan telah memperburuk prospek ekonomi di beberapa distrik. Penurunan jumlah wisatawan internasional serta pesimisme pelaku usaha menjadi indikator yang ditekankan dalam laporan tersebut.

Survei terbaru dari Reuters/Ipsos menunjukkan penurunan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi Presiden Trump. Hanya 37% responden yang menyatakan puas, turun dari 42% pada awal masa jabatannya.

Buah Pikiran

Situasi ini memperlihatkan bahwa pendekatan unilateral dan agresif dalam kebijakan perdagangan internasional memiliki dampak sistemik terhadap kestabilan ekonomi global. Ketergantungan negara-negara terhadap sistem rantai pasok yang saling terhubung membuat kebijakan proteksionis ekstrem justru memperlemah posisi daya saing nasional dan memicu respons negatif dari pasar.

Sehingga pelonggaran sikap yang ditunjukkan oleh pemerintahan Trump, melalui pernyataan Menteri Keuangan Bessent, dapat dilihat sebagai langkah awal menuju rasionalisasi kebijakan yang lebih berbasis dialog dan kolaborasi antarnegara. Kebijakan tarif perlu ditempatkan sebagai alat diplomasi ekonomi, bukan sebagai senjata tekanan sepihak yang merusak struktur perdagangan jangka panjang.

Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, diperlukan strategi yang memadukan perlindungan sektor domestik dengan keterlibatan aktif dalam perjanjian dagang multilateral. Kejelasan arah kebijakan dan konsistensi dalam implementasinya menjadi syarat mutlak untuk mengembalikan kepercayaan pelaku pasar dan mitra dagang global terhadap stabilitas ekonomi Amerika Serikat. (NJD)

Sumber: Reuters

Link: https://www.reuters.com/world/china/bessent-says-china-tariffs-are-not-sustainable-us-signals-willingness-de-2025-04-23/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *