Beralih dari Penyerap Karbon Menjadi Netral, Lahan Gambut Amazon Alami Perubahan Signifikan (Bagian 1)

Sumber ilustrasi: Freepik

24 Juli 2025 10.30 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [24.07.2025] Salah satu lahan gambut (jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk) yang terletak di Amazon Peru menunjukkan perubahan fungsi ekosistem yang mengejutkan. Kawasan yang biasanya bertindak sebagai penyerap karbon (carbon sink) kini berubah menjadi netral karbon. Penelitian yang dipublikasikan pada 30 Juni 2025 di jurnal Geophysical Research Letters ini mengungkapkan bahwa perubahan tersebut terjadi tanpa adanya gangguan langsung oleh manusia, seperti pengeringan lahan atau deforestasi.

Lahan gambut memainkan peran penting dalam siklus karbon global meskipun hanya mencakup sebagian kecil dari permukaan Bumi. Di Peru, luas lahan gambut sekitar 56.000 kilometer persegi, yang kurang dari 5% wilayah negara tersebut, tetapi menyimpan sekitar 5 gigaton karbon, setara dengan seluruh cadangan karbon vegetasi di permukaan darat Peru.

Secara global, gambut menyimpan lebih dari 550 gigaton karbon, menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), dua kali lebih banyak dari semua hutan di dunia. Artinya, ketika salah satu ekosistem gambut besar di Amazon mengalami pelemahan fungsi sebagai penyerap karbon, implikasinya dapat bersifat sistemik bagi iklim.

“Karena kondisi tanah yang tergenang dan miskin oksigen, dedaunan dan materi organik yang jatuh tidak terurai sepenuhnya”

Penelitian ini dipimpin oleh Jeffrey Wood, biometeorolog dari University of Missouri. Dirinya dan timnya mempelajari kawasan gambut rawa sawit (aguajales) di Cagar Alam Hutan Quistococha, Peru. Kawasan ini didominasi oleh palma moriche (Mauritia flexuosa), yang juga menjadi sumber pangan penting bagi fauna lokal seperti makaw, tapir, dan agouti.

Secara ekologis, sistem ini bekerja dengan menyerap CO₂ dari atmosfer melalui fotosintesis. Karena kondisi tanah yang tergenang dan miskin oksigen, dedaunan dan materi organik yang jatuh tidak terurai sepenuhnya, sehingga karbonnya terperangkap dan membentuk lapisan gambut yang stabil selama ribuan tahun.

Akan tetapi pada tahun 2022, para peneliti menemukan bahwa kawasan tersebut berhenti menyerap karbon secara bersih, dan malah menjadi netral. Artinya, jumlah karbon yang diserap seimbang dengan jumlah karbon yang dilepaskan. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2018–2019, ketika kawasan tersebut masih menjadi penyerap karbon aktif.

Yang menarik ada pada tidak ditemukannya tanda-tanda deforestasi, kekeringan ekstrem, atau gangguan langsung lainnya. Peneliti menyimpulkan bahwa kombinasi dua faktor iklim menjadi penyebab: (1) peningkatan intensitas sinar matahari akibat langit yang lebih cerah, dan (2) penurunan permukaan air yang menyebabkan bagian atas gambut terpapar lebih banyak oksigen.

Paparan sinar matahari yang tinggi ternyata menghambat fotosintesis. Tanaman hutan hujan tropis seperti palma moriche biasanya hidup di bawah tutupan awan tebal. Ketika cahaya matahari terlalu tinggi, mereka menutup stomata (pori-pori daun) untuk menghindari kehilangan air, namun ini juga menghentikan proses penyerapan CO₂. (bersambung)

Diolah dari artikel:
“A peatland in the Amazon stopped absorbing carbon. What does it mean?” oleh Chris Simms.

Link: https://www.livescience.com/planet-earth/climate-change/a-peatland-in-the-amazon-stopped-absorbing-carbon-what-does-it-mean

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *