Sumber ilustrasi: Freepik
25 Juli 2025 11.15 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Di sisi lain, permukaan gambut yang lebih kering memungkinkan bakteri pengurai untuk bekerja lebih aktif. Akibatnya, karbon yang sebelumnya tersimpan dalam gambut kini terlepas dalam bentuk CO₂ dan metana yang merupakan dua gas rumah kaca yang sangat berpengaruh terhadap pemanasan global.
Menurut Lydia Cole, ekolog konservasi dari University of St Andrews, lahan gambut secara alami mengalami fluktuasi dalam siklus tahunan antara menyerap dan melepaskan karbon. Namun secara rata-rata mereka tetap bertindak sebagai penyerap karbon bersih. Cole juga mencatat bahwa mikro-topografi, seperti cekungan dan gundukan kecil, memengaruhi dinamika ini secara lokal.
Meski demikian, yang membuat kasus ini mencolok adalah perubahan drastis dalam waktu singkat tanpa adanya faktor antropogenik (buatan manusia) yang terlihat langsung. Chris Evans, ahli biogeokimia dari UK Centre for Ecology & Hydrology, menyarankan agar tidak terburu-buru menarik kesimpulan dari data satu tahun. Menurutnya, fluktuasi fungsi karbon di lahan gambut bisa terjadi secara alami dari tahun ke tahun tergantung kondisi cuaca.
Akan tetapi potensi ancaman tetap ada. Perubahan iklim global, deforestasi regional, dan pembangunan permukiman yang mengubah pola cuaca lokal diyakini memiliki kontribusi terhadap perubahan fungsi ekosistem secara tidak langsung.

Perubahan status lahan gambut di Amazon dari penyerap karbon menjadi netral menjadi sinyal peringatan bahwa bahkan ekosistem yang tampak stabil pun sangat rentan terhadap perubahan iklim, baik yang berskala mikro maupun makro. Penurunan muka air tanah dan peningkatan intensitas cahaya matahari, meski bukan akibat langsung dari aktivitas manusia, telah cukup untuk mengganggu keseimbangan karbon dalam ekosistem gambut tropis seperti di Quistococha. Para ilmuwan belum dapat memastikan apakah kondisi ini akan berbalik, menetap, atau memburuk menjadi sumber emisi karbon aktif, tetapi ketidakpastian ini saja sudah cukup menjadi alasan kuat untuk bertindak.
Temuan ini menunjukkan rapuhnya sistem penyerap karbon alami yang menjadi salah satu penopang utama dalam menahan laju perubahan iklim. Meskipun perubahan yang teramati saat ini belum terbukti bersifat permanen, kejadian ini menegaskan perlunya perlindungan yang lebih ketat terhadap lahan gambut yang masih sehat, serta pemulihan yang cepat terhadap lahan yang telah rusak. Jika tidak direspons secara aktif dan berbasis ilmu pengetahuan maka fungsi-fungsi vital ekosistem gambut bisa hilang secara perlahan dan pada titik tertentu mungkin tidak akan bisa dikembalikan lagi.
Diolah dari artikel:
“A peatland in the Amazon stopped absorbing carbon. What does it mean?” oleh Chris Simms.