Sumber ilustrasi: Unsplash
27 Juli 2025 19.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [27.07.2025] Bumi tampaknya sedang mempercepat rotasinya. Hal ini mendorong para ilmuwan untuk mempertimbangkan langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam sejarah pengukuran waktu, yakni menambahkan detik kabisat negatif. Dua hari pada musim panas 2025, 9 dan 22 Juli yang tercatat lebih pendek dari biasanya dengan durasi masing-masing berkurang sekitar 1,3 dan 1,4 milidetik. Akan tetapu pada 5 Agustus mendatang, hari diprediksi akan lebih pendek lagi, dengan kehilangan sekitar 1,5 milidetik.
Fenomena ini bukanlah yang pertama. Sejak tahun 2020, para pengamat waktu global telah mencatat bahwa hari-hari di Bumi mulai sedikit menyusut. Menurut Dirk Piester, kepala Divisi Penyebaran Waktu di lembaga meteorologi nasional Jerman, rotasi harian kini lebih cepat dibandingkan lima dekade terakhir.
Meskipun perbedaan ini tidak terasa dalam kehidupan sehari-hari manusia, namun dampaknya sangat signifikan bagi sistem teknologi yang sangat tergantung pada presisi waktu, seperti sistem navigasi GPS, jaringan listrik, perbankan, dan komunikasi global.
Rotasi Bumi idealnya berlangsung sekitar 86.400 detik setiap hari, atau 24 jam. Akan tetapi kenyataannya durasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kompleks seperti posisi Bulan dan Matahari serta distribusi massa Bumi. Sebagai contoh pada 5 Agustus, posisi Bulan yang berada paling jauh dari ekuator Bumi menyebabkan tarikan gravitasinya mempercepat rotasi planet ini.
Dalam sejarah geologis, Bumi justru cenderung melambat. Pelambatan ini dipicu oleh gesekan pasang surut akibat Bulan yang perlahan menjauh dari Bumi. Namun, sejak 2020, tren menunjukkan bahwa rotasi justru mengalami percepatan ringan namun konsisten.
Dampak dari percepatan ini bisa diabaikan oleh tubuh manusia, tetapi tidak oleh teknologi modern. Sistem waktu global saat ini mengacu pada Coordinated Universal Time (UTC), yang dihitung dari lebih dari 400 jam atom di seluruh dunia. Jam-jam ini sangat presisi, mengukur waktu hingga dalam skala nanodetik.
Perbedaan kecil dalam durasi hari dapat menyebabkan desinkronisasi antara waktu astronomis (berdasarkan rotasi Bumi) dan UTC. Untuk menjembatani perbedaan ini, para ilmuwan sejak 1972 menerapkan detik kabisat, biasanya berupa penambahan satu detik penuh ke UTC.
Namun demikian, dengan rotasi Bumi yang kini mempercepat, pertanyaan baru muncul: Apakah kita perlu menghapus satu detik dari UTC?
Konsep detik kabisat negatif berarti mengurangi satu detik dari waktu UTC, jika waktu astronomis melampaui waktu atom. Meskipun belum pernah diterapkan, usulan ini menjadi perhatian serius karena tantangan teknis dan implikasi globalnya.
Menurut Judah Levine, fisikawan dari National Institute of Standards and Technology (NIST), sistem detik kabisat selama ini sudah menyimpan banyak masalah. Dirinya menyebut bahwa penerapan detik kabisat positif pun masih sering menimbulkan kesalahan meskipun telah digunakan selama 50 tahun. Levine menjelaskan bahwa detik kabisat negatif belum pernah diterapkan, dan belum ada perangkat lunak yang teruji untuk mengelolanya.
Darryl Veitch, profesor teknologi jaringan dari University of Technology, juga mengkhawatirkan efek sistemik dari langkah ini. Menurutnya, pengalaman masa lalu dengan detik kabisat positif menunjukkan bahwa kesalahan dapat terjadi di berbagai sistem penting, termasuk maskapai penerbangan yang bergantung pada akurasi waktu lintas negara.
Kekhawatiran ini tidak main-main. Karena itu, pada tahun 2022, sekelompok lembaga internasional sepakat untuk menghapus penggunaan detik kabisat sama sekali mulai tahun 2035.
Meskipun kemungkinan penerapan detik kabisat negatif pada tahun ini kecil, akan tetapi para ahli memperkirakan peluangnya sekitar 30% dalam satu dekade mendatang. Namu demikian hal ini masih bisa berubah tergantung pada berbagai variabel.
Salah satu faktor yang dapat memperlambat rotasi Bumi kembali adalah perubahan iklim. Mencairnya es di kutub, yang mengubah distribusi massa air di seluruh planet, berpotensi memperlambat putaran Bumi. Dalam jangka panjang, tren utama memang menunjukkan bahwa rotasi Bumi cenderung melambat, meskipun percepatan saat ini bisa berlangsung selama beberapa dekade.
Perubahan kecil dalam kecepatan rotasi Bumi membuka perdebatan penting tentang bagaimana manusia mengelola waktu dalam dunia yang semakin terhubung oleh sistem digital. Apa pun keputusan yang diambil, dampaknya akan mempengaruhi sistem teknologi global dan menantang pemahaman kita tentang waktu yang selama ini dianggap stabil.
Diolah dari artikel:
“Earth is starting to spin faster — and scientists are considering doing something unprecedented” oleh Pandora Dewan.