Desanomia [14.3.2025] Dalam ketegangan perang dagang yang terus berlanjut, China kini memanfaatkan senjata baru yang efektif namun berbiaya rendah: pangan.
Beijing secara resmi telah memberlakukan tarif sebesar 10% hingga 15% pada berbagai produk pertanian asal Amerika Serikat, termasuk biji-bijian, protein, dan hasil pertanian segar. Langkah ini menyoroti keberhasilan pemerintah China dalam meningkatkan swasembada pangan domestik sekaligus mencerminkan dampak perlambatan ekonomi terhadap permintaan.
Selain itu, China juga telah menghentikan impor kedelai dari tiga perusahaan besar AS serta semua pembelian kayu dari Amerika.
Pangan sebagai Instrumen Perang Dagang
Keputusan China untuk menargetkan sektor pangan dalam perang dagang ini bukanlah langkah yang diambil secara tiba-tiba. Sektor pertanian, khususnya hasil pertanian dari kawasan Midwest di Amerika Serikat, merupakan salah satu sektor yang paling rentan terhadap kebijakan tarif. Daerah tersebut dikenal sebagai basis politik kuat bagi Partai Republik, sehingga langkah ini dipandang sebagai strategi yang tidak hanya berdampak ekonomi tetapi juga memiliki dimensi politik.
China sebelumnya bergantung pada Amerika Serikat sebagai pemasok utama produk pertanian, terutama kedelai, yang digunakan sebagai bahan pakan ternak dan minyak nabati. Namun, setelah perang dagang yang berkepanjangan selama masa jabatan pertama Presiden Donald Trump, Beijing mulai mengurangi ketergantungannya pada pasokan pertanian dari AS dengan mencari sumber alternatif.
Langkah ini terbukti berhasil. China memperluas kemitraan dagangnya dengan negara-negara seperti Brasil, Argentina, dan Rusia untuk memenuhi kebutuhan kedelai dan produk pertanian lainnya. Selain itu, Beijing berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan pertanian domestik untuk meningkatkan swasembada pangan.
Peningkatan swasembada ini membuat China memiliki ruang gerak lebih luas untuk menekan AS dengan menerapkan tarif pada produk pertanian tanpa menghadapi risiko kekurangan pasokan yang besar.
Dampak bagi Amerika Serikat
Kebijakan tarif ini memberikan pukulan besar bagi para petani Amerika, khususnya di kawasan sabuk pertanian (farm belt) yang bergantung pada ekspor ke China. Petani kedelai AS, yang sebelumnya menikmati posisi dominan di pasar China, kini menghadapi persaingan yang semakin ketat dari eksportir di Amerika Selatan.
Selain itu, penurunan permintaan dari China menyebabkan harga komoditas pertanian AS menurun, memperburuk kondisi keuangan banyak petani. Hal ini semakin menambah tekanan pada ekonomi pedesaan yang sudah berjuang menghadapi tantangan seperti kenaikan biaya produksi dan cuaca ekstrem.
Mengurangi Ketergantungan pada Pangan AS
Upaya untuk memastikan pasokan pangan bagi 1,4 miliar penduduk China tetap menjadi prioritas utama kebijakan pemerintah. Meski China masih menjadi pasar ekspor utama bagi negara bagian di wilayah pertanian Amerika Serikat yang mayoritas berpihak pada Partai Republik, strategi Beijing untuk merombak rantai pasokan setelah perang dagang pada masa kepemimpinan pertama Donald Trump telah melemahkan posisi tawar Washington.
Sebagai langkah tambahan, China juga meningkatkan cadangan pangan nasionalnya, terutama biji-bijian dan bahan pokok strategis lainnya. Cadangan ini berfungsi sebagai penyangga untuk memastikan ketersediaan pangan yang stabil meskipun ketegangan perdagangan berlanjut.
Dampak Global
Langkah China memanfaatkan pangan sebagai instrumen tekanan ekonomi tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral dengan AS, tetapi juga berpengaruh terhadap pasar global.
Peningkatan permintaan China atas produk pertanian dari negara lain seperti Brasil, misalnya, telah mendorong ekspansi besar-besaran sektor pertanian di Amerika Selatan. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait deforestasi dan dampak lingkungan akibat pembukaan lahan pertanian baru.
Selain itu, kebijakan China tersebut turut memicu ketidakstabilan harga pangan di pasar internasional. Harga kedelai, jagung, dan produk pertanian lainnya menjadi lebih bergejolak karena perubahan mendadak dalam pola permintaan global. (NJD)
Sumber: Bloomberg
Link:
https://www.bloomberg.com/news/newsletters/2025-03-10/china-deploys-food-as-weapon-in-trade-war