sumber ilustrasi: unsplash
15 Apr 2025 16.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [15.4.2025] Mengetahui bagaimana makanan memengaruhi kadar gula darah seseorang selama ini merupakan tantangan besar. Respons glikemik tubuh terhadap makanan sangat bervariasi antar individu, tergantung pada faktor genetik, mikrobioma, hormon, dan lainnya. Akibatnya, pendekatan nutrisi personal selama ini harus melibatkan tes darah atau tinja yang mahal dan tidak nyaman. Namun, tim peneliti dari Stevens Institute of Technology, AS, menawarkan solusi baru yang revolusioner: model prediktif respons glikemik berbasis data minimal tanpa tes invasif.
Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Diabetes Science and Technology, peneliti yang dipimpin oleh Prof. Samantha Kleinberg menunjukkan bahwa hanya dengan mencatat jenis makanan yang dikonsumsi, mereka dapat memprediksi lonjakan gula darah dengan tingkat akurasi tinggi. Model ini tidak membutuhkan informasi mikrobioma atau uji laboratorium rumit, melainkan mengandalkan data makanan aktual serta beberapa informasi demografis dasar. Model ini dilatih dengan data dari hampir 500 orang penderita diabetes tipe 1 dan 2 dari AS dan Tiongkok, termasuk catatan makanan harian dan data dari continuous glucose monitor (CGM).
Berbeda dari pendekatan sebelumnya yang hanya fokus pada makronutrien seperti gram karbohidrat, penelitian ini menggunakan klasifikasi makanan yang lebih kompleks. Dengan bantuan ChatGPT dan basis data makanan yang sudah ada, setiap makanan diklasifikasikan tidak hanya berdasarkan kandungan nutrisinya, tetapi juga berdasarkan struktur makanan—seperti daging lebih mirip dengan daging lainnya dibandingkan dengan keju. Pendekatan ini memungkinkan algoritma membedakan efek gula darah antara makanan yang secara nutrisi mirip, namun berbeda secara fisik dan perilaku konsumsi.
Peneliti juga menemukan bahwa data siklus menstruasi dapat menjelaskan banyak variasi respons glikemik dalam diri individu yang sama. Ini menunjukkan peran penting hormon dalam respons metabolik tubuh. Dengan demikian, model ini bukan hanya mampu memprediksi respons terhadap makanan baru, tetapi juga bisa melacak perubahan pola respons seseorang dari waktu ke waktu berdasarkan siklus biologis mereka.
Lebih jauh, model ini membuka kemungkinan baru untuk pendekatan kesehatan masyarakat yang lebih murah dan luas. Tanpa perlu tes yang mahal, orang-orang dengan diabetes atau risiko penyakit metabolik dapat menerima rekomendasi nutrisi personal hanya dengan mencatat apa yang mereka makan. Ini dapat menjadi fondasi bagi sistem monitoring berbasis aplikasi yang mudah diakses, terutama di negara berkembang dengan keterbatasan akses medis.
Buah Pikiran
Model yang dikembangkan tim Kleinberg menawarkan solusi brilian atas tantangan utama dalam nutrisi personal: keterbatasan data dan intrusivitas pengujian. Dengan mengandalkan catatan konsumsi makanan yang sebenarnya, pendekatan ini tidak hanya lebih praktis, tetapi juga lebih manusiawi. Potensinya sangat besar untuk mendukung manajemen penyakit kronis seperti diabetes secara lebih efisien dan terjangkau, bahkan dalam skala populasi luas. Terlebih lagi, integrasi teknologi seperti AI menunjukkan bagaimana inovasi lintas disiplin dapat menciptakan terobosan medis yang inklusif.
Namun, keberhasilan implementasi model ini di dunia nyata sangat bergantung pada kualitas pencatatan makanan oleh pengguna. Masih dibutuhkan sistem yang intuitif dan edukatif agar pengguna dapat mencatat makanan mereka secara konsisten dan akurat. Selain itu, meski model ini mengurangi kebutuhan tes medis, tetap diperlukan integrasi dengan sistem kesehatan formal untuk validasi dan intervensi lanjutan. Jika tantangan ini diatasi, maka model ini bisa menjadi fondasi bagi era baru nutrisi personal yang murah, efektif, dan berbasis pengalaman hidup nyata. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/04/250410160702.htm