Catatan Awal.
Salah satu makna desa yang sangat penting adalah bahwa desa merupakan tanah air, atau tanah kelahiran. Pengertian ini menempatkan desa, tidak pertama-tanpa sebagai ruang satu dimensi, melainkan ruang hidup dan kehidupan itu sendiri. Secara demikian, pada kata desa sendiri terkandung makna sejarah, tidak hanya sejarah manusia, tetapi juga sejarah sosio-ekologis. Artinya, desa tidak bisa dilihat secara parsial, melainkan harus sebagai suatu kesatuan yang utuh dan hidup.
Desa Cukup Pangan (DCP)
Makna desa yang pada dirinya tersambung dengan realitas ekologis setempat, membuat segala upaya diatasnya tidaklah mungkin mengabaikan kenyataan tersebut. Artinya, segala upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup komunitas desa, harus senantiasa menyadari dasar keberadaannya. Kendati desa punya keajaiban tersendiri, yakni di desa terdapat tiga kekuatan utama dalam produksi pangan, yakni tenaga kerja, tanah dan air, namun hal itu bukan alasan untuk membenarkan tindakan yang melampaui daya dukung lingkungan setempat. Pada titik inilah konsep cukup dilekatkan atau menjadi haluan.
Dengan konsepsi tersebut, desa dengan kecukupan pangan atau desa cukup pangan akan dipahami sebagai kondisi di mana komunitas mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara berkelanjutan melalui praktik produksi dan konsumsi yang selaras dengan daya dukung ekosistem setempat. Desa cukup pangan bukan sekadar tentang ketersediaan pangan yang mencukupi secara kuantitatif, tetapi juga mencakup kesadaran ekologis yang menempatkan manusia sebagai bagian dari jaringan kehidupan yang lebih luas. Dalam konsep ini, keberlanjutan menjadi elemen kunci yang menjamin bahwa pemenuhan kebutuhan pangan tidak merusak lingkungan atau mengorbankan keseimbangan sosial.
Satu: Sebagaimana disebutkan di atas, Desa, pada hakikatnya, bukan hanya entitas geografis, tetapi juga ruang hidup yang merepresentasikan hubungan erat antara manusia, tanah, dan tradisi. Desa cukup pangan menuntut pemahaman bahwa produksi dan konsumsi pangan tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial dan ekosistem yang menopang kehidupan di dalamnya. Oleh karena itu, desa cukup pangan berakar pada prinsip bahwa kelangsungan hidup manusia hanya dapat dijamin jika ia hidup selaras dengan lingkungannya.
Dua: Produksi pangan yang berkelanjutan menuntut praktik pertanian, perikanan, dan peternakan yang menjaga keseimbangan ekologis. Hal ini meliputi metode bertani yang tidak merusak kesuburan tanah, pemanfaatan air secara bijak, serta penghindaran praktik-praktik yang dapat mengancam biodiversitas. Dalam konteks ini, pengetahuan desa (pengetahuan lokal) memiliki peran krusial, karena desa sesungguhnya telah mengembangkan teknik produksi yang beradaptasi dengan kondisi ekosistem setempat.
Tiga: Desa cukup pangan menuntut konsumsi yang tidak berlebihan dan tidak boros. Pola makan yang berlebihan atau berbasis pada eksploitasi sumber daya secara tidak terkendali berisiko merusak keseimbangan ekosistem. Konsumsi berkelanjutan berarti mengatur kebutuhan pangan secara proporsional, memperhatikan pola tanam setempat, serta memanfaatkan hasil bumi tanpa melampaui daya dukung alam. Tentu ini merupakan tantangan tersendiri di tengah prinsip “terus lebih” menguasai pola konsumsi.
Empat: Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa konsepsi ini berpijak pada kesadaran bahwa manusia tidak berada di luar ekosistem, melainkan menjadi bagian yang saling terkait dengan elemen-elemen ekologis lainnya. Kesadaran ini menuntut manusia untuk memahami bahwa setiap tindakan produksi dan konsumsi memiliki dampak terhadap lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lima: Dalam konteks etika lingkungan, desa cukup pangan mencerminkan prinsip keutuhan ekologis. Pandangan ini menekankan bahwa seluruh makhluk hidup memiliki nilai intrinsik, sehingga praktik produksi dan konsumsi pangan harus menghormati keberadaan makhluk lain serta menjaga keseimbangan ekosistem secara menyeluruh.
Enam: Lebih dari itu konsepsi ini juga berhubungan erat dengan keadilan sosial. Desa cukup pangan tidak hanya berfokus pada ketersediaan pangan, tetapi juga pada distribusi yang adil. Dalam masyarakat yang berkeadilan pangan, setiap individu berhak mendapatkan akses terhadap pangan yang layak tanpa diskriminasi sosial atau ekonomi.
Tujuh: Praktik pangan berkelanjutan ditopang oleh sistem pengetahuan desa (SPD) yang berakar lama dan telah diwariskan turun-temurun. Memang SPD kurang mengenal pencatatan rinci sebagaimana tradisi keilmuan mainstream sehingga bisa dipelajari lebih teks. SPD melalui lisan, simbol dan berbagai bentuk lainnya. Contoh adalah pengetahuan tentang musim tanam, rotasi tanaman, atau teknik pengolahan pangan yang minim limbah merupakan contoh bagaimana nilai-nilai desa mendukung keberlanjutan ekologis. Desa cukup pangan yang berakar pada SPD tentu akan lebih tangguh menghadapi krisis pangan global.
Delapan: Desa cukup pangan tidak mengandalkan satu jenis sumber pangan saja. Diversifikasi tanaman dan ternak menciptakan ekosistem yang lebih stabil dan meminimalkan risiko kegagalan panen. Dengan menanam berbagai jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi ekologis setempat, desa dapat menciptakan sistem pangan yang lebih resilien.
Sembilan: Pertanian (baca: agromaritim) yang berbasis ekologi menolak praktik-praktik pertanian industri yang merusak ekosistem, seperti penggunaan pestisida berlebih-lebihkan, bahan kimia sintetis, atau monokultur skala besar. Sebaliknya, pertanian berbasis ekologi menekankan pemanfaatan sumber daya lokal, daur ulang limbah organik, dan pemeliharaan keanekaragaman hayati sebagai kunci keberlanjutan.
Sepuluh: Desa cukup pangan menciptakan relasi yang harmonis antara manusia dan lingkungan. Praktik bertani, memanen hasil sawah ladang, hutan, atau mengelola sumber daya alam didasarkan pada pemahaman bahwa alam bukan sekadar sumber daya yang dieksploitasi, tetapi merupakan bagian dari kehidupan yang harus dijaga.
Sebelas: Desa cukup pangan juga mengandung dimensi transenden yang kuat. Sebagaimana diketahui bahwa pada banyak komunitas tradisi memperlakukan bumi, air, dan tanaman sebagai entitas yang memiliki nilai transenden. Pola pikir ini menumbuhkan sikap hormat dan tanggung jawab dalam mengelola sumber daya alam. Artinya, ada tanggung jawab yang tidak mudah dikalahkan oleh rasa ingin untuk lebih dan terus lebih.
Duabelas: Segala peralatan dan teknik yanb mendukung proses produksi pada dasarnya dipandu oleh kesadaran bahwa seluruh perlengkapan tersebut harus berorientasi pada kelestarian lingkungan. Alih-alih mengandalkan mekanisasi besar yang berpotensi merusak ekosistem, desa cukup pangan memanfaatkan teknologi yang mendukung praktik berkelanjutan, seperti sistem irigasi hemat air, energi terbarukan, dan metode pengolahan limbah organik.
Tiga belas: Desa cukup pangan menuntut adanya pendidikan yang menanamkan kesadaran ekologis sejak dini. Pendidikan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berbasis praktik langsung yang melibatkan seluruh anggota komunitas dalam memahami keterkaitan antara produksi pangan, ekosistem, dan keseimbangan sosial. Tentu saja agenda ini menuntut pembaruan pendidikan. Generasi baru harus memiliki kemampuan untuk menetap dan menjadikan desa sebagai masa depannya.
Empat belas: Dalam kerangka negara bangsa, desa cukup pangan merupakan elemen kunci dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Namun dalam desa cukup pangan, watak inklusif tetaplah menjadi garis depan. Yang ditekankan adalah komunitas memiliki hak untuk mengatur sistem pangan mereka sendiri, tanpa tekanan dari kepentingan global yang sering kali mengabaikan keberlanjutan ekologis dan keadilan sosial.
Lima belas: Desa cukup pangan bukan hanya sebuah konsep teknis tentang bagaimana menghasilkan dan mengonsumsi pangan. Ia adalah sebuah kesadaran tentang bagaimana manusia menempatkan dirinya dalam keterhubungan dengan alam dan sesama. Desa cukup pangan merupakan jalan utama untuk mencapai hidup dengan sikap menghargai, mengendalikan hasrat berlebihan, dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan daya dukung bumi.
Dengan kesemuanya itu, hendak ditegaskan di sini bahwa desa cukup pangan bukan sekadar tujuan ekonomi atau sosial, tetapi sebuah kesadaran hidup yang berlandaskan pada kesadaran ekologis, keadilan sosial, dan rasa tanggung jawab terhadap kehidupan di masa kini dan masa depan. [Desanomia – 18.3.25 – TM]
One thought on “Desa Cukup Pangan”