Dilema Negara-negara di Tengah Perang Dagang AS-China

sumber ilustrasi: freepik

29 Apr 2025 09.55 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [29.4.2025] Persaingan dagang yang kian menajam antara Amerika Serikat dan China mulai memaksa negara-negara di seluruh dunia untuk mengambil sikap. Ketika Presiden Swiss melakukan kunjungan ke Washington guna menekan ancaman tarif tinggi dari Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Swiss justru terbang ke Beijing, memperlihatkan kecenderungan diplomatik dua arah yang kini lazim terjadi. Perang dagang ini bukan hanya memperlihatkan ketegangan ekonomi, tetapi juga menguji kesetiaan aliansi global yang telah dibentuk selama beberapa decade.

Sikap konfrontatif Trump dalam kebijakan perdagangannya telah menggeser pendekatan tradisional AS yang sebelumnya mendorong solidaritas global untuk membendung pengaruh China. Kini, pendekatan unilateral tersebut justru membuka peluang bagi Beijing untuk memperluas jangkauannya. Dengan memosisikan diri sebagai mitra dagang yang lebih stabil dan dapat diprediksi, China menjangkau negara-negara di Eropa, Asia Tenggara, dan bahkan Afrika.

Presiden Trump sendiri mengatakan bahwa negara-negara kini berebut untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dagangnya atau menghadapi tarif tinggi. Sebaliknya, Beijing menyodorkan alternatif dengan retorika stabilitas dan kerja sama. Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, dalam pidatonya pada 16 April, menyatakan bahwa meskipun kedua negara besar ini mengklaim tidak memaksa negara lain memilih, kenyataannya mereka memang tengah berlomba menarik negara-negara ke dalam pengaruh mereka.

Trump telah menangguhkan sementara tarif tinggi untuk sebagian negara mitra selama 90 hari guna meredakan ketegangan pasar. Namun terhadap China, ia justru menggencarkan tekanannya dengan menaikkan tarif hingga 145%. Pemerintah China langsung merespons keras dengan janji akan “berjuang hingga akhir.”

Dampaknya telah terlihat jelas. Data Port Optimizer menunjukkan penurunan hampir 36% pada volume kontainer yang masuk ke Pelabuhan Los Angeles dalam dua pekan terakhir. Perusahaan-perusahaan di AS pun mulai mengeluhkan harga barang yang meroket dan kemungkinan kelangkaan pasokan menjelang musim belanja utama. Meski para pejabat menyebut bahwa Trump bisa saja menurunkan tarif sewaktu-waktu, hingga kini belum ada indikasi bahwa langkah tersebut akan diambil.

Trump menyatakan bahwa AS kini telah sepenuhnya menghentikan perdagangan dengan China, menyebut bahwa pihak China sedang “berusaha keras” untuk menjalin kesepakatan kembali. Namun, baik Trump maupun Presiden Xi Jinping belum menunjukkan kesiapan untuk memulai dialog, bahkan belum menyepakati apakah pembicaraan resmi tengah berlangsung.

Disaat AS terus menekan, China memperluas jangkauan diplomasi ekonominya. Dalam kunjungan luar negeri pertama tahun ini, Presiden Xi mengunjungi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, semuanya negara yang tengah menghadapi tarif tinggi dari AS, masing-masing sebesar 46%, 24%, dan 49%.

Dalam ketiga kunjungan tersebut, China mencapai kesepakatan strategis untuk memperkuat kerja sama rantai pasokan dan industri. Di Vietnam, Beijing dan Hanoi sepakat mempererat koordinasi ekonomi. Di Malaysia dan Kamboja, China mengamankan komitmen serupa untuk memperluas hubungan perdagangan. Bahkan Jepang, meskipun memiliki sejarah rivalitas panjang dengan China, mendapat pendekatan diplomatik langsung dari Beijing.

Menurut laporan media Korea Selatan, Beijing meminta perusahaan-perusahaan Korsel agar tidak mengekspor barang yang mengandung mineral langka dari China ke perusahaan pertahanan AS. Jika permintaan ini diabaikan, sanksi diperkirakan akan diberlakukan. Peringatan resmi dari pemerintah China menyatakan bahwa tidak ada negara yang boleh membuat kesepakatan dagang dengan AS yang merugikan China. Jika hal tersebut terjadi, China menyatakan akan bertindak secara tegas dan “resiprokal.” Hal ini menunjukkan bahwa China siap mengambil tindakan keras demi mempertahankan posisinya. Menurut Hal Brands dari American Enterprise Institute, Beijing kemungkinan besar akan memanfaatkan gaya kepemimpinan Trump yang agresif untuk memperkuat pengaruhnya di antara sekutu AS dan negara-negara di Selatan Global.

Beberapa akademisi melihat bahwa posisi China di mata dunia justru semakin menguat. Profesor Li Cheng dari Universitas Hong Kong menyatakan bahwa kepercayaan terhadap AS, khususnya terhadap Trump, telah menurun, sementara China dinilai lebih dapat diandalkan. Survei Ipsos terbaru mencatat bahwa untuk pertama kalinya, lebih banyak responden global melihat China sebagai kekuatan positif dibandingkan AS. Hasil ini disebut sebagai respons terhadap kebijakan tarif Trump yang kontroversial.

Dengan China sebagai eksportir terbesar dunia dan AS sebagai importir terbesar, banyak negara mengalami tekanan untuk tidak memilih secara sepihak. Total perdagangan China tahun 2024 mencapai rekor US$6 triliun, menjadikannya mitra utama bagi UE, Jepang, Korea Selatan, dan ASEAN. Di sisi lain, total perdagangan AS mencapai US$5,4 triliun, dengan defisit mencapai US$1,2 triliun.

Matthew Goodman dari Council on Foreign Relations menyatakan bahwa negara-negara seperti di Asia Tenggara menghadapi dilema besar. Mereka bergantung pada China untuk pasokan dan bahan baku, namun juga sangat membutuhkan akses ke pasar AS. Menurutnya, tidak ada jalan untuk hanya memilih satu pihak tanpa mengorbankan kestabilan ekonomi domestik.

Di Eropa, China tengah mempertimbangkan pencabutan sanksi demi menghidupkan kembali kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Media pemerintah China juga mendorong para pemimpin Eropa untuk bersama-sama menjaga multilateralisme dan menolak proteksionisme AS.

Presiden Xi juga memperkuat hubungan dengan negara-negara Afrika dan Asia Tengah. Dalam kunjungan kenegaraan, Xi menyatakan bahwa pasar China terbuka untuk produk-produk Kenya, dan mendorong perusahaan-perusahaan China untuk berinvestasi di sana. Ia juga bertemu dengan Presiden Azerbaijan dan menyatakan bahwa perang dagang justru merugikan kepentingan semua negara.

Dalam pertemuan ekonomi penting yang dipimpin langsung oleh Xi pada Jumat lalu, para pemimpin China menyampaikan bahwa negara itu harus bersiap menghadapi “guncangan eksternal” yang makin besar. Mereka menyerukan kesiapan menghadapi skenario terburuk, dengan perencanaan yang matang dan jangka panjang.

Wang Yiwei, peneliti senior dari Center for China and Globalization, menyebut bahwa China kini tidak lagi menggantungkan harapan pada globalisasi. Victor Gao, wakil presiden lembaga tersebut, bahkan menyebut bahwa China siap untuk skenario pemutusan hubungan total dengan AS, tanpa lagi melakukan ekspor maupun impor antar kedua negara.

Menurut Gao, meskipun langkah itu akan berat bagi ekonomi, China akan mampu bertahan. Ia menekankan bahwa dengan sejarah panjang 5.000 tahun, China telah menghadapi berbagai penjajah dan krisis, dan semua akhirnya berhasil diatasi.

Buah Pikiran

Konflik perdagangan yang berlangsung saat ini bukan sekadar pertarungan tarif atau dominasi ekonomi, tetapi menjadi ujian besar bagi tatanan global yang berbasis pada kerja sama dan keterbukaan. Ketika negara-negara mulai terpecah antara dua kekuatan besar, risiko fragmentasi ekonomi dunia semakin nyata. Pendekatan agresif yang diambil oleh Presiden Trump memang mencerminkan niat kuat untuk melindungi industri domestik, namun efek jangka panjangnya bisa melemahkan posisi strategis AS di panggung global.

Sebaliknya, China tampak lebih siap memanfaatkan ketidakpastian tersebut dengan memperluas pengaruh melalui diplomasi aktif. Bila tren ini berlanjut, maka pergeseran kekuatan ekonomi dan politik menuju Timur mungkin bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan kenyataan yang akan membentuk abad ke-21. Negara-negara di dunia akan semakin dituntut untuk menavigasi jalur yang sempit antara kepentingan ekonomi dan tekanan geopolitik, sebuah tantangan besar di tengah era multipolar yang sedang tumbuh. (NJD)

Sumber: Apnews

Link: https://apnews.com/article/china-us-tariffs-trump-dce0557297c1a367cac9353d270a3c2e

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *