Sumber ilustrasi: unsplash
8 Juni 2025 13.20 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [08.6.2025] Kabar terbaru dari sektor energi global. Investasi global di sektor energi diproyeksikan mencapai angka tertinggi sepanjang masa sebesar $3,3 triliun pada tahun 2025. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh lonjakan besar dalam pengeluaran untuk teknologi energi bersih, demikian menurut laporan tahunan World Energy Investment yang dirilis oleh Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis.
IEA menyatakan bahwa sekitar $2,2 triliun dari total investasi tersebut akan diarahkan ke teknologi ramah lingkungan seperti energi terbarukan, tenaga nuklir, dan penyimpanan energi. Jumlah ini dua kali lipat dari investasi yang akan diarahkan ke sektor bahan bakar fosil, menunjukkan pergeseran besar dalam prioritas energi global.
Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol mengatakan bahwa gambaran ekonomi dan perdagangan global yang terus berubah memang membuat beberapa investor bersikap hati-hati dalam menyetujui proyek-proyek baru. Akan tetapi, sebagian besar proyek yang berjalan tetap berada di jalur yang stabil.
Sektor energi surya diperkirakan menjadi penerima manfaat terbesar, dengan total investasi yang diproyeksikan mencapai $450 miliar. Energi ini semakin menjadi pilihan utama mengingat biaya produksi yang terus menurun dan skalabilitas yang tinggi.
Sementara itu pengeluaran untuk penyimpanan baterai juga melonjak tajam, dengan nilai mencapai sekitar $66 miliar pada 2025. Teknologi baterai kini dilihat sebagai kunci untuk menyelesaikan masalah intermitensi energi terbarukan, yakni dengan menyimpan listrik saat pasokan berlebih dan mendistribusikannya saat permintaan meningkat.
Meski demikian investasi akan baterai masih tertinggal dibandingkan dengan sektor surya dan angin. Ini menunjukkan bahwa dukungan kebijakan dan insentif investasi masih diperlukan untuk mempercepat inovasi di sektor penyimpanan energi.
Di sisi lain, sektor minyak dan gas diperkirakan mengalami penurunan investasi. Investasi hulu minyak diprediksi turun sebesar 6% pada tahun 2025, dipicu oleh penurunan harga minyak dan penurunan permintaan global. Ini akan menjadi penurunan pertama sejak krisis COVID-19 pada 2020.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pasar bahan bakar fosil mulai melemah, baik dari sisi ekonomi maupun preferensi investor. Dengan tekanan global untuk dekarbonisasi, sektor ini menghadapi tantangan yang semakin besar untuk tetap relevan.
IEA memperingatkan bahwa meskipun investasi dalam pembangkitan energi meningkat tajam, pengeluaran untuk jaringan listrik (grid) masih belum memadai. Saat ini hanya sekitar $400 miliar per tahun yang diinvestasikan ke jaringan listrik, dimana jumlah ini masih di bawah tingkat yang dibutuhkan.
Nyatanya, untuk menjaga keamanan dan stabilitas sistem kelistrikan, investasi jaringan perlu mendekati level pengeluaran untuk pembangkitan energi pada awal 2030-an. Tantangan utama yang dihadapi mencakup birokrasi perizinan serta kelangkaan pasokan komponen penting seperti transformator dan kabel.
Pola investasi global menunjukkan ketimpangan yang mencolok. Negara-negara berkembang masih kesulitan mengakses modal untuk membangun infrastruktur energi modern. Keterbatasan akses ke pembiayaan murah dan risiko ekonomi menjadi penghalang utama.
Sementara itu, China menempati posisi teratas dalam investasi energi bersih, menyumbang hampir sepertiga dari total global. Dominasi ini memperkuat posisi Tiongkok sebagai pemimpin global dalam transisi energi dan teknologi hijau.
Lonjakan investasi ke sektor energi bersih ini merupakan indikasi kuat bahwa dunia sedang bergerak menjauhi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Perubahan ini tidak hanya penting untuk mengatasi krisis iklim, tetapi juga akan mengubah lanskap ekonomi global.
Dalam jangka pendek, akan dapat dilihat pergeseran baik di lapangan pekerjaan, perubahan nilai tukar perdagangan energi, serta transformasi pasar keuangan yang semakin fokus pada keberlanjutan. Negara-negara yang lebih cepat mengadopsi energi bersih berpeluang besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Akan tetapi ketimpangan investasi antara negara maju dan berkembang dapat memperparah ketidaksetaraan ekonomi global. Jika tidak diatasi melalui mekanisme pendanaan iklim internasional, negara-negara miskin akan semakin tertinggal dalam mengakses energi modern dan bersih.
Selain itu keterlambatan dalam investasi infrastruktur pendukung seperti jaringan listrik dapat menimbulkan bottleneck dalam distribusi energi bersih. Keadaan ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan pasokan energi bahkan di negara-negara yang sudah memimpin dalam produksi. (NJD)
Sumber: Reuters