Hidup dari Desa, Belajar dari Alam: Perspektif Sosiologis tentang Konservasi dan Ketahanan Komunitas (3)

Sumber ilustrasi: pixabay

Oleh: Dr. Muhammad Hamid Anwar, M.Phil.
8 Juni 2025 18.40 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Praktik Konservasi dan Revitalisasi Sosial Desa

1. Praktik Konservasi Berbasis Komunitas

Konservasi sumber daya alam dan lingkungan di desa tidak dapat dilepaskan dari peran aktif komunitas lokal sebagai pelaku utama. Pendekatan konservasi berbasis komunitas menempatkan masyarakat desa sebagai subjek yang bertanggung jawab sekaligus pelaku pelestarian ruang hidup mereka. Praktik ini mengedepankan keterlibatan langsung masyarakat dalam menjaga dan merawat lingkungan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.

2. Revitalisasi Budaya Lokal

Budaya lokal merupakan fondasi utama dalam membangun kesadaran konservasi di desa. Revitalisasi budaya lokal seperti pelestarian upacara adat dan sistem pengelolaan lahan tradisional berfungsi sebagai medium penguatan identitas sekaligus mekanisme pelestarian lingkungan.

Upacara Adat: Upacara adat tidak hanya sebagai ritual spiritual, tetapi juga mengandung pesan konservasi yang menekankan pentingnya menjaga alam agar tetap seimbang dan berkelanjutan. Melalui revitalisasi upacara adat, masyarakat dapat menghidupkan kembali nilai-nilai harmonisasi antara manusia dan alam yang selama ini menjadi pegangan leluhur.

Sistem Pengelolaan Lahan Tradisional: Sistem seperti pertanian berpindah, pola tanam tumpangsari, dan pengelolaan hutan adat mengajarkan masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya secara bijak dan tidak merusak ekosistem. Revitalisasi sistem ini menjadi penting agar model pengelolaan modern yang sering merusak lingkungan tidak menggantikan praktik tradisional yang berkelanjutan.

3. Penguatan Kembali Pranata Sosial

Pranata sosial tradisional seperti musyawarah desa dan gotong royong adalah mekanisme sosial yang efektif dalam mengorganisasi konservasi komunitas dan pembangunan desa.

Musyawarah Desa: Sebagai forum diskusi dan pengambilan keputusan kolektif, musyawarah menjadi wahana demokrasi lokal yang mengakomodasi kepentingan seluruh warga dalam mengelola sumber daya dan menentukan arah pembangunan. Penguatan kembali musyawarah akan memastikan kebijakan desa yang inklusif dan sesuai dengan nilai-nilai lokal.

Gotong Royong: Semangat gotong royong adalah modal sosial yang kuat untuk melaksanakan kegiatan konservasi dan revitalisasi secara bersama-sama. Dengan semangat kebersamaan, masyarakat dapat melakukan kegiatan seperti reboisasi, pembersihan sungai, dan pemeliharaan fasilitas umum tanpa mengandalkan sumber daya eksternal.

4. Peran Perempuan dan Pemuda dalam Konservasi

Perempuan dan pemuda adalah dua kelompok yang memiliki potensi besar dalam gerakan konservasi dan revitalisasi sosial desa. Perempuan: Sebagai pengelola rumah tangga sekaligus penjaga tradisi, perempuan sering kali menjadi penjaga utama nilai-nilai budaya dan praktik ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberdayaan perempuan melalui pelatihan dan keterlibatan aktif dalam pengambilan keputusan desa akan memperkuat praktik konservasi berbasis komunitas.

Pemuda: Generasi muda memiliki peran strategis sebagai agen perubahan yang dapat mengadopsi dan menyebarkan pengetahuan konservasi dengan pendekatan modern. Keterlibatan pemuda dalam kegiatan lingkungan dan budaya desa, termasuk revitalisasi permainan tradisional, akan menjamin keberlanjutan program konservasi dalam jangka panjang.

5. Peran Lembaga Adat, Pemerintah Desa, dan Aktor Lokal

Sinergi antara lembaga adat, pemerintah desa, dan aktor lokal lain menjadi kunci keberhasilan praktik konservasi dan revitalisasi sosial.

Lembaga Adat: Sebagai penjaga nilai dan norma tradisional, lembaga adat memiliki kewenangan moral dan kultural untuk mengatur tata kelola ruang hidup desa berdasarkan aturan yang telah disepakati bersama.

Pemerintah Desa: Pemerintah desa berperan dalam penyediaan regulasi, fasilitasi sumber daya, dan pengawasan pelaksanaan program konservasi dan revitalisasi.

Aktor Lokal Lain: Termasuk lembaga swadaya masyarakat, kelompok tani, serta tokoh masyarakat yang berkontribusi dalam penguatan kapasitas dan pelaksanaan program.

6. Integrasi Nilai Adat dan Pengetahuan Lokal dalam Perencanaan Pembangunan

Pengintegrasian nilai-nilai adat dan pengetahuan lokal ke dalam perencanaan pembangunan desa menjadi pendekatan yang strategis untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan sosial. Perencanaan yang berakar pada kearifan lokal mampu menyesuaikan pembangunan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat desa sekaligus menjaga ekosistem dan budaya tetap lestari.

Metode partisipatif dalam perencanaan pembangunan perlu dioptimalkan agar seluruh elemen masyarakat dapat menyampaikan aspirasi dan kearifan yang dimiliki.

Penyesuaian program pembangunan agar tidak bertentangan dengan aturan adat dan prinsip konservasi menjadi keharusan untuk menjaga harmonisasi sosial dan lingkungan.

Strategi Pengembangan Melalui Revitalisasi Permainan Tradisional dan Sport Tourism Berbasis Desa

Revitalisasi Permainan Tradisional sebagai Media Konservasi Budaya dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Permainan tradisional anak memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian budaya lokal sekaligus sebagai sarana pengembangan keterampilan motorik, sosial, dan emosional anak (Ismail & Syahputra, 2020). Sayangnya, kemajuan teknologi dan globalisasi telah menyebabkan permainan tradisional mulai terpinggirkan dan tergantikan oleh permainan digital modern (Sari & Wulandari, 2021). Oleh karena itu, revitalisasi permainan tradisional menjadi strategi yang tidak hanya berorientasi pada pelestarian budaya tetapi juga penguatan identitas komunitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di desa.

Revitalisasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan berikut:

  1. Pengintegrasian ke dalam Kurikulum Pendidikan Lokal: Sekolah-sekolah di desa dapat memasukkan permainan tradisional ke dalam aktivitas pembelajaran maupun ekstrakurikuler, sehingga anak-anak memperoleh pengalaman langsung yang kaya nilai budaya dan sosial (Rahman et al., 2022).
  2. Festival dan Kompetisi Permainan Tradisional: Pemerintah desa dan komunitas dapat mengadakan festival tahunan atau lomba permainan tradisional yang tidak hanya menghidupkan kembali permainan tersebut tetapi juga meningkatkan pariwisata lokal (Pratama & Hartono, 2023).
  3. Pelatihan dan Pendampingan bagi Guru dan Tokoh Masyarakat: Menguatkan kapasitas fasilitator lokal dalam mengajarkan permainan tradisional secara kreatif dan kontekstual agar relevan dengan generasi sekarang (Widjaja, 2021).

Melalui revitalisasi permainan tradisional, nilai-nilai budaya yang terkandung dapat disampaikan kepada generasi muda sehingga mereka tidak kehilangan akar identitas sekaligus mengasah kemampuan motorik dan interaksi sosial yang sehat (Nurhadi, 2020).

Desa sebagai Ruang Sport Tourism yang Berkelanjutan

Pengembangan sport tourism berbasis desa merupakan peluang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan dan budaya lokal (García-Roca et al., 2019). Desa yang memiliki kekayaan alam dan tradisi dapat mengembangkan olahraga tradisional dan aktivitas sport tourism yang unik, seperti trekking, sepeda gunung, lomba permainan tradisional, dan kegiatan rekreasi berbasis alam.

Untuk menjadikan desa sebagai destinasi sport tourism yang berkelanjutan, beberapa strategi penting perlu diperhatikan:

Konservasi Lingkungan sebagai Prioritas:
Kegiatan sport tourism harus dirancang agar tidak merusak ekosistem, misalnya dengan menggunakan jalur yang telah dipetakan, menghindari pembukaan lahan baru, dan menerapkan prinsip zero waste (Buckley, 2021).

Penguatan Kearifan Lokal dalam Aktivitas Wisata:
Memadukan unsur budaya dan tradisi desa, seperti menampilkan permainan tradisional sebagai atraksi wisata dan pengenalan adat istiadat, sehingga wisatawan mendapatkan pengalaman otentik (Suprapto & Santoso, 2020).

Pemberdayaan Masyarakat Lokal:
Memberikan pelatihan dan akses bagi masyarakat dalam pengelolaan wisata olahraga, termasuk peran sebagai pemandu, penyedia jasa homestay, dan pengelola fasilitas (Yuliana & Putra, 2022).

Pengembangan Infrastruktur Ramah Lingkungan:
Membangun fasilitas sederhana dan lestari, seperti jalur trekking yang tidak merusak hutan, homestay dengan konsep eco-friendly, dan pusat informasi yang menggunakan bahan lokal (Suryani, 2019).

Penerapan prinsip-prinsip tersebut dapat menjaga keberlanjutan sport tourism sekaligus memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat desa. Studi oleh Mendoza dan Vargas (2023) menunjukkan bahwa desa yang mengembangkan sport tourism dengan basis konservasi lingkungan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat hingga 30% tanpa mengorbankan kelestarian alam dan budaya. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *