Hidup dari Desa, Belajar dari Alam: Perspektif Sosiologis tentang Konservasi dan Ketahanan Komunitas (4)

Sumber ilustrasi: pixabay

Oleh: Dr. Muhammad Hamid Anwar, M.Phil.
9 Juni 2025 09.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sinergi Revitalisasi Permainan Tradisional dan Sport Tourism untuk Pemberdayaan Desa

Mengintegrasikan revitalisasi permainan tradisional ke dalam pengembangan sport tourism akan menciptakan ekosistem sosial dan ekonomi yang kuat. Permainan tradisional dapat menjadi atraksi utama sekaligus medium edukasi bagi wisatawan tentang nilai budaya dan konservasi lingkungan desa (Kartika & Suryono, 2021).

Dengan strategi ini, desa tidak hanya menjadi tempat rekreasi tetapi juga laboratorium sosial budaya dan pelestarian lingkungan. Hal ini akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan, dan memperkuat kohesi sosial masyarakat (Agustina & Hadi, 2022).

Dampak terhadap Peningkatan Derajat Hidup Masyarakat Desa

Revitalisasi permainan tradisional dan pengembangan sport tourism secara terpadu berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat desa, antara lain melalui:

Peningkatan Pendapatan dan Kemandirian Ekonomi:
Aktivitas sport tourism dan festival permainan tradisional membuka peluang usaha baru yang memberdayakan masyarakat lokal (Putri & Ramadhan, 2023).

Penguatan Identitas dan Kebanggaan Budaya:
Anak-anak dan masyarakat desa memiliki ruang untuk mengenal, melestarikan, dan bangga terhadap warisan budaya mereka (Yanti & Hidayat, 2020).

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia:
Keterlibatan dalam kegiatan ini meningkatkan keterampilan sosial, organisasi, dan pengetahuan konservasi (Lestari, 2021).

Pelestarian Lingkungan dan Budaya Lokal:
Pendekatan berkelanjutan memastikan desa tetap lestari dan mampu diwariskan pada generasi mendatang (Ramli & Kusuma, 2019).

Strategi Pengembangan Melalui Revitalisasi Permainan Tradisional dan Sport Tourism Berbasis Desa

Permainan tradisional anak merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai sosial, edukatif, dan konservasi yang selama ini telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat desa. Namun, perkembangan teknologi dan gaya hidup modern yang semakin digitalisasi menyebabkan permainan tradisional mulai terpinggirkan dan kehilangan tempat di kalangan generasi muda. Padahal, permainan tradisional tidak hanya sekadar hiburan, melainkan juga media efektif untuk mengembangkan kemampuan motorik, meningkatkan interaksi sosial, serta menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan saling menghargai. Oleh karena itu, revitalisasi permainan tradisional menjadi salah satu strategi kunci dalam pengembangan sumber daya manusia di desa sekaligus upaya pelestarian budaya yang bersifat turun-temurun. Revitalisasi ini bisa dilakukan dengan cara memasukkan permainan tradisional ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, mengadakan festival atau kompetisi permainan tradisional, serta melibatkan guru dan tokoh masyarakat dalam pelatihan agar mereka mampu mengajarkan permainan tersebut secara kreatif dan kontekstual. Dengan pendekatan ini, permainan tradisional dapat hidup kembali sebagai bagian dari keseharian masyarakat desa dan bahkan menjadi daya tarik wisata yang unik.

Selain itu, desa sebagai ruang yang kaya akan alam dan budaya berpotensi dikembangkan menjadi destinasi sport tourism yang berkelanjutan. Sport tourism atau pariwisata olahraga berbasis desa tidak hanya bertujuan untuk menarik wisatawan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga harus memperhatikan prinsip konservasi lingkungan dan pelestarian budaya lokal. Dalam mengembangkan sport tourism, prioritas utama adalah menjaga kelestarian alam dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang ramah, seperti penggunaan jalur yang sudah ada untuk kegiatan trekking atau sepeda gunung, menghindari pembukaan lahan baru, serta mengedepankan konsep zero waste. Penguatan kearifan lokal juga menjadi elemen penting, misalnya dengan menampilkan permainan tradisional sebagai atraksi wisata sekaligus sarana edukasi budaya, sehingga wisatawan tidak hanya mendapatkan pengalaman rekreasi tetapi juga pemahaman tentang nilai-nilai adat dan pelestarian lingkungan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat desa dalam pengelolaan sport tourism menjadi faktor kunci keberhasilan, meliputi pelatihan sebagai pemandu wisata, penyedia jasa homestay, dan pengelola fasilitas yang sesuai dengan budaya dan potensi desa. Infrastruktur yang dikembangkan pun harus ramah lingkungan, sederhana, dan menggunakan bahan-bahan lokal agar tidak merusak ekosistem desa.

Penggabungan revitalisasi permainan tradisional dengan pengembangan sport tourism dapat menciptakan sinergi yang kuat antara pelestarian budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Permainan tradisional yang menjadi bagian dari atraksi sport tourism tidak hanya meningkatkan daya tarik wisata, tetapi juga membuka ruang edukasi bagi wisatawan dan generasi muda desa untuk mengenal dan menghargai warisan budaya mereka. Hal ini pada akhirnya menjadikan desa tidak hanya sebagai tujuan wisata, tetapi juga sebagai laboratorium sosial budaya yang hidup dan berkembang. Kegiatan ini membuka peluang ekonomi baru yang mendorong pertumbuhan usaha lokal, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperkuat kohesi sosial melalui keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan program.

Secara keseluruhan, revitalisasi permainan tradisional dan pengembangan sport tourism secara terpadu memberikan dampak positif yang signifikan bagi peningkatan derajat hidup masyarakat desa. Peningkatan pendapatan dari kegiatan wisata dan festival budaya memberikan kontribusi nyata terhadap kemandirian ekonomi desa. Selain itu, penguatan identitas budaya dan kebanggaan terhadap warisan leluhur meningkatkan rasa memiliki dan menjaga kelestarian budaya secara berkelanjutan. Keterlibatan masyarakat, terutama anak-anak, perempuan, dan pemuda, dalam aktivitas ini juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang adaptif dan berdaya saing. Pendekatan yang mengutamakan konservasi lingkungan dan budaya lokal ini memastikan desa tetap lestari dan mampu diwariskan kepada generasi berikutnya tanpa harus kehilangan ciri khas dan keseimbangan alam yang ada. Dengan demikian, strategi pengembangan berbasis revitalisasi permainan tradisional dan sport tourism bukan hanya sekadar program pembangunan, tetapi merupakan upaya strategis dalam menjaga kehidupan sosial budaya dan ekologi desa yang berkelanjutan.

Tantangan dan Rekomendasi

Pengembangan dan pelestarian desa sebagai ruang konservasi sosial dan ekologis tidak terlepas dari berbagai tantangan yang kompleks dan multidimensional. Salah satu tantangan utama adalah komersialisasi desa melalui wisata massal. Fenomena ini seringkali membawa dampak negatif seperti kerusakan lingkungan, perubahan sosial budaya, dan tergesernya nilai-nilai lokal oleh arus pasar global (Noviyanti & Fauzi, 2021). Wisata massal yang tidak dikelola dengan baik bisa mengubah desa menjadi sekadar objek konsumsi wisata tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan budaya. Akibatnya, masyarakat lokal kehilangan kontrol atas wilayahnya dan manfaat ekonomi tidak merata.

Tantangan berikutnya adalah perubahan iklim dan krisis ekologi global yang berdampak langsung pada keberlanjutan lingkungan desa. Desa-desa yang sangat bergantung pada sumber daya alam seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan menjadi rentan terhadap perubahan pola cuaca, degradasi tanah, dan penurunan keanekaragaman hayati (Santoso et al., 2022). Krisis ini mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat desa serta memperbesar risiko kerentanan sosial.

Selain itu, terdapat tantangan yang berkaitan dengan minimnya regenerasi petani muda dan pelaku konservasi. Banyak generasi muda desa lebih tertarik meninggalkan desa untuk mencari peluang di kota, sehingga terjadi penurunan jumlah tenaga produktif di sektor agraris dan konservasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya pengetahuan lokal dan praktik-praktik tradisional yang sangat penting untuk kelestarian lingkungan dan budaya desa (Putra & Wijaya, 2023).

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, beberapa rekomendasi strategis perlu diimplementasikan. Pertama, pendidikan berbasis desa harus diperkuat sebagai fondasi pembelajaran dan pelestarian nilai-nilai lokal serta pengetahuan ekologis. Pendidikan yang mengintegrasikan kearifan lokal, konservasi, dan pengembangan keterampilan kontekstual akan membekali masyarakat desa, khususnya generasi muda, untuk berperan aktif dalam menjaga keberlanjutan desa (Lestari, 2021).

Kedua, kebijakan pembangunan dari bawah (bottom-up) perlu didorong agar perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa lebih responsif terhadap kebutuhan dan potensi lokal. Pendekatan partisipatif ini memungkinkan masyarakat desa mengambil peran utama dalam menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan visi desa mereka (Rahman & Sari, 2020).

Ketiga, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya harus memberikan dukungan terhadap inisiatif masyarakat sipil yang berkontribusi pada konservasi dan pemberdayaan desa. Inisiatif seperti kelompok tani, lembaga adat, dan komunitas pelestari budaya memerlukan pendampingan, pendanaan, dan pengakuan agar dapat berkelanjutan dan berdampak luas (Agustina & Hadi, 2022).

Terakhir, pembentukan jaringan antar-desa sebagai bentuk solidaritas lintas komunitas menjadi penting dalam memperkuat kapasitas dan sumber daya desa. Melalui jejaring ini, desa-desa dapat berbagi pengetahuan, sumber daya, dan strategi konservasi yang efektif, serta menghadapi tantangan secara kolektif dan sinergis (Yuliana & Putra, 2022). Solidaritas semacam ini juga mendukung mobilisasi sumber daya yang lebih besar dan mendorong advokasi kebijakan yang berpihak pada desa.

Dengan mengatasi tantangan dan mengimplementasikan rekomendasi tersebut, desa dapat mempertahankan perannya sebagai ruang konservasi sosial dan ekologis yang vital bagi pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Desa bukanlah sekadar warisan masa lalu yang harus dilestarikan sebagai kenangan, melainkan merupakan masa depan yang harus dibangun dengan prinsip keberlanjutan. Konservasi desa adalah sebuah upaya strategis yang tidak hanya melindungi identitas, budaya, dan alam desa, tetapi juga membangun ketahanan sosial dan ekonomi komunitas dari akar rumput. Dengan mengintegrasikan praktik konservasi berbasis komunitas, revitalisasi budaya dan permainan tradisional, serta pengembangan sport tourism yang berkelanjutan, desa dapat menjadi ruang hidup yang harmonis antara manusia dan alam.

Upaya ini memerlukan komitmen dari berbagai aktor—masyarakat lokal, lembaga adat, pemerintah desa, hingga pemerintah pusat—untuk menerapkan pendekatan partisipatif dan berkelanjutan. Pendidikan berbasis desa, kebijakan bottom-up, dukungan inisiatif masyarakat sipil, serta jaringan antar-desa merupakan kunci untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Dengan demikian, desa akan mampu menjadi pusat pengembangan sosial, budaya, dan ekologis yang memberikan manfaat luas, tidak hanya bagi masyarakat desa itu sendiri, tetapi juga bagi bangsa dan dunia secara keseluruhan.

Kehidupan desa yang lestari akan mencerminkan ketahanan komunitas dan keberlanjutan pembangunan yang sesungguhnya, menegaskan bahwa masa depan berkelanjutan sesungguhnya dimulai dari desa.

Daftar Pustaka

Agrawal, A. (2001). Common Resources and Institutional Sustainability. In Ostrom et al. (Eds.), Protecting the Commons. Island Press.
Badan Pusat Statistik. (2023). Mobilitas Penduduk Indonesia 2022. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Indonesia 2023. Jakarta: BPS.
Berkes, F., & Folke, C. (1998). Linking Social and Ecological Systems: Management Practices and Social Mechanisms for Building Resilience. Cambridge University Press.
Escobar, A. (2011). Encountering Development: The Making and Unmaking of the Third World. Princeton University Press.
Escobar, A. (2011). Encountering Development: The Making and Unmaking of the Third World. Princeton University Press.
Giddens, A. (1984). The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration. University of California Press.
Giddens, A. (1990). The Consequences of Modernity. Cambridge: Polity Press.
Illich, I. (1971). Deschooling Society. Harper & Row.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2022). Data Petani Berdasarkan Usia. Jakarta: Pusdatin.
Ostrom, E. (1990). Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge University Press.
Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. Simon & Schuster.
Santos, B. d. S. (2007). Another Knowledge is Possible: Beyond Northern Epistemologies. Verso.
Sassen, S. (2014). Expulsions: Brutality and Complexity in the Global Economy. Harvard University Press.
Scott, J. C. (1998). Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have Failed. New Haven: Yale University Press.
Scott, J. C. (1998). Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have Failed. Yale University Press.
Scott, J. C. (1998). Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have Failed. Yale University Press.
Wallerstein, I. (1974). The Modern World-System. Academic Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *