Hutan: Penjaga Ketahanan Pangan dan Iklim

Desanomia [19.3.2025] Dalam rangka memperingati Hari Hutan Internasional pada 21 Maret 2025, dunia menyoroti tema “Hutan dan Pangan” sebagai pengingat akan peran krusial hutan dalam menjaga ketahanan pangan global. Namun, di tengah peringatan ini, krisis deforestasi yang kian memburuk menjadi ancaman nyata bagi pasokan pangan dunia.

Meski hutan dikenal sebagai benteng pertahanan penting bagi ekosistem, kenyataannya, laju kerusakan hutan terus meningkat. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kerusakan lingkungan, tetapi juga berimbas pada ketersediaan pangan bagi jutaan orang di dunia. Artikel ini menyoroti bagaimana degradasi hutan berdampak besar pada sektor pangan, serta pentingnya upaya konservasi untuk melindungi sumber daya yang vital ini.

Deforestasi dan Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan Global

Hutan memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas iklim dan mendukung sistem pangan dunia. Selain sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, hutan berperan besar dalam menyediakan sumber daya alam yang menopang kehidupan manusia.

Menurut laporan Forests News, dunia kehilangan sekitar 5,4 hingga 6,4 juta hektare hutan sepanjang tahun 2024. Angka ini menunjukkan bahwa laju deforestasi terus meningkat, memperburuk kondisi ekosistem yang berperan penting dalam mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan.

Kehilangan hutan dalam skala besar ini mengganggu berbagai elemen penting yang mendukung produksi pangan, seperti kestabilan iklim, kesehatan tanah, hingga keberlangsungan ekosistem yang menopang penyerbukan tanaman pangan.

Laporan United Nations Global Forest Goals menyoroti bahwa sebanyak 1,6 miliar orang di dunia bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk pangan, tempat tinggal, obat-obatan, hingga sumber penghasilan. Di samping itu, hutan berperan penting dalam menyerap sekitar sepertiga emisi gas rumah kaca global, menjadikannya elemen kunci dalam mitigasi perubahan iklim.

Namun, berbagai aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan terus memperburuk kondisi hutan. Faktor seperti ekspansi pertanian, penambangan, dan penebangan liar menjadi pemicu utama deforestasi.

Menurut laporan dari Global Canopy, di Indonesia, industri minyak kelapa sawit menjadi penyebab utama deforestasi. Sementara itu, Bolivia mencatat peningkatan deforestasi hingga 351% antara tahun 2015 hingga 2023 akibat meluasnya ekspansi pertanian. Di sisi lain, meskipun Brazil berhasil mengurangi deforestasi hingga 61% pada 2023, kawasan Amazon masih menghadapi ancaman serius akibat penebangan liar dan kebakaran hutan yang berkelanjutan.

Dampak Degradasi Hutan pada Pertanian dan Ekosistem

Degradasi hutan membawa dampak yang sangat signifikan terhadap sektor pertanian dan ekosistem secara keseluruhan. Salah satu dampak yang paling mencolok adalah penurunan kesuburan tanah.

Hutan memiliki peran penting dalam menjaga kualitas tanah dengan cara mencegah erosi dan mempertahankan kandungan bahan organik yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Namun, saat hutan ditebang, tanah menjadi lebih rentan terhadap erosi, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas pertanian.

Menurut laporan FAO, sekitar 33% lahan pertanian global kini mengalami degradasi, dengan deforestasi sebagai salah satu faktor utama yang mempercepat proses ini. Akibatnya, petani di wilayah terdampak terpaksa bergantung pada penggunaan pupuk kimia yang tidak hanya mahal tetapi juga berpotensi merusak ekosistem lebih lanjut.

Selain memengaruhi kualitas tanah, hilangnya hutan juga berdampak pada siklus air global. Hutan berperan penting dalam mengatur siklus hidrologi, yang memengaruhi pola curah hujan dan ketersediaan air di berbagai wilayah. Ketika deforestasi terjadi, pola curah hujan menjadi tidak stabil, sehingga meningkatkan risiko kekeringan.

Wilayah seperti Afrika Sub-Sahara dan Amerika Tengah menjadi contoh nyata dari kawasan yang paling terdampak. Di wilayah ini, gangguan pada pola hujan telah menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, mengancam hasil panen dan ketahanan pangan masyarakat lokal.

Tak hanya itu, deforestasi juga mengancam kelangsungan hidup spesies penyerbuk seperti lebah, kupu-kupu, dan burung, yang berperan penting dalam proses penyerbukan sekitar 75% dari total tanaman pangan dunia, menurut laporan WHO 2025. Jika populasi penyerbuk terus menurun, keanekaragaman pangan akan terancam, berujung pada berkurangnya pilihan makanan yang tersedia di pasar global.

Perlindungan Hutan sebagai Kunci Ketahanan Pangan

Menyadari dampak buruk deforestasi terhadap sektor pangan, upaya konservasi hutan kini semakin diprioritaskan di berbagai negara.

Inisiatif seperti United Nations Decade on Ecosystem Restoration (2021-2030) bertujuan untuk mencegah dan membalikkan kerusakan ekosistem melalui pendekatan yang berfokus pada tiga langkah utama:

  1. Menghindari degradasi lebih lanjut
  2. Mengurangi kerusakan yang sedang terjadi
  3. Memulihkan lahan yang telah rusak

Langkah-langkah ini diyakini dapat membantu menjaga stabilitas ekosistem hutan yang menjadi penopang utama ketahanan pangan dunia.

Pendekatan berbasis konservasi ini juga menyoroti pentingnya praktik pertanian berkelanjutan yang tidak hanya berfokus pada hasil panen, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

Selain upaya pemerintah, konsumen juga memiliki peran penting dalam mendukung konservasi hutan. Melalui pilihan produk yang berkelanjutan, masyarakat dapat membantu menekan permintaan terhadap hasil pertanian yang merusak ekosistem hutan.

Membangun Masa Depan yang Berkelanjutan

Keberlangsungan hutan memegang peran krusial dalam memastikan ketahanan pangan dunia di masa depan. Hutan tidak hanya berfungsi sebagai penyangga ekosistem, tetapi juga mendukung pertanian dengan menjaga sumber air, meningkatkan kesuburan tanah, dan menyediakan habitat bagi penyerbuk alami yang penting bagi produksi pangan.

Jika deforestasi terus berlanjut, dampaknya tidak hanya mengancam hasil pertanian, tetapi juga meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan kekeringan, yang berujung pada terganggunya pasokan pangan global.

Untuk mencegah hal ini, diperlukan upaya konservasi yang berkelanjutan, seperti melindungi kawasan hutan yang tersisa, melakukan reboisasi, dan menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan yang dapat meningkatkan hasil panen tanpa memperluas lahan pertanian.

Selain itu, kesadaran konsumen dalam memilih produk yang berasal dari sumber berkelanjutan juga berperan penting. Dengan mendukung produk yang ramah lingkungan, masyarakat dapat membantu mengurangi tekanan terhadap hutan.

Melalui langkah-langkah ini, kelestarian hutan dapat dijaga, memastikan ekosistem tetap seimbang, dan sumber pangan dunia tetap terjamin bagi generasi mendatang. (NJD)

Sumber: Forbes

Link: https://www.forbes.com/sites/dianneplummer/2025/03/17/forests-guardians-of-food-security-and-climate-resilience/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *