Sumber ilustrasi: freepik
21 Juni 2025 11.45 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [21.6.2025] Ikan telah menjadi salah satu hewan yang telah lama ditangkap manusia sebagai bahan konsumsi. Setiap tahunnya, sekitar satu triliun ikan ditangkap untuk konsumsi manusia. Proses penangkapan ini ternyata dipandang sebenarnya menyiksa. Dari sebuah studi baru mengungkap bahwa proses penangkapan ikan tersebut bukan hanya mengakhiri hidup ikan tetapi juga menyebabkan penderitaan yang signifikan. Penelitian ini mengukur seberapa lama rasa sakit yang dialami ikan ketika dikeluarkan dari air, dengan fokus pada trout pelangi (Oncorhynchus mykiss), salah satu ikan konsumsi paling umum di dunia.
Trout pelangi berasal dari perairan dingin anak sungai Samudra Pasifik, tetapi kini dibudidayakan secara massal di hampir semua benua. Dalam industri perikanan, metode paling umum untuk membunuh ikan ini adalah dengan membiarkannya mati kehabisan napas di udara terbuka atau air es. Meski metode ini murah dan efisien, penelitian yang dipimpin oleh Cynthia Schuck-Paim dari Welfare Footprint Institute menemukan bahwa cara tersebut bisa menyebabkan ikan mengalami rasa sakit intens selama kurang lebih 22 menit.
Mengukur rasa sakit dari hewan bukanlah sesuatu yang mudah. Akan tetapi para ilmuwan kini memiliki alat yang dinamakan Welfare Footprint Framework (WFF). Sistem ini menilai tingkat stres dan rasa sakit berdasarkan durasi dan intensitas pengalaman negatif. Tujuannya adalah memberikan acuan ilmiah yang bisa digunakan oleh berbagai pihak, mulai dari peternak, dokter hewan, hingga pembuat kebijakan, untuk menilai dan meningkatkan kesejahteraan hewan secara objektif.
“Gerakan ekstrem seperti meronta dan melintir menunjukkan reaksi aversif terhadap kondisi kekurangan oksigen dan kelebihan karbon dioksida.”
Para penulis mencatat bahwa perhatian publik terhadap bagaimana hewan diperlakukan terus meningkat. Hal ini tercermin dari berbagai gerakan konsumen, kebijakan labelisasi produk, hingga undang-undang yang menekankan aspek kemanusiaan dalam produksi pangan. Studi ini menjadi yang pertama memberikan estimasi kuantitatif rasa sakit pada saat pemotongan ikan serta menunjukkan potensi perbaikan besar dalam praktik industri jika metode pemingsanan diterapkan secara efektif.
Melalui tinjauan terhadap literatur ilmiah yang luas, para peneliti menggambarkan pengalaman biologis ikan saat keluar dari air. Hanya lima detik setelah terpapar udara, ikan menunjukkan respons neurokimia yang menandakan stres berat. Gerakan ekstrem seperti meronta dan melintir menunjukkan reaksi aversif terhadap kondisi kekurangan oksigen dan kelebihan karbon dioksida.
Ketika insang tidak lagi berfungsi tanpa air, karbon dioksida menumpuk dalam tubuh dan memicu sistem nociception, yang merupakan mekanisme alami yang mendeteksi dan merespons rasa sakit. Proses ini membuat ikan megap-megap hingga akhirnya kehilangan kesadaran akibat asidosis pada darah dan cairan otak. Lamanya proses ini sangat bervariasi, mulai dari dua hingga 25 menit tergantung ukuran ikan dan metode pembunuhannya. (bersambung)
Sumber: ScienceAlert
Link: https://www.sciencealert.com/fish-suffer-up-to-22-minutes-of-intense-pain-when-taken-out-of-water