Sumber ilustrasi: pixabay
13 Mei 2025 19.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [13.5.2025] Para peneliti dari Universitas Cornell mengembangkan sistem penangkap karbon inovatif yang meniru mekanisme kerja tumbuhan dalam menyerap karbon. Sistem ini menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi utama untuk menangkap dan melepaskan karbon dioksida, menawarkan alternatif yang lebih ramah lingkungan dibanding metode konvensional yang mahal dan intensif energi.
Selama ini, teknologi penangkapan karbon masih bergantung pada proses kimia yang memerlukan energi besar, sering kali justru berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menimbulkan dilema karena tujuan dari penangkapan karbon adalah untuk mengurangi emisi, bukan menambahnya. Oleh karena itu, pendekatan baru yang menggunakan energi matahari dinilai memiliki potensi besar dalam mengatasi keterbatasan tersebut.
Dalam studi terbaru, para peneliti Cornell menemukan bahwa sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk mengaktifkan molekul enol yang stabil sehingga menjadi cukup reaktif untuk menangkap karbon dioksida dari sumber industri. Mekanisme ini meniru proses alami yang dilakukan oleh tumbuhan dalam menyimpan karbon.
Tidak hanya itu, sinar matahari juga dimanfaatkan untuk memicu reaksi kimia lanjutan yang dapat melepaskan kembali karbon dioksida yang telah tertangkap, sehingga gas tersebut bisa disimpan secara permanen atau digunakan kembali untuk keperluan lain. Dengan demikian, sistem ini merupakan teknologi pertama yang mengandalkan cahaya untuk kedua proses: penangkapan dan pelepasan karbon.
Penelitian ini dipimpin oleh mahasiswa pascasarjana Bayu Ahmad, yang juga menjadi penulis utama dalam studi tersebut. Ia merancang keseluruhan mekanisme dasar dari sistem ini. Meskipun awalnya idenya diragukan oleh pembimbingnya, profesor Phillip Milner, hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem tersebut berjalan sesuai harapan.
Pengujian dilakukan menggunakan sampel gas buang dari Gedung Combined Heat and Power milik Cornell, yang merupakan pembangkit listrik berbahan bakar gas alam. Hasilnya menunjukkan keberhasilan dalam mengisolasi karbon dioksida, meskipun sampel tersebut mengandung kontaminan dalam jumlah kecil sebagaimana umumnya terjadi di dunia nyata.
Milner menganggap hasil ini signifikan karena banyak metode penangkapan karbon yang tampak menjanjikan di laboratorium ternyata tidak berhasil ketika diterapkan pada kondisi nyata. Dirinya menyatakan bahwa target jangka panjang dari proyek ini adalah kemampuan untuk menyerap karbon langsung dari udara, sesuatu yang dinilai jauh lebih aplikatif.
Lebih lanjut Milner menggambarkan sebuah visi masa depan di mana panel-panel penangkap karbon dipasang di wilayah terpencil seperti gurun, mengubah udara terbuka menjadi karbon dioksida murni bertekanan tinggi. Gas ini kemudian dapat dialirkan melalui pipa atau dikonversi menjadi produk lain langsung di lokasi.
Selain itu, laboratorium Milner juga tengah mengeksplorasi penerapan sistem bertenaga cahaya ini untuk memisahkan gas lain. Proses pemisahan seperti ini, menurutnya, menyumbang sekitar 15% dari total konsumsi energi global, sehingga penggunaan sinar matahari sebagai penggerak berpotensi mengurangi beban energi secara signifikan.
Buah Pikiran
Pengembangan sistem penangkap karbon bertenaga surya ini merupakan tonggak penting dalam bidang teknologi lingkungan. Dengan memanfaatkan sinar matahari, energi yang terbarukan dan tersedia secara luas, penelitian ini menawarkan solusi nyata untuk mengurangi emisi tanpa menambah beban energi dari sumber fosil. Pendekatan biomimetik yang meniru kerja tumbuhan juga menunjukkan bahwa solusi alami bisa menjadi inspirasi kuat bagi teknologi masa depan.
Namun demikian, implementasi sistem ini dalam skala besar masih memerlukan kajian lebih lanjut, terutama terkait efisiensi jangka panjang, biaya produksi, serta integrasi ke dalam infrastruktur energi yang sudah ada. Meski demikian, dari sudut pandang ilmiah dan lingkungan, inovasi ini layak mendapat perhatian dan dukungan lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai bagian dari strategi global dalam menghadapi perubahan iklim. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/05/250512153400.htm