Jalan Baru untuk Melindungi Tanaman Pangan

Desanomia [25.3.2025] Para peneliti dari Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg (MLU) telah mengembangkan agen aktif berbasis RNA yang dapat melindungi tanaman dari virus Cucumber mosaic virus (CMV), salah satu virus paling umum yang menyerang pertanian dan hortikultura. Agen aktif ini bekerja dengan mendukung sistem kekebalan tanaman dalam melawan virus tersebut, dengan serangkaian molekul RNA yang efektif. Dalam percobaan laboratorium, antara 80 hingga 100 persen tanaman yang diberi perlakuan selamat dari infeksi virus dengan beban viral yang tinggi, sebagaimana dilaporkan dalam jurnal Nucleic Acids Research. Makalah ini bahkan dipilih sebagai “artikel terobosan” oleh jurnal tersebut. Saat ini, para peneliti sedang bekerja untuk mentransfer temuan ini dari laboratorium ke aplikasi praktis.

Virus Cucumber mosaic adalah virus yang sangat merusak tanaman pangan. Terhitung sekitar 90 spesies kutu daun menjadi sarana penyebaran virus yang dapat menyerang lebih dari 1.200 spesies tanaman, termasuk tanaman pertanian seperti mentimun, labu, serealia, serta tanaman obat dan aromatik. Tanaman yang terinfeksi dapat dengan mudah dikenali karena pola mosaik khas yang ada pada daunnya. Setelah terinfeksi, tanaman tidak dapat berkembang dengan baik dan buahnya pun tidak bisa dijual. Hingga saat ini, belum ada agen yang disetujui untuk mengatasi CMV. Namun, penelitian terbaru oleh MLU dapat menjadi solusi jangka panjang. Ide dasar dari penelitian ini adalah untuk melawan virus dengan mengarahkan pertahanan alami tanaman ke arah yang tepat.

Saat virus menginfeksi tanaman, ia menggunakan sel tanaman sebagai inang untuk berkembang biak melalui materi genetik berupa molekul ribonukleat (RNA). Setelah disuntikkan, molekul RNA asing ini memicu respons awal dari sistem kekebalan tanaman. Enzim khusus akan mengenali dan memotong molekul RNA virus. Proses ini menghasilkan molekul siRNA (small interfering RNA), yang menyebar ke seluruh bagian tanaman dan memicu langkah kedua dari respons kekebalan. Molekul siRNA ini akan mengikat kompleks protein khusus dan mengarahkannya ke molekul RNA virus, dimana protein tersebut mulai merusak molekul RNA virus dengan mengubahnya menjadi fragmen yang dapat dihancurkan.

Secara umum proses pertahanan ini tidak terlalu efektif. Infeksi virus menghasilkan banyak molekul siRNA yang berbeda, namun hanya sebagian kecil yang memiliki efek protektif. Profesor Sven-Erik Behrens dari Institut Biokimia dan Bioteknologi di MLU menjelaskan bahwa timnya telah mengembangkan metode untuk mengidentifikasi molekul siRNA yang sangat efisien dalam proses ini. Langkah penting berikutnya adalah menggabungkan beberapa molekul siRNA ini menjadi RNA ganda yang efisien (edsRNA), yang sangat cocok untuk digunakan pada tanaman. Molekul edsRNA ini bertindak sebagai “kemasan” yang akan terurai menjadi siRNA setelah memasuki sel tanaman, sehingga menghasilkan banyak molekul siRNA yang sangat efektif dalam memberikan perlindungan terhadap virus.

Tim peneliti melakukan banyak eksperimen di laboratorium pada tanaman model Nicotiana benthamiana dan berhasil menunjukkan bahwa agen aktif berbasis edsRNA dapat melindungi dengan andal terhadap virus Cucumber mosaic. Behrens menjelaskan bahwa tanaman dalam percobaan ini terinfeksi dengan beban viral yang sangat tinggi: semua tanaman yang tidak diberi perlakuan mati. Sebaliknya, 80 hingga 100 persen tanaman yang diberi perlakuan selamat. Keuntungan lain dari agen edsRNA adalah saat kemasan ini terurai, sejumlah molekul siRNA yang efisien diproduksi untuk menyerang virus di berbagai tempat, yang secara signifikan meningkatkan efek perlindungannya. Behrens mengatakan bawah virus RNA seperti Cucumber mosaic virus berbahaya karena mereka dapat berevolusi dengan cepat. Selain itu, materi genetik virus ini terdiri dari tiga bagian terpisah yang bisa bercampur, meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi baru. Untuk mencapai perlindungan maksimal terhadap virus, bahan aktif kami menargetkan bagian-bagian yang berbeda dari genom. Tim juga telah mengoptimalkan proses penyaringan untuk siRNA yang efisien dan dapat menyesuaikan prosedur ini untuk menargetkan mutasi virus baru dalam dua hingga empat minggu. Waktu adalah faktor yang penting, ujar Behrens. Ketika varian virus baru muncul, kami dapat dengan cepat memodifikasi agen aktif kami sesuai dengan itu. Pendekatan ini juga dapat diterapkan untuk patogen dan hama lainnya.

Hingga saat ini, zat-zat ini telah diterapkan secara manual di laboratorium, baik dengan injeksi maupun dengan menggosokkannya ke daun tanaman. Tim ini bekerja sama dengan profesor ahli farmasi dan pengiriman obat, Karsten Mäder dari MLU, untuk membuat zat berbasis RNA ini lebih tahan lama dan lebih mudah diterapkan pada tanaman, misalnya dengan cara disemprotkan. Di sisi lain, mereka juga merencanakan uji lapangan untuk menguji zat-zat berbasis RNA dalam kondisi nyata. Mereka juga sedang berbicara dengan perusahaan untuk produksi industri di masa depan. Namun, produk perlindungan tanaman baru ini harus melalui proses persetujuan, sehingga produk untuk mengatasi virus Cucumber mosaic mungkin baru akan tersedia di pasar dalam beberapa waktu. Akan tetapai, Behrens mengatakan bahwa mereka yakin bahwa pendekatan tersebut dapat direalisasikan dan juga memberitahukan bahwa produk perlindungan tanaman pertama dengan bahan aktif berbasis RNA baru-baru ini disetujui di AS.

Buah Pikiran

Perkembangan ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis RNA bisa menjadi terobosan besar dalam bidang perlindungan tanaman. Virus seperti Cucumber mosaic virus yang mampu bermutasi dengan cepat dan menyebar luas memberikan tantangan besar bagi para petani di seluruh dunia. Solusi berbasis RNA menawarkan harapan baru dengan metode yang lebih tepat sasaran dan adaptif terhadap perubahan virus. Namun, seperti halnya dengan teknologi baru lainnya, proses uji coba lapangan, perizinan, dan produksi massal akan menjadi tantangan berikutnya. Namun, jika berhasil, pendekatan ini bisa menjadi game changer dalam pertanian dan hortikultura global, membantu meningkatkan ketahanan pangan di tengah ancaman penyakit tanaman yang semakin meluas. (NJD)

Sumber: ScienceDaily

Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/03/250318204106.htm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *