Junk Food Mengacaukan Memori Hanya Dalam Empat Hari?

Sumber ilustrasi: Freepik

4 Oktober 2025 08.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [04.10.2025] Selama ini, pengaruh makanan cepat saji terhadap tubuh seringkali dikaitkan dengan peningkatan berat badan, risiko diabetes, dan penyakit jantung. Namun demikian, temuan ilmiah terbaru menunjukkan bahwa dampaknya jauh melampaui aspek fisik, yakni langsung menyasar otak, terutama bagian yang mengatur memori. Sebuah studi dari peneliti UNC School of Medicine, yang dipublikasikan dalam jurnal Neuron, mengungkap bahwa hanya dalam empat hari konsumsi makanan tinggi lemak, sirkuit otak yang bertanggung jawab terhadap memori dapat terganggu secara signifikan. Penelitian ini memberikan perspektif baru tentang betapa sensitifnya sistem saraf terhadap pola makan.

Studi ini dipimpin oleh Juan Song, PhD, profesor farmakologi dan peneliti di UNC Neuroscience Center, bersama Taylor Landry, PhD, sebagai penulis pertama. Melalui model tikus, tim menemukan bahwa interneuron tipe CCK di hippocampus, bagian otak yang penting untuk memori, menjadi sangat aktif hanya beberapa hari setelah hewan mengonsumsi diet tinggi lemak, yang dirancang menyerupai makanan cepat saji Barat seperti burger dan kentang goreng. Peningkatan aktivitas neuron ini ternyata berkaitan erat dengan penurunan kemampuan otak menerima glukosa, zat gula yang menjadi sumber energi utama otak.

Temuan menarik lainnya adalah keterlibatan protein PKM2, yang memiliki peran penting dalam mengatur cara sel-sel otak menggunakan energi. Ketika asupan glukosa terganggu akibat diet tinggi lemak, protein ini tampaknya memicu perubahan metabolik yang membuat neuron menjadi terlalu aktif dan menyebabkan gangguan pemrosesan memori. Efek ini bahkan muncul sebelum terjadi perubahan fisik seperti kenaikan berat badan atau munculnya diabetes, yang selama ini dianggap sebagai indikator utama gangguan metabolik.

Peneliti juga menguji solusi potensial. Ketika kadar glukosa di otak dipulihkan, aktivitas neuron kembali normal dan kemampuan memori tikus membaik. Hal ini menunjukkan bahwa dampak buruk dari diet tinggi lemak terhadap otak bersifat reversibel, setidaknya dalam jangka pendek. Intervensi seperti puasa intermiten setelah konsumsi diet tinggi lemak juga terbukti efektif dalam mengembalikan fungsi interneuron CCK ke kondisi normal.

Studi ini menyatakan bahwa sirkuit memori sangat peka terhadap perubahan pola makan, dan bahwa konsumsi lemak jenuh yang tinggi dapat secara langsung memperburuk fungsi otak tanpa menunggu efek jangka panjang. Oleh karena itu, nutrisi tidak hanya berperan dalam menjaga kesehatan fisik, tetapi juga krusial dalam mempertahankan fungsi kognitif.

Penelitian ini menjadi dasar penting untuk mengevaluasi kembali pola makan sehari-hari, terutama dalam masyarakat modern yang sangat akrab dengan makanan cepat saji. Para peneliti kini tengah melanjutkan studi lanjutan guna memahami lebih jauh bagaimana neuron yang sensitif terhadap glukosa dapat mengubah ritme otak yang mendukung memori, serta apakah temuan ini dapat diterapkan dalam pengobatan manusia.

Selain terapi berbasis farmakologi, pendekatan gaya hidup seperti pola makan sehat dan stabilisasi kadar glukosa melalui diet seimbang juga akan dieksplorasi lebih lanjut. Harapannya, strategi ini dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap risiko demensia dan penyakit Alzheimer yang berkaitan dengan gangguan metabolik.

Studi ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana konsumsi makanan tinggi lemak dapat dengan cepat memicu gangguan memori melalui perubahan fungsi neuron di hippocampus. Dalam waktu singkat, hanya empat hari, otak mulai menunjukkan respons negatif terhadap penurunan glukosa akibat pola makan tak sehat. Penelitian ini mempertegas bahwa konsekuensi pola makan tidak hanya terlihat dalam timbangan berat badan, tetapi juga langsung tercermin dalam kinerja otak.

Lebih jauh, penelitian ini membuka peluang intervensi yang relatif sederhana dan non-invasif, seperti puasa intermiten atau penyesuaian pola makan, untuk melindungi kesehatan otak dari efek buruk makanan cepat saji. Dengan memahami hubungan erat antara metabolisme, makanan, dan fungsi kognitif, masyarakat dapat mengambil langkah lebih bijak dalam memilih asupan harian, demi menjaga memori dan fungsi otak tetap optimal sepanjang hidup.

Diolah dari artikel:
“Junk Food Can Scramble Memory in Just 4 Days” oleh UNC School of Medicine.

Note: This article was made as part of a dedicated effort to bring science closer to everyday life and to inspire curiosity in its readers.

Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/09/250927031249.htm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *