Kākāpō, Burung Beo Unik yang Gemuk, Tak Bisa Terbang, dan Berumur Panjang

Sumber ilustrasi: Wikimedia Commons

19 Juli 2025 13.40 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [19.07.2025] Kākāpō (Strigops habroptila) adalah salah satu burung paling unik di dunia. Berasal dari Selandia Baru, spesies ini mencerminkan bagaimana evolusi di lingkungan terpencil dapat menghasilkan bentuk kehidupan yang luar biasa. Meskipun hidup di era modern, kākāpō hampir punah akibat aktivitas manusia, namun kini menjadi simbol konservasi spesies yang rentan. Burung ini menarik perhatian tidak hanya karena fisiknya yang besar dan tak biasa, tetapi juga karena perilakunya yang kompleks dan usia hidupnya yang luar biasa panjang.

Kākāpō adalah burung beo besar yang tidak bisa terbang, aktif di malam hari, dan hanya ditemukan di beberapa pulau kecil di lepas pantai Selandia Baru, seperti Codfish, Maud, dan Little Barrier. Nama “kākāpō” berasal dari bahasa Māori yang berarti “burung malam”, sesuai dengan kebiasaannya yang nokturnal. Mereka adalah herbivora yang pola makannya bervariasi mengikuti musim, mencakup umbi-umbian, buah-buahan, tunas tanaman, lumut, dan jamur.

Secara fisik, kākāpō memiliki tubuh yang besar dan bulat, kepala mirip burung hantu, dan kaki yang kokoh. Jantan dapat mencapai panjang 64 sentimeter dan berat hampir 4 kilogram, menjadikannya burung beo terbesar yang masih hidup. Burung ini juga termasuk salah satu spesies unggas dengan usia hidup terpanjang yang diperkirakan bisa mencapai hingga 90 tahun.

Adaptasi kākāpō terhadap lingkungan hutan yang lebat di Selandia Baru tampak dari perilaku pertahanannya yang khas. Saat merasa terancam, mereka cenderung membeku di tempat. Dengan bulu berwarna hijau berbintik-bintik yang menyerupai vegetasi hutan, strategi ini menjadikan mereka hampir tidak terlihat oleh predator. Namun, ketidakmampuan terbang dan perilaku pasif ini juga yang membuat mereka sangat rentan terhadap predator yang dibawa manusia, seperti kucing dan musang.

Salah satu aspek biologis yang paling menarik dari kākāpō adalah sistem reproduksinya. Kākāpō merupakan satu-satunya burung beo di dunia yang melakukan lekking, yaitu perilaku kawin di mana pejantan membuat lekukan di tanah dan memanggil betina dengan suara khas: gabungan antara boom rendah dan ching tinggi. Proses ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan setiap malam, mencerminkan strategi kawin yang sangat kompetitif dan energi-intensif. Selain itu, pejantan mengeluarkan aroma khas dari bulunya, yang diduga berperan dalam menarik perhatian betina.

Meskipun memiliki strategi unik seperti ini, keberhasilan burung ini tergolong rendah di alam liar. Ini dikarena populasi betina yang sangat sedikit, ada pula laporan perilaku kawin yang menyimpang. Salah satu insiden terkenal terjadi saat seekor kākāpō mencoba “mengawini” topi seorang penjaga hutan, yang diabadikan dalam buku Last Chance to See karya Douglas Adams pada tahun 1992.

Kākāpō adalah contoh nyata bagaimana evolusi dalam isolasi dapat melahirkan spesies yang unik namun sangat rentan. Ketidakmampuannya terbang, strategi kawin yang kompleks, dan tingkat reproduksi yang rendah menjadikan konservasi kākāpō sebagai tantangan besar. Meski jumlahnya sempat menurun drastis pada abad ke-20, upaya konservasi intensif kini berhasil menyelamatkan mereka dari kepunahan, meski populasinya masih sangat terbatas.

Keberadaan kākāpō menyoroti pentingnya menjaga keanekaragaman hayati global dan perlunya pendekatan ilmiah dalam upaya pelestarian spesies. Studi tentang burung ini tidak hanya memberi wawasan tentang adaptasi biologis yang luar biasa, namun juga memperkuat pemahaman kita tentang dampak manusia terhadap ekosistem yang rapuh. Upaya konservasi kākāpō saat ini menjadi cermin bagaimana ilmu pengetahuan, kebijakan, dan kesadaran publik harus berjalan seiring demi menjaga kehidupan yang langka dan tak tergantikan.

Diolah dari artikel:
“Kākāpō: The chonky parrot that can live almost 100 years” oleh Mindy Weisberger.

Link: https://www.livescience.com/animals/birds/kakapo-the-chonky-parrot-that-can-live-almost-100-years

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *