Sumber ilustrasi: freepik
9 Juni 2025 11.30 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [09.6.2025] Banyak dari kita ketika keluar dari rumah menggunakan tabir surya untuk melindungi diri dari sinar matahari. Ternyata, terdapat bahan ramah lingkungan yang juga sama ampuhnya dengan bahan tabir surya pada umumnya, dan bahan ini mudah didapat: kulit pisang. Diketahui bahwa di bawah paparan sinar matahari tropis, pisang tumbuh subur. Untuk melindungi diri dari kerusakan akibat sinar ultraviolet (UV), kulit pisang menghasilkan zat pelindung alami. Dari temuan ini, seorang remaja berhasil meneliti potensi zat ini sebagai bahan dasar tabir surya ramah lingkungan yang bisa mengubah cara kita melindungi kulit dari sinar matahari.
Taylor Maguire, 15 tahun, dari Garden City High School di New York, tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya memilih produk kosmetik alami. Dirinya mengatakan bahwa ibunya selalu mengajarkan pentingnya memperhatikan bahan dalam kosmetik. Taylor sendiri lebih menyukai produk organik daripada sintetis yang kemudian memicunya untuk mempertanyakan kandungan dalam tabir surya.
Meski melindungi kulit dari bahaya sengatan matahari, tabir surya sintetis mengandung zat kimia yang berpotensi memicu kanker. Selain berdampak bagi manusia, bahan-bahan ini juga mencemari lingkungan air saat terlarut, membahayakan kehidupan akuatik, mulai dari mengganggu navigasi hewan air tawar hingga menyebabkan kematian organisme tertentu.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Taylor meneliti kemungkinan pengganti yang lebih alami. Pisang, yang tumbuh di lingkungan dengan intensitas UV tinggi, dipilih karena diduga memiliki sistem perlindungan internal terhadap radiasi UV. Temuan ini membuka hipotesis bahwa kulit pisang mengandung senyawa pelindung yang bisa digunakan oleh manusia.
Taylor menduga mekanisme perlindungan ini terletak pada senyawa flavonoid, yakni pigmen alami yang sering digunakan tanaman untuk menghadapi stres UV. Flavonoid ini juga dikenal memiliki sifat antioksidan dan protektif terhadap jaringan, sehingga relevan untuk diaplikasikan ke kulit manusia.
Taylor mengolah kulit luar pisang, bagian yang paling banyak terkena sinar matahari, melalui proses pemanasan, pembekuan, dan penghancuran. Dari proses ini, dirinya menghasilkan dua jenis ekstrak: satu larut dalam air (akuos), dan satu lagi larut dalam minyak (nonpolar). Keduanya diyakini mengandung komponen yang mungkin memiliki efek menyerap sinar UV.
Untuk mengetahui efektivitasnya, Taylor menggunakan spektrofotometer, alat ilmiah yang mampu mengukur seberapa banyak cahaya (termasuk UV) yang diserap cairan. Hasilnya, kedua ekstrak mampu menyerap sinar UV, tetapi ekstrak nonpolar terbukti paling efektif terutama terhadap sinar UV-A, yang paling merusak kulit.
Akan tetapi efektivitas bukan satu-satunya pertimbangan oleh karena Taylor juga ingin mengetahui dampak lingkungan dari ekstrak pisang tersebut. Dirinya menggunakan planaria (Girardia tigrina), cacing pipih air tawar yang kerap digunakan dalam uji toksisitas, sebagai indikator untuk menilai keamanan ekologis dari bahan tabir surya.
Planaria dimasukkan ke dalam lima larutan uji: dua ekstrak pisang, satu larutan tabir surya konvensional, air murni, dan gliserol, pelarut kental yang digunakan dalam ekstrak nonpolar dan tabir surya sintetis. Gliserol diuji secara terpisah untuk memastikan apakah ia berperan dalam efek samping yang mungkin muncul.
Hasilnya mengejutkan. Gliserol, ekstrak nonpolar, dan larutan tabir surya toko membuat planaria berhenti bergerak yang merupakan tanda bahwa paparan ini berbahaya atau fatal bagi hewan uji. Gliserol, meskipun aman untuk manusia, terbukti berdampak negatif pada organisme air ini.
Dalam uji lanjutan, Taylor mendapati bahwa gliserol sendiri bisa merusak jaringan planaria meskipun tidak terkena UV. Hasil ini menunjukkan bahwa bahan yang selama ini dianggap aman bagi manusia bisa menjadi berbahaya bagi lingkungan, khususnya ekosistem air tawar.
Di sisi lain, planaria yang terpapar ekstrak akuos dari kulit pisang menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang baik. Bahkan, kelompok ini tampil lebih baik daripada kelompok kontrol (air saja), menunjukkan potensi protektif ekstrak tersebut tanpa efek samping ekologis.
Taylor kemudian mengevaluasi tingkat kerusakan jaringan dengan pewarna khusus yang menyala di bawah cahaya UV. Planaria dari kelompok gliserol dan tabir surya konvensional menunjukkan kerusakan paling parah. Sementara itu, kelompok ekstrak akuos mengalami sedikit kerusakan, dan hanya dalam bentuk bercak, kemungkinan karena tubuh cacing tidak sepenuhnya terlapisi larutan.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi senyawa spesifik dalam ekstrak akuos yang memberikan perlindungan terhadap sinar UV. Jika berhasil diisolasi dan distabilkan, zat tersebut bisa menjadi dasar pengembangan tabir surya berbahan alami, aman bagi manusia, dan ramah terhadap lingkungan air.
Penelitian Taylor menunjukkan bagaimana sains, terutama dari tempat-tempat yang tak terduga, dapat membuka pintu untuk solusi nyata terhadap masalah lingkungan dan kesehatan yang kompleks. Temuan ini dapat memberikan alternatif untuk industri kosmetik dan kesehatan kulit khususnya bagi mereka yang peduli terhadap produk bebas toksin dan berkelanjutan.
Tabir surya alami berbahan pisang berpotensi menggantikan produk yang selama ini mencemari ekosistem laut dan air tawar. Penemuan ini bisa sangat bermanfaat di destinasi wisata tropis, taman laut, dan aktivitas outdoor, di mana penggunaan tabir surya tinggi dan risiko pencemaran lebih besar. Inovasi ini dapat memicu pengembangan produk-produk kosmetik nabati lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan sintetis berisiko tinggi. Penelitian ini juga menekankan pentingnya melibatkan perspektif ekologis dalam inovasi kesehatan, dan menjadi pengingat bahwa bahan yang aman untuk tubuh manusia belum tentu aman untuk seluruh planet. Dengan penemuan ini, kita dapat lebih menjelikan mata mengenai bahan-bahan familiar disekitar kita, oleh karena kemungkinan terdapat sisi lain yang bisa dimanfaatkan yang mungkin lebih baik dari pada yang sudah ada sekarang. (NJD)
Sumber: ScienceNewsExplore
Link: https://www.snexplores.org/article/eco-friendly-sunscreen-bananas