Sumber ilustrasi: freepik
9 Juni 2025 07.45 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [09.6.2025] Seringkah anda tidur sangat larut malam? Atau justru anda sering tidak tidur pada malam hari dan bergadang? Keadaan ini tentunya tidak sepenuhnya merupakan pilihan, dikarenakan mungkin kita tidak tidur malam hari dikarenakan ada tugas yang perlu diselesaikan atau pekerjaan anda mengharuskan anda tidak tidur di malam hari. Kebiasaan tidur bukan hanya soal kenyamanan pribadi. Dari sebuah studi terbaru mengungkap bahwa individu dengan kecenderungan tidur larut malam, dikenal sebagai “night owl”, berpotensi memiliki risiko penurunan fungsi kognitif yang lebih tinggi, terutama pada mereka yang menempuh pendidikan tinggi.
Penelitian ini dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Groningen, Belanda, yang menganalisis data dari 23.798 individu berusia 40 tahun ke atas dari basis data kesehatan masyarakat. Mereka membandingkan kebiasaan tidur dengan hasil tes kognitif Ruff Figural Fluency Test (RFFT) selama sepuluh tahun untuk melihat keterkaitan antara pola tidur dan kemampuan berpikir.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang berpendidikan tinggi yang memiliki kronotipe malam cenderung mengalami penurunan kemampuan berpikir lebih cepat dibanding mereka yang tidur lebih awal. Temuan ini memperkuat pentingnya memahami peran tidur dalam proses penuaan otak dan risiko penyakit seperti demensia dan Alzheimer.
Para peneliti dalam laporan mereka yang ini menuliskan bahwa dalam kelompok berpendidikan tinggi, setiap peningkatan satu jam dalam kecenderungan tidur larut malam dikaitkan dengan penurunan skor kognitif sebesar 0,80 poin per dekade.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa kualitas tidur dan kebiasaan merokok hanya menyumbang sebagian kecil terhadap risiko tersebut, masing-masing sebesar 13,52% dan 18,64%. Artinya, faktor-faktor ini memang relevan, tetapi bukan penyebab utama.
Dengan kata lain, meskipun buruknya kualitas tidur dan merokok berkontribusi terhadap penurunan kognitif, kecenderungan begadang tetap menjadi faktor signifikan yang berdiri sendiri. Keadaan ini menyoroti bahwa risiko tidak semata-mata berasal dari gaya hidup tambahan, namun juga dari pola tidur dasar seseorang.
Meski demikian penelitian ini belum bisa menyimpulkan hubungan sebab-akibat secara langsung. Terlalu banyak variabel yang mungkin memengaruhi hubungan antara kronotipe dan penurunan kognitif, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk memastikannya.
Para peneliti juga memastikan bahwa faktor seperti aktivitas fisik, riwayat merokok, dan konsumsi alkohol tidak menjelaskan hubungan antara kronotipe malam dan penurunan kognitif. Ini memperkuat dugaan bahwa kronotipe sendiri memang memegang peranan penting.
Menariknya, efek ini tampaknya tidak terlihat pada kelompok dengan tingkat pendidikan rendah hingga menengah. Artinya, latar belakang pendidikan bisa memengaruhi seberapa besar dampak kebiasaan tidur terhadap kesehatan otak.
Temuan ini juga melengkapi hasil studi sebelumnya yang masih menunjukkan hasil beragam. Namun, hubungan antara pola tidur dan kesehatan otak sudah lama dikenal, seperti risiko penyakit kardiovaskular dan metabolik yang lebih tinggi pada pekerja shift malam.
Salah satu penjelasan yang diajukan para peneliti adalah bahwa orang berpendidikan tinggi cenderung memiliki jam kerja tetap yang menuntut mereka bangun pagi, meskipun mereka biasa tidur larut malam. Ketimpangan ini bisa menyebabkan kurang tidur kronis yang mempercepat penurunan fungsi otak.
Penurunan kognitif juga mungkin lebih terlihat pada kelompok ini karena mereka memulai dengan kemampuan otak yang lebih tinggi, sehingga penurunan performa jadi lebih mencolok dan terukur dengan tes-tes seperti RFFT.
Para peneliti mencatat bahwa sampel penelitian mereka memiliki jumlah kronotipe pagi yang rendah, sehingga bisa memengaruhi hasil keseluruhan. Ini menjadi catatan penting untuk interpretasi data.
Di tengah meningkatnya populasi lansia secara global, upaya mengidentifikasi faktor-faktor penyebab demensia dan penurunan kognitif menjadi semakin mendesak. Diperkirakan lebih dari 57 juta orang di dunia saat ini hidup dengan demensia, dan angka ini bisa lebih dari dua kali lipat pada tahun 2050. Dituliskan bahwa dengan meningkatnya harapan hidup dan populasi yang menua di seluruh dunia, menjaga kesehatan kognitif adalah prioritas global yang mendesak.
Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal ilmiah Journal of Prevention of Alzheimer’s Disease, dan menjadi langkah maju dalam memahami cara pencegahan demensia sejak dini melalui pola hidup sehari-hari.
Studi ini menyoroti pentingnya menyesuaikan jam tidur dengan kebutuhan biologis dan gaya hidup. Bagi mereka yang cenderung begadang, terutama dengan tekanan di pagi hari, risiko kesehatan otak dalam jangka panjang tidak bisa diabaikan. Penyesuaian gaya hidup seperti mengatur ulang jadwal tidur, meningkatkan kualitas tidur, dan mengurangi stres bisa menjadi strategi preventif.
Selain itu, hasil ini juga dapat menjadi dasar bagi pembuat kebijakan dan perusahaan untuk merancang kebijakan kerja yang lebih fleksibel, khususnya bagi pekerja berpendidikan tinggi yang terbukti lebih sensitif terhadap ketidaksesuaian antara kronotipe dan ritme kerja. Dengan langkah kecil seperti ini, kita bisa melindungi kesehatan otak dalam jangka panjang di tengah dunia kerja yang semakin cepat dan penuh tekanan. (NJD)
Sumber: ScienceAlert
Link: https://www.sciencealert.com/night-owls-may-be-at-higher-risk-of-cognitive-decline-heres-why