Pemotongan Dana Riset AS Picu Gelombang Eksodus Ilmuwan

Sumber ilustrasi: pixabay

28 Mei 2025 21.05 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [28.5.2025] Berita terbaru dari Amerika. Ribuan ilmuwan Amerika Serikat tengah menghadapi pemutusan hubungan kerja dan kehilangan hibah penelitian diakibatkan pemotongan besar-besaran anggaran riset federal oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Negara-negara lain kini memanfaatkan situasi tersebut dan bersegera untuk membuka pintu mereka bagi para peneliti yang terusir dikarenakan sistem dari AS.

Terlihat sejumlah universitas dan pemerintah dari negara lain bergerak cepat merespons perubahan ini. Kanada meluncurkan program Canada Leads untuk menarik peneliti biomedis muda. Prancis memperkenalkan Safe Place for Science yang menyambut ilmuwan AS yang merasa kebebasan akademiknya terancam. Sementara Australia menjanjikan gaji kompetitif dan bantuan relokasi lewat Global Talent Attraction Program.

Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Australia, Anna-Maria Arabia, menyatakan bahaw mereka melihat keadaan ini sebagai peluang luar biasa untuk menarik beberapa pemikir terpandai dunia.

Selama lebih dari tujuh dekade, AS telah menjadi motor utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan global. Hal ini berkat pendanaan besar untuk riset universitas dan lembaga federal seperti NIH, NSF, dan NASA. Kontribusi AS melahirkan penemuan penting seperti internet dan pengobatan kanker modern.

Akan tetapi Trump, sejak awal masa jabatannya, menyoroti adanya “pemborosan” dalam belanja untuk proyek ilmiah-ilmiah ini dan mengarahkan pemangkasan tajam pada banyak lembaga. Anggaran NIH diproyeksikan turun hingga 40%, dan NSF hingga 55% dalam proposal anggaran Gedung Putih. Beberapa universitas merespons dengan menghentikan rekrutmen, memberhentikan staf, dan membatasi penerimaan mahasiswa pascasarjana. Bahkan, izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional sempat dicabut, meski kemudian ditangguhkan oleh pengadilan.

Fenomena gelombang pemangkasan ini kemudian membuat peneliti AS menjadi target rekrutmen internasional. Di Prancis, 139 dari 300 pelamar program Safe Place for Science berasal dari AS, termasuk ilmuwan AI dan astrofisika. Institut Genetika Prancis melaporkan jumlah pelamar dari AS meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Di Jerman, program Lise Meitner Excellence menarik tiga kali lebih banyak pelamar AS dibanding tahun lalu.

Perekrut global juga mencatat peningkatan minat. Natalie Derry dari WittKieffer, firma perekrutan berbasis di Inggris mencatat kenaikan 25–35% dalam jumlah ilmuwan AS yang secara aktif mencari posisi di luar negeri. Yang menjadi daya tarik utama bukan hanya gaji, namun juga jaminan kebebasan akademik. Eric Berton, Presiden Universitas Aix-Marseille, menyebut bahwa ilmuwan AS “lebih mengutamakan kelanjutan riset dan kebebasan akademik daripada uang.”

Meskipun lonjakan aplikasi internasional terlihat signifikan, para pengamat menyebut terlalu dini menyimpulkannya sebagai brain drain (fenomena di mana tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi meninggalkan negara asal mereka untuk mencari peluang yang lebih baik di negara lain). Proses evaluasi dan relokasi dapat memakan waktu berbulan-bulan dan  meskipun dipangkas, dana R&D AS masih menjadi yang terbesar di dunia, menyumbang 29% dari total global pada 2023.

Sinyal kekhawatiran, namun demilian, mulai tampak. Brad Wouters dari University Health Network Kanada mengatakan bahwa terdapat ancaman terhadap sains di selatan perbatasan mereka.dan menyebut generasi peneliti muda AS sedang dalam kondisi tidak menentu.

Beberapa ilmuwan mulai mempertimbangkan langkah drastis. Brandon Coventry, peneliti postdoktoral di University of Wisconsin-Madison, melamar posisi di Kanada dan Prancis setelah pendanaan riset di AS menjadi tak pasti. “Dirinya tak pernah membayangkan untuk pergi meninggalkan AS. Akan tetapi keadaan ini membuat opsi ini menjadi opsi serius.

Memindahkan kehidupan dan karier ilmiah bukan hal mudah. Marianna Zhang dari NYU kehilangan hibah NSF dan merasa risetnya tak lagi dihargai oleh negaranya sendiri. Meski begitu dirinya mengaku ragu untuk langsung hengkang dikarenakan permasalahan ini bukanlah solusi semudah hanya dengan pindah negara. Program rekrutmen internasional memang menjanjikan peluang. Akan tetapi belum tentu bisa sepenuhnya menggantikan kapasitas dan infrastruktur yang kini terancam di AS.

Ketakutan utama komunitas ilmiah internasional bukan sekadar kehilangan mitra kerja, namun juga juga runtuhnya ekosistem kolaboratif global. Patrick Cramer dari Max Planck Society Jerman mengingatkan bahwa riset modern sangat bergantung pada pertukaran data lintas negara. Jika kolaborasi dihentikan dan database ditutup, efeknya akan terasa di seluruh dunia. Patrick Schultz dari Institut Genetika Prancis menyatakan bahwa AS selalu menjadi panutan dalam sains dan pendidikan. Kebijakan pemotongan ini menakutkan karena mengganggu stabilitas global.

Pemangkasan besar-besaran terhadap dana riset di Amerika Serikat bukan sekadar isu domestic, namun juga suatu isu bagi ekosistem ilmu pengetahuan global. Dunia riset tidak dapat tumbuh dalam ruang tertutup. Ilmu pengetahuan adalah aktivitas kolaboratif yang melintasi batas negara dan politik. Jika ilmuwan AS terdorong keluar karena kebijakan dalam negeri, negara lain mungkin bisa memetik manfaat jangka pendek dalam bentuk talent influx. Dalam jangka panjang, mukin akan lebih dirasakan kerugiannya dimana jika kolaborasi besar, seperti penelitian penyakit global, perubahan iklim, atau teknologi mutakhir, kehilangan pusat-pusat kekuatannya. Sains pada akhirnya adalah perihal kebebasan bertanya. Jika cukup orang bertanya, tentunya pengetahuan baru mengenai situasi ini akan muncul ke permukaan. (NJD)

Sumber: Apnews

Link: https://apnews.com/article/trump-research-funding-cuts-brain-drain-f1ac9fe5c8a90f5d5ec9b2726475e10e

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *