Pendidikan Dasar Gratis

Sumber ilustrasi: unsplash

Oleh: Pandu Sagara
28 Mei 2025 20.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Dalam Pasal 31 UUD 1945, ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya. Pada Mei 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat terobosan penting dengan mengabulkan sebagian uji materi terhadap Pasal 34 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan tersebut menyatakan bahwa pemerintah wajib menyediakan pendidikan dasar secara gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta. Langkah ini menandai babak baru dalam upaya menjamin kesetaraan akses terhadap pendidikan dasar yang inklusif dan berkeadilan.

Keputusan penting ini perlu disambut dengan baik, sebagai tanda bahwa terbuka kemungkinan dimana kebijakan merupakan representasi dari kepentingan masyarakat kebanyakan. Hal ini seperti pelepas dahaga panjang, dimana pada kebanyakan peristiwa kebijakan, yang lebih menonjol adalah keadaan dimana kepentingan ekonomi tertentu memimpin suatu Keputusan, sedemikian sehingga kebanyakan warga justru harus menanggung beban yang tidak mudah. Oleh sebab itulah, sambutan hangat perlu dialamatkan pada dua titik utama, yakni: (1) masyarakat memastikan kebijakan dijalankan secara segera dan konsisten; dan (2) masyarakat terus mengkonsolidasi dirinya, untuk secara bersama terus mengawal, agar masalah-masalah mendasar di lapangan Pendidikan terus mendapatkan perhatian.

Lebih Jauh

Mengapa perlu perhatian bersama? Hal ini mengingat bahwa keputusan MK memiliki dampak signifikan terhadap kondisi sosial masyarakat. Salah satu persoalan utama dalam sistem pendidikan Indonesia adalah kesenjangan akses akibat faktor biaya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa masih banyaknya anak usia sekolah dasar hingga menengah pertama tidak melanjutkan pendidikan, sebagian besar disebabkan oleh keterbatasan ekonomi.

Kebijakan pendidikan gratis yang mencakup sekolah swasta memungkinkan anak-anak dari keluarga miskin untuk tetap bersekolah, bahkan jika di daerahnya tidak tersedia sekolah negeri. Hal ini akan memperluas jangkauan pemerataan pendidikan, khususnya di wilayah-wilayah yang belum tersentuh layanan publik optimal. Selain itu, langkah ini turut memperkuat peran pendidikan dalam memutus rantai kemiskinan antargenerasi.

Ekonomi

Dari sisi ekonomi, kebijakan ini menuntut revisi besar dalam alokasi dan efisiensi anggaran. Pendidikan adalah sektor dengan porsi anggaran yang signifikan. Secara konstitusional, minimal 20% dari APBN dan APBD harus dialokasikan untuk pendidikan. Namun dalam praktiknya, pengalokasian ini belum sepenuhnya efektif menyasar kebutuhan langsung peserta didik.

Revisi kebijakan bantuan operasional sekolah menjadi sangat krusial. Dana tersebut selama ini hanya mencakup sekolah negeri dan sekolah swasta dengan kriteria tertentu. Putusan MK mendorong perluasan skema pembiayaan agar sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar juga menerima subsidi secara proporsional. Ini memerlukan perhitungan ulang unit cost per siswa secara nasional untuk memastikan kelayakan dan kecukupan pendanaan.

Peluang ekonomi juga terbuka. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, produktivitas tenaga kerja dalam jangka panjang dapat terdongkrak. Pendidikan dasar yang lebih merata menjadi fondasi pembangunan sumber daya manusia unggul, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat daya saing nasional.

Perbaikan

Putusan MK harus dipandang bukan hanya sebagai dorongan moral, melainkan juga mandat konstitusional yang wajib diimplementasikan.Banyak pihak menyambut putusan ini dan mendorong pemerintah untuk merevisi regulasi teknis, terutama yang terkait dengan dana BOS dan sistem pendanaan pendidikan lainnya. Tata kelola yang transparan dan akuntabel menjadi syarat mutlak agar dana yang digelontorkan benar-benar menyasar kebutuhan esensial pendidikan: guru, infrastruktur, alat belajar, serta kegiatan pembelajaran.

Lebih lanjut, organisasi masyarakat sipil yang bekerja dalam issue perlindungan anak memberikan catatan penting mengenai pentingnya menghapus pungutan liar di sekolah, serta menyelaraskan belanja pendidikan dengan kebutuhan anak. Pemerintah daerah yang belum memenuhi alokasi 20% untuk pendidikan harus ditekan agar segera patuh terhadap amanat undang-undang. Sebagian pihak juga menyoroti pentingnya pendekatan afirmatif untuk menjamin anak-anak dari kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas dan anak-anak di daerah tertinggal, juga merasakan manfaat kebijakan ini.

Tantangan

Implementasi kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Seperti disampaikan MK, hak atas pendidikan merupakan bagian dari hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap. Pemerintah perlu menyusun roadmap implementasi jangka pendek, menengah, dan panjang yang realistis. Pendekatan selektif dan afirmatif mungkin perlu diterapkan di tahap awal, misalnya dengan menggratiskan pendidikan dasar di sekolah swasta yang menerima siswa dari keluarga miskin atau berada di daerah terpencil terlebih dahulu.

Koordinasi lintas kementerian, antara lain Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, menjadi kunci untuk sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Selain itu, sebagaimana telah disampaikan di depan, bahwa dibutuhkan kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga pengawas publik perlu ditingkatkan untuk menjamin implementasi berjalan tanpa penyimpangan. Sudah barang tidak berhenti sampai pada soal implementasi, melainkan juga hal yang lebih luas dalam menjawab tantangan jaman. Tantangan baru membutuhkan jawaban baru. Arahnya, agar kebijakan ini mendorong perbaikan yang luas, termasuk materi dan metode pembelajaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *