Sumber ilustrasi: pixabay
30 Mei 2025 13.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [30.5.2025] Kondisi terkini perihal tarif dagang Trump. Pengadilan Banding Federal Amerika Serikat untuk Sirkuit Federal di Washington pada hari Kamis mengizinkan sementara pemberlakuan kembali tarif dagang paling luas yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Keputusan ini datang hanya sehari setelah Pengadilan Perdagangan Internasional AS menyatakan bahwa Trump melampaui kewenangannya dalam menetapkan tarif, dan memerintahkan penghentian segera.
Pengadilan banding menangguhkan putusan pengadilan yang lebih rendah untuk memberikan waktu bagi pemerintah mengajukan banding. Para penggugat diberi tenggat hingga 5 Juni untuk merespons, sedangkan pemerintah harus menanggapi pada 9 Juni nanti. Tenggat waktu ini memungkinkan tarif untuk tetap berlaku selama proses hukum berlanjut.
Putusan awal yang dikeluarkan Rabu oleh pengadilan perdagangan mengejutkan banyak pihak, karena putusan ini mengancam membatalkan atau setidaknya menunda tarif yang Trump sebut sebagai “Liberation Day Tariffs”. Tarif ini diberlakukan kepada sebagian besar mitra dagang AS, termasuk Kanada, Meksiko, dan China, sebagai bagian dari tudingan bahwa ketiga negara tersebut membantu peredaran fentanyl (obat Pereda nyeri) ke AS.
Pengadilan menilai bahwa Konstitusi memberikan hak untuk menetapkan pajak dan tarif kepada Kongres, bukan Presiden. Lebih lanjut, Trump dianggap menyalahgunakan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), undang-undang yang biasanya digunakan dalam situasi darurat nasional, untuk tujuan perdagangan.
Namun demikian, pejabat senior dalam pemerintahan Trump tetap optimis. Mereka menyatakan yakin akan memenangkan banding atau akan menggunakan kewenangan presiden lainnya untuk memastikan tarif tetap diberlakukan. Mereka juga menegaskan bahwa putusan tersebut belum mengganggu jadwal negosiasi dagang dengan mitra utama dalam beberapa hari ke depan.
Donald Trump merespons dengan keras melalui media sosial, menyebut putusan pengadilan sebagai “menghancurkan kekuasaan Presiden” dan menyuarakan harapan agar Mahkamah Agung membatalkan keputusan tersebut. Trump menyatakan bahwa jika Presiden harus meminta izin Kongres untuk memberlakukan tarif, maka institusi Kepresidenan AS akan kehilangan taring mereka.
Respons dari mitra dagang AS terlihat cenderung hati-hati. Pemerintah Inggris menyebut bahwa ini merupakan urusan internal AS dan bagian awal dari proses hukum. Uni Eropa dan Jerman memilih tidak berkomentar. Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Mark Carney menyebut putusan tersebut sesuai dengan posisi lama negaranya yang menganggap tarif Trump ilegal.
Pasar keuangan, yang selama ini sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan perdagangan Trump, merespons dengan optimisme moderat terhadap putusan pengadilan perdagangan. Namun, potensi banding jangka panjang membuat pergerakan saham tetap terbatas. Analis menyebut ketidakpastian tetap tinggi, terutama karena tarif ini telah merugikan pelaku usaha AS lebih dari $34 miliar dalam bentuk kehilangan penjualan dan peningkatan biaya operasional.
Beberapa tarif yang diberlakukan atas alasan keamanan nasional, termasuk pada baja, aluminium, dan mobil, tidak terpengaruh oleh putusan ini karena diberlakukan melalui jalur hukum yang berbeda. Namun, penggugat utama dalam kasus ini, lima usaha kecil yang diwakili oleh Liberty Justice Center, menyatakan bahwa bisnis mereka menghadapi ancaman eksistensial karena gangguan rantai pasok dan hilangnya pemasok serta pelanggan utama.
Selain itu, pengadilan federal lainnya pada hari yang sama juga menyatakan bahwa Trump telah melebihi wewenang dalam menggunakan IEEPA untuk menetapkan tarif balasan minimal 10% dan tambahan 25% terhadap produk dari mitra dagang utama, termasuk terkait fentanyl. Namun, keputusan ini bersifat terbatas dan hanya berlaku untuk satu perusahaan mainan yang mengajukan gugatan terpisah.
Ketidakpastian tetap membayangi masa depan tarif Trump. Setelah reaksi pasar yang keras terhadap pengumuman tarif besar-besaran pada 2 April, Trump menunda sebagian besar tarif selama 90 hari dan menyatakan akan merundingkan kesepakatan bilateral. Namun sejauh ini, hanya Inggris yang berhasil mencapai kesepakatan, sementara negara-negara lain seperti Jepang kemungkinan akan menunggu kejelasan hukum sebelum melanjutkan pembicaraan.
Menurut George Lagarias dari Forvis Mazars, jika banding gagal dalam waktu dekat, hal ini memberi waktu bagi pelaku pasar untuk bersiap serta membatasi skala tarif, yang untuk saat ini tidak dapat melebihi 15%. Estimasi dari Oxford Research menyatakan bahwa putusan pengadilan perdagangan bisa menurunkan tarif efektif AS ke 6%, tetapi dengan adanya stay dari pengadilan banding, tarif tetap berada di kisaran 15%, yang dimana level ini telah berlaku sejak kesepakatan sementara Trump dengan Tiongkok awal bulan ini.
Perang tarif yang diperbarui ini kembali mengguncang produsen mulai dari tas mewah hingga kendaraan bermotor. Perusahaan seperti Diageo, General Motors, dan Ford telah menarik proyeksi pendapatan tahunan mereka karena volatilitas harga bahan baku. Sejumlah perusahaan multinasional seperti Honda, Campari, Roche, dan Novartis bahkan mempertimbangkan relokasi atau ekspansi operasi di AS untuk menghindari dampak negatif dari tarif.
Keputusan pengadilan banding AS ini bukan sekadar masalah hukum domestik, namun juga menciptakan ketidakpastian besar dalam perekonomian global. Di tengah ancaman resesi dan pemulihan pasca-pandemi yang rapuh, kembalinya kebijakan tarif sepihak AS bisa memicu ketegangan dagang baru, memperburuk kondisi rantai pasok, dan memperlambat laju perdagangan internasional.
Dampak langsungnya yang dapat dilihat ada pada terganggunya arus barang dan naiknya harga komoditas global, yang dapat menekan inflasi di berbagai negara. Negara-negara yang menjadi sasaran tarif akan semakin berhati-hati dalam menjalin perjanjian dagang dengan AS. Selain itu, upaya relokasi produksi oleh perusahaan multinasional ke AS sebagai langkah menghindari tarif juga berpotensi mengganggu keseimbangan ekonomi kawasan, terutama di Asia.
Lebih dari itu, kasus ini kembali menyoroti ketegangan antara kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam demokrasi Amerika. Jika presiden terus menggunakan keadaan darurat untuk memperluas otoritas ekonomi tanpa persetujuan Kongres, maka keadaan ini dapat melemahkan prinsip check and balance yang menjadi fondasi sistem pemerintahan AS.
Negara-negara lain dapat melihat langkah ini sebagai sinyal bahwa AS semakin proteksionis dan tidak dapat diprediksi dalam kebijakan perdagangannya, sesuatu yang dapat merugikan reputasi jangka panjang Amerika Serikat sebagai mitra dagang terpercaya. (NJD)
Sumber: Reuters