Sumber ilustrasi: pixabay
29 Mei 2025 13.35 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [29.5.2025] Kabar terbaru dari Jerman. Jumlah pengangguran di Jerman meningkat tajam pada Mei, mendekati angka 3 juta untuk pertama kalinya sejak 2010, sebuah tanda jelas bahwa negara dengan ekonomi terbesar di Eropa itu masih bergulat dengan tekanan berat di sektor manufaktur.
Menurut data yang dirilis oleh Badan Tenaga Kerja Federal Jerman, jumlah pengangguran mencapai 2,96 juta orang, meningkat sebesar 34.000 secara musiman dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini jauh melampaui ekspektasi analis yang memperkirakan tambahan hanya sekitar 10.000 orang.
Meskipun tingkat pengangguran jika dilihat secara bulanan tetap di angka 6,3%, akan tetapi peningkatan secara tahunan menunjukkan tekanan struktural yang lebih dalam. Para ekonom menilai bahwa akar masalah terletak pada kelesuan sektor manufaktur yang terus membebani pemulihan pascapandemi.
Dr. Cyrus de la Rubia, Kepala Ekonom di Hamburg Commercial Bank mengatakan bahwa kenaikan memiliki kaitan erat dengan lemahnya sektor industry. Akan tetapi dirinya mengatakan terdapat harapan dengan adanya rencana ekspansi fiskal dari pemerintah baru.
Pemerintah Jerman baru-baru ini melonggarkan aturan ketat anggaran negara, termasuk merevisi aturan “rem utang” (debt brake). Kini, pengeluaran pertahanan di atas 1% dari PDB tidak lagi terikat pada batas pinjaman. Selain itu, pemerintah mengalokasikan dana sebesar €500 miliar untuk proyek infrastruktur, diharapkan dapat memberi dorongan jangka menengah bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Akan tetapi Dr. de la Rubia menekankan bahwa tantangan utama bukan hanya pengangguran, melainkan krisis tenaga kerja terampil yang masih membayangi berbagai sektor industri.
Pemerintah yang dipimpin Kanselir Friedrich Merz mengusung berbagai langkah untuk menstabilkan pasar tenaga kerja. Di antaranya adalah pemberian insentif bagi pensiunan agar tetap bekerja, kebijakan imigrasi yang lebih selektif, serta pendekatan aktif untuk menggerakkan kembali para pencari kerja yang menganggur.
Terlepas dari kebijakan tersebut, tekanan terhadap ekonomi Jerman tidak hanya berasal dari dalam negeri. Sejumlah faktor eksternal ikut memperberat kondisi, seperti pemutusan pasokan energi dari Rusia, birokrasi yang lamban, investasi publik yang minim, hingga kompetisi ketat dari produsen Tiongkok.
Kepala Riset Makro Global ING, Carsten Brzeski, menilai bahwa pelemahan ini adalah bagian dari “pendaratan lunak” yang sudah terjadi sejak 2022. Dirinya mencatat bahwa meski pengangguran meningkat dari 2,2 juta pada Mei 2022 ke hampir 3 juta saat ini, sebagian besar kenaikan lapangan kerja sebelumnya justru didorong oleh migrasi dan pekerjaan paruh waktu bergaji rendah. Brzeski menambahkan bahwa peningkatan jumlah pekerja belum mampu mendorong konsumsi rumah tangga, karena pertumbuhan tersebut sebagian besar berasal dari sektor pekerjaan yang tidak stabil,” tambah.
Meski migrasi dinilai membantu menutup kekurangan tenaga kerja, langkah-langkah efisiensi dan pengurangan biaya di sejumlah industri besar serta potensi dampak dari ketegangan perdagangan global, terutama jika Presiden AS Donald Trump kembali melancarkan perang dagang, dapat memperburuk kondisi pasar tenaga kerja.
Lonjakan pengangguran di Jerman menjadi sinyal bagi ekonomi Eropa dan global. Sebagai kekuatan industri utama Eropa, pelemahan struktural dalam sektor manufaktur Jerman berpotensi mengganggu rantai pasokan regional dan global, khususnya di sektor otomotif, mesin, dan teknologi tinggi.
Dampaknya terhadap ekonomi global bisa meluas dalam bentuk penurunan permintaan terhadap barang ekspor dari negara berkembang, penurunan investasi lintas negara, dan melemahnya euro yang bisa mendorong ketidakseimbangan perdagangan.
Di tengah tren deglobalisasi, proteksionisme, dan peralihan geopolitik, ketahanan ekonomi Jerman akan menjadi ujian bagi stabilitas kawasan euro. Bila kebijakan fiskal ekspansif Jerman gagal membalikkan tren ini, maka resesi teknikal di Eropa bisa menjadi lebih panjang dan dalam dari yang diperkirakan. (NJD)
Sumber: Euronews