Perubahan Iklim: Fakta-fakta tentang Pemanasan Global yang Kian Mendesak

sumber ilustrasi: unsplash

16 Apr 2025 07.40 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [16.4.2025] Perubahan iklim merupakan pergeseran jangka panjang dalam pola cuaca rata-rata di Bumi. Fenomena ini sudah terjadi berkali-kali sepanjang sejarah planet ini karena faktor-faktor alami. Namun, perubahan iklim yang terjadi saat ini disebabkan oleh aktivitas manusia seperti mengendarai kendaraan bermotor dan pembakaran bahan bakar fosil. Yang membedakan kondisi saat ini dengan masa lalu adalah kecepatannya yang jauh melampaui perubahan alami.

Ilmuwan mengonfirmasi bahwa perubahan iklim saat ini dipicu oleh peningkatan emisi gas rumah kaca, termasuk karbon dioksida (CO₂) dan metana, yang menjebak panas di atmosfer. Oleh karena itu, meski dikenal dengan istilah “pemanasan global”, para peneliti lebih memilih istilah “perubahan iklim” karena efeknya tidak seragam di seluruh dunia—beberapa wilayah bisa mengalami pendinginan meski suhu global meningkat.

Apakah Perubahan Iklim Nyata?

Mayoritas ilmuwan menyepakati bahwa perubahan iklim adalah kenyataan ilmiah dan didorong oleh aktivitas manusia. Bukti ilmiah ditemukan dalam es kutub, sedimen laut, formasi gua, terumbu karang, dan lingkaran tahunan pada pohon. Jejak kimia seperti kadar CO₂ yang terperangkap dalam es memberikan gambaran kondisi atmosfer masa lampau.

Catatan iklim manusia mulai terstruktur sejak Revolusi Industri pada akhir abad ke-18. Perkembangan teknologi, termasuk satelit sejak tahun 1970-an, memperkaya data seperti suhu permukaan laut, tutupan awan, dan ketebalan es di kutub. Berdasarkan semua data tersebut, suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1°C sejak masa Revolusi Industri dan terus meningkat sekitar 0,2°C setiap dekade dalam beberapa dekade terakhir.

Apa Penyebab Perubahan Iklim?

Perubahan iklim disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang menjebak panas matahari. CO₂, metana, dan dinitrogen oksida adalah gas utama yang bertanggung jawab. Sumber terbesar emisi ini adalah pembakaran batu bara, minyak, dan gas alam, serta aktivitas peternakan dan deforestasi.

Sebelum Revolusi Industri, kadar CO₂ berada pada 280 bagian per sejuta (ppm), namun pada 2021 melonjak menjadi 419 ppm—angka tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir. Dua pertiga dari pemanasan global sejak 1880 terjadi pasca-1975, menunjukkan peningkatan suhu yang sangat cepat.

Apa Dampaknya?

Perubahan iklim telah menyebabkan suhu global naik, permukaan laut meninggi, dan cuaca ekstrem semakin sering. Arktik menjadi kawasan yang paling terdampak dengan mencairnya es laut, termasuk es yang paling tua dan biasanya bertahan sepanjang tahun. Para ilmuwan memprediksi bahwa musim panas tanpa es di Arktik bisa terjadi antara tahun 2040 hingga 2060.

Permukaan laut global telah naik 21–24 cm sejak 1880, menyebabkan peningkatan risiko banjir di wilayah pesisir, terutama di Amerika Serikat. Selain itu, lautan juga mengalami pengasaman karena menyerap CO₂, mengancam kelangsungan hidup terumbu karang dan hewan bercangkang seperti kerang.

Perubahan iklim juga memajukan datangnya musim semi di AS. Model iklim menunjukkan bahwa musim semi lebih awal bisa menjadi hal umum pada 2050. Namun, risiko embun beku yang terlambat tetap ada, berpotensi merusak tanaman muda. Sementara itu, kekeringan dan kebakaran hutan ekstrem meningkat dua kali lipat dan diprediksi akan semakin sering dan parah.

Bisakah Kita Menghentikannya?

Meskipun dampak perubahan iklim sudah terlihat, masih ada peluang untuk mencegah skenario terburuk. Untuk itu, emisi gas rumah kaca harus dikurangi secara drastis. Bahkan jika emisi dihentikan hari ini, pemanasan masih akan berlanjut karena CO₂ bertahan lama di atmosfer.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah teknologi carbon capture and storage (penangkapan dan penyimpanan karbon), namun biayanya sangat mahal. Upaya pencegahan ke depan memerlukan kerja sama global, termasuk perubahan besar dalam cara hidup manusia. Perjanjian Paris merupakan kesepakatan internasional paling ambisius sejauh ini, ditandatangani oleh 195 negara dengan target menjaga pemanasan di bawah 2°C. Namun, implementasinya masih minim, bahkan AS keluar dari perjanjian tersebut pada 2025 di bawah Presiden Donald Trump.

Buah Pikiran

Perubahan iklim bukan sekadar isu lingkungan, melainkan tantangan multidimensional yang menyentuh aspek ekonomi, sosial, politik, dan kesehatan global. Fakta ilmiah yang disampaikan dalam artikel ini memperlihatkan bahwa dampak perubahan iklim tidak lagi bersifat hipotetis. Dari mencairnya es di Kutub Utara hingga meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologis, semua menunjukkan bahwa sistem pendukung kehidupan di Bumi tengah mengalami tekanan serius akibat aktivitas manusia. Ketergantungan kita pada bahan bakar fosil dan kegagalan dalam mengelola emisi karbon telah mempercepat proses yang seharusnya berlangsung secara alami dalam rentang waktu ribuan tahun.

Untuk itu, diperlukan tanggapan kolektif yang tidak hanya bersandar pada kesepakatan internasional seperti Perjanjian Paris, tetapi juga didukung oleh kebijakan domestik yang tegas, inovasi teknologi ramah lingkungan, serta pendidikan publik yang berkelanjutan. Negara-negara dengan emisi tinggi memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk menjadi pelopor dalam mitigasi perubahan iklim. Tanpa komitmen nyata dari aktor-aktor besar global, termasuk negara-negara maju, upaya menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C hanya akan menjadi janji tanpa realisasi. Masa depan iklim bukan semata-mata persoalan ilmiah, tetapi persoalan pilihan: apakah umat manusia mampu bertindak berdasarkan ilmu pengetahuan demi menjaga keberlangsungan peradaban, atau justru memilih jalan yang mempercepat keruntuhannya. (NJD)

Sumber: Livescience

Link: https://www.livescience.com/planet-earth/climate-change/climate-change-facts-about-our-warming-planet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *