Saham Asia Sedikit Menguat, Fokus Pasar Pada Kesepakatan Dagang AS dan Kesehatan Fiskal Global

Sumber ilustrasi: freepik

21 Mei 2025 15.30 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [21.5.2025] Pasar saham Asia mencatat kenaikan moderat pada Rabu, dipengaruhi oleh imbal hasil obligasi yang tetap tinggi serta kecemasan pasar terhadap kesehatan fiskal negara-negara maju dan stagnasi dalam pembentukan kesepakatan dagang baru.

Ketidakpastian yang melingkupi negosiasi perdagangan global dan situasi fiskal Amerika Serikat membuat selera risiko investor tetap terbatas. Para pelaku pasar cenderung menahan diri menunggu perkembangan baru yang lebih menjanjikan sebelum meningkatkan eksposur ke aset-aset berisiko.

Sementara itu, harga minyak mentah melonjak lebih dari satu dolar AS per barel setelah laporan CNN menyebutkan bahwa Israel tengah mempersiapkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Ketegangan ini meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas pasokan dari wilayah produsen utama minyak, Timur Tengah, dan kembali menjadikan geopolitik sebagai faktor utama dalam pergerakan harga komoditas.

Perhatian pasar juga tertuju pada obligasi Jepang, di mana lonjakan imbal hasil tenor panjang sehari sebelumnya menandakan kekhawatiran terhadap daya serap pasar atas utang pemerintah Jepang. Lelang obligasi 20 tahun yang lemah memicu ketegangan. Pada perdagangan Rabu pagi, imbal hasil obligasi 20 tahun naik 2 basis poin, sementara obligasi 30 tahun sedikit turun 1,5 basis poin.

Di sektor ekuitas, indeks blue-chip China (.CSI300) relatif datar dalam perdagangan awal, sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong (.HSI) naik 0,58%. Sentimen di pasar China juga dipengaruhi oleh pernyataan resmi pemerintah yang mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap pihak yang mendukung kebijakan AS yang membatasi penggunaan semikonduktor canggih buatan China.

Indeks MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) menguat 0,5%, sementara indeks saham utama Jepang, Nikkei (.N225), turun 0,18%. Pergerakan ini mencerminkan sikap hati-hati investor terhadap sentimen makroekonomi dan geopolitik yang masih rentan.

Analis pasar keuangan senior dari Capital.com, Kyle Rodda, menilai bahwa pasar saat ini menantikan katalis baru untuk mendorong minat terhadap risiko. Ia menyebut bahwa manuver kebijakan perdagangan AS, termasuk langkah koreksi atas tarif Hari Pembebasan, mengindikasikan tekad untuk menyelesaikan masalah yang berlarut-larut, dan hal ini menjadi penopang utama valuasi saham yang tetap tinggi.

Dari sisi data ekonomi, ekspor Jepang dilaporkan meningkat untuk bulan ketujuh berturut-turut, namun pengiriman ke AS justru menurun. Hal ini mencerminkan dampak negatif dari tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap hubungan dagang kedua negara dan memperlihatkan rapuhnya pemulihan ekonomi Jepang.

Di pasar AS, kekhawatiran fiskal semakin membayangi pergerakan saham. Indeks S&P 500 menghentikan tren penguatan enam hari berturut-turut pada Selasa, terbebani oleh kenaikan imbal hasil obligasi. Pada sesi Asia hari Rabu, imbal hasil tersebut tercatat stabil.

Kongres AS dijadwalkan akan memberikan suara terhadap rancangan undang-undang perpajakan yang berpotensi menambah beban utang federal antara $3 hingga $5 triliun, memperparah posisi utang negara yang saat ini telah mencapai $36,2 triliun. Rencana tersebut muncul hanya beberapa hari setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit AS.

Analis pasar memandang bahwa setiap kemajuan dalam perundingan dagang antara AS dan mitra dagangnya dapat memulihkan selera risiko. Namun, kebijakan proteksionis Donald Trump dinilai telah meninggalkan jejak negatif yang cukup dalam terhadap kestabilan ekonomi global.

Sementara itu, pejabat Federal Reserve pada Selasa menyatakan bahwa kenaikan harga di AS didorong oleh peningkatan tarif impor. Mereka juga menyerukan pendekatan yang lebih sabar dalam pengambilan keputusan suku bunga untuk merespons dinamika tersebut.

Pelaku pasar turut mewaspadai potensi intervensi AS terhadap nilai tukar dolar dalam pertemuan para menteri keuangan G7 yang sedang berlangsung di Kanada, dengan dugaan bahwa pejabat AS ingin mendorong pelemahan nilai dolar guna meningkatkan daya saing ekspor.

Di kawasan Eropa, kontrak berjangka indeks STOXX 50 bergerak stabil sementara FTSE 100 cenderung datar. Para investor menantikan laporan inflasi konsumen Inggris yang akan dirilis hari ini. Menurut jajak pendapat Reuters, inflasi diperkirakan naik menjadi 3,3% pada April dari 2,2% di bulan sebelumnya.

Indeks dolar AS sedikit turun 0,03% menjadi 99,938, setelah mencatat penurunan 1,3% selama dua hari terakhir. Yen Jepang menguat ke 144,27 per dolar AS, mendekati level tertinggi dalam dua minggu terakhir.

Seiring melemahnya dolar dan meningkatnya permintaan terhadap aset aman, harga emas juga mencatat kenaikan. Spot gold naik 0,14% menjadi $3.293 per ounce, tertinggi dalam lebih dari satu minggu terakhir.

Buah Pikiran

Pasar keuangan Asia saat ini berada dalam fase kehati-hatian yang tinggi, mencerminkan respons rasional terhadap kombinasi tekanan fiskal di negara-negara maju dan ketidakpastian arah kebijakan dagang global. Respons Jepang terhadap gejolak utang dan tekanan tarif, serta reaksi China terhadap larangan teknologi, menunjukkan bahwa negara-negara Asia kini lebih bersikap defensif terhadap dampak eksternal.

Ke depan, sinyal-sinyal baru dari pertemuan G7 dan pernyataan Federal Reserve akan sangat menentukan arah pasar. Untuk menjaga stabilitas, negara-negara Asia harus memperkuat koordinasi regional dan memperluas diversifikasi pasar ekspor. Selain itu, perlu adanya konsistensi dalam kebijakan fiskal dan moneter domestik agar daya tahan ekonomi terhadap tekanan eksternal dapat terus ditingkatkan. (NJD)

Sumber: Reuters

Link: https://www.reuters.com/world/china/global-markets-wrapup-1-2025-05-21/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *