Serangan AS terhadap Iran Memicu Ketidakpastian Ekonomi Global dan Tekanan Inflasi

Sumber ilustrasi: freepik

24 Juni 2025 07.45 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [24.6.2025] Kabar terbaru untuk ekonomi global. Serangan udara Amerika Serikat terhadap situs nuklir Iran akhir pekan lalu langsung mengguncang pasar dan menambah lapisan baru ketidakpastian terhadap prospek ekonomi global. Ketegangan geopolitik ini muncul menjelang minggu krusial yang dipenuhi rilis data ekonomi dan pernyataan penting dari pejabat tinggi Federal Reserve, termasuk Ketua Jerome Powell yang akan memberikan kesaksian selama dua hari di Kongres AS.

Dampak awal dari serangan ini mencuat dalam bentuk kekhawatiran lonjakan harga energi dan potensi respons militer atau diplomatik dari Iran yang dapat menyebar jauh di luar kawasan Teluk. Ketika perekonomian AS sendiri sudah berada di bawah tekanan dari kebijakan tarif tinggi era Trump, tambahan tekanan dari lonjakan harga minyak bisa menjadi pukulan lanjutan terhadap daya beli konsumen dan aktivitas ekonomi.

Ellen Zentner, Kepala Strategi Ekonomi Morgan Stanley mengatakan bahwa kenaikan harga minyak dapat menekan pengeluaran rumah tangga dan pada akhirnya memperlambat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Dirinya menambahkan bahwa ketika konsumen menahan belanja, dampaknya bisa sangat cepat dirasakan oleh sektor ritel dan manufaktur.

Akan tetapi di sisi lain, beberapa analis melihat potensi jangka panjang yang lebih optimis. Mereka menilai jika serangan ini berhasil melumpuhkan ambisi nuklir Iran, maka stabilitas kawasan Timur Tengah justru bisa meningkat ke depannya. Yardeni Research mencatat bahwa reaksi pasar saham Israel, yang melonjak ke rekor tertinggi, dapat menjadi sinyal awal adanya transformasi geopolitik besar.

Tim analis dari Yardeni menuliskan bahwa sulit memprediksi dinamika politik Timur Tengah. Akan tetapi respons positif bursa Tel Aviv menunjukkan bahwa investor menilai tindakan ini sebagai langkah menuju keseimbangan baru.

Meski demikian, kekuatan pasar tenaga kerja AS tampak mulai goyah. Tingkat pengangguran yang kini berada di 4,2% masih tergolong rendah, namun data klaim pengangguran yang akan dirilis Kamis dan laporan pengeluaran konsumen pada Jumat diprediksi akan menunjukkan pelemahan yang konsisten sejak awal tahun.

Laporan belanja konsumen yang akan datang juga diperkirakan menjadi yang terlemah sejak Januari. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga mulai menahan konsumsi di tengah inflasi yang masih bertahan mendekati target 2% The Fed. Namun, risiko inflasi ke depan tetap tinggi, terutama jika harga energi terus meningkat.

Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, diperkirakan akan menghadapi pertanyaan tajam dari para anggota Kongres mengenai potensi dampak ekonomi dari konflik di Timur Tengah. Kesaksiannya di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR pada Selasa dan Komite Perbankan Senat pada Rabu menjadi sorotan pasar keuangan global.

Pekan lalu, The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,50%, dengan sinyal bahwa mungkin akan ada dua kali pemotongan suku bunga pada paruh kedua tahun ini. Namun, Powell menegaskan bahwa proyeksi itu dibuat dengan tingkat keyakinan yang rendah, mengingat tingginya ketidakpastian kebijakan tarif dan geopolitik global.

Ekonom senior Wells Fargo, Sam Bullard, mengatakan bahwa perkembangan terbaru antara AS dan Iran akan mengubah cara The Fed melihat keseimbangan risiko inflasi dan pertumbuhan. Dirinya menambahkan bahwa pasar akan memperhatikan bagaimana Fed menyesuaikan proyeksi inflasi akibat harga energi dan tarif, sambil mempertimbangkan dampak negatif dari perlambatan ekonomi.

Serangan militer AS terhadap Iran membawa risiko besar terhadap stabilitas ekonomi global, terutama karena ketergantungan dunia terhadap pasokan energi dari kawasan Teluk. Ketegangan ini bisa mengerek harga minyak global dan memicu inflasi di berbagai negara, dari negara maju hingga negara berkembang. Bagi negara pengimpor minyak seperti Indonesia, misalnya, lonjakan harga energi dapat memicu tekanan pada APBN, mendorong kenaikan harga BBM, dan mempercepat inflasi domestik.

Selain itu, meningkatnya ketidakpastian geopolitik dapat memperlemah sentimen investor, menahan investasi global, dan memperlambat pertumbuhan perdagangan internasional. Dalam konteks saat ini, di mana banyak negara sedang berjuang memulihkan ekonomi pasca pandemi dan menghadapi tekanan suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik adalah gangguan yang tidak diharapkan.

Jika konflik ini berlarut atau berkembang menjadi ketegangan regional yang lebih luas, risiko resesi global bisa kembali menguat. Para pembuat kebijakan fiskal dan moneter di seluruh dunia perlu sigap menyesuaikan strategi mereka agar mampu meredam guncangan eksternal yang kini kian nyata. (NJD)

Sumber: Reuters

Link: https://www.reuters.com/world/middle-east/us-attack-iran-adds-economic-uncertainty-2025-06-23/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *