Serangga Menghilang Akibat Pertanian?

sumber ilustrasi: unsplash

24 Apr 2025 11.05 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [24.4.2025] Populasi serangga global tengah menghadapi krisis penurunan drastis, dan intensifikasi pertanian disebut sebagai faktor utama di antara sejumlah besar penyebab yang saling berkaitan. Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian komprehensif terbaru yang dipimpin oleh tim ilmuwan dari Binghamton University, State University of New York.

Penelitian tersebut dilakukan untuk memahami penyebab penurunan populasi serangga secara menyeluruh. Para peneliti menganalisis lebih dari 175 tinjauan ilmiah yang mencakup lebih dari 500 hipotesis mengenai penyebab penurunan serangga. Hasil dari analisis ini melahirkan jaringan interkoneksi berisi 3.000 hubungan potensial antara berbagai faktor, mulai dari kegiatan pertanian intensif, perubahan tata guna lahan, penggunaan insektisida, hingga dampak urbanisasi.

Christopher Halsch, peneliti pascadoktoral dan penulis utama studi, menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah dengan menelusuri setiap publikasi yang berupa tinjauan atau meta-analisis untuk mengidentifikasi “jalur penyebab” penurunan populasi. Sebagai contoh, satu jalur yang umum adalah: intensifikasi pertanian menyebabkan polusi, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap jumlah serangga.

Dalam jaringan hubungan yang dibangun, pertanian intensif menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab utama, terutama melalui perubahan lahan dan penggunaan pestisida. Namun, para peneliti menekankan bahwa sistem ini sangat kompleks dan saling terkait. Misalnya, iklim juga menjadi faktor penting, namun di dalamnya terdapat elemen-elemen seperti curah hujan ekstrem, kebakaran, dan suhu tinggi, yang pada gilirannya memengaruhi faktor lain.

Eliza Grames, asisten profesor biologi yang juga terlibat dalam studi tersebut, menyoroti adanya celah besar dalam literatur ilmiah saat ini. Dirinya menyatakan bahwa tidak ada satupun makalah yang membahas dampak bencana alam, intrusi manusia, peperangan, atau infrastruktur seperti rel kereta terhadap serangga, padahal semua itu dikenal sebagai ancaman terhadap keanekaragaman hayati secara umum.

Studi ini juga menemukan bahwa fokus penelitian lebih banyak diberikan kepada serangga yang dianggap menarik atau penting secara ekonomi, seperti lebah dan kupu-kupu. Hal ini dianggap menciptakan bias dalam kebijakan konservasi. Grames menyebut bahwa karena prioritas riset diberikan kepada lebah, maka pengetahuan ilmiah tentang spesies ini berkembang pesat, sementara informasi tentang serangga lain justru minim.

Halsch menambahkan bahwa ketergantungan berlebihan pada konservasi lebah dan kupu-kupu dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap spesies lain. Dirinya menyatakan bahwa konservasi yang terlalu terfokus hanya pada serangga populer justru dapat mengabaikan sebagian besar keanekaragaman serangga yang tidak kalah penting secara ekologis.

Para peneliti menegaskan bahwa strategi konservasi ke depan harus mengadopsi pendekatan multi-segi, yang tidak hanya menangani faktor-faktor individu, tetapi juga memahami sistem yang lebih luas dan kompleks yang mendasari penurunan populasi serangga.

Buah Pikiran

Penurunan populasi serangga adalah salah satu indikator paling nyata dari krisis ekologi global yang tengah kita hadapi. Serangga memiliki peran fundamental dalam keberlangsungan ekosistem, mulai dari penyerbukan tanaman, pengendalian hama, hingga daur ulang bahan organik. Oleh karena itu, setiap penurunan jumlah mereka dapat menyebabkan keruntuhan sistem yang lebih luas, termasuk yang secara langsung memengaruhi kehidupan manusia.

Penelitian ini menegaskan bahwa penyebab penurunan serangga sangat kompleks dan tidak dapat disederhanakan hanya pada satu faktor seperti pertanian. Kerangka berpikir yang sempit justru berisiko menyesatkan arah kebijakan konservasi. Pendekatan sistemik, berbasis data, dan lintas disiplin mutlak diperlukan untuk merancang solusi yang efektif dan berkelanjutan.

Penting untuk disadari bahwa konservasi serangga bukan hanya tanggung jawab ilmiah, tetapi juga kewajiban moral dan strategis untuk menjaga stabilitas lingkungan. Kegagalan dalam melindungi keanekaragaman serangga adalah kegagalan dalam menjaga masa depan kehidupan di Bumi. (NJD)

Sumber: ScienceDaily

Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/04/250422131547.htm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *