Sumber ilustrasi: Pixabay
3 September 2025 09.05 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [03.09.2025] Kemampuan mendengar merupakan salah satu fungsi biologis penting yang menentukan keberhasilan bertahan hidup banyak spesies. Dari komunikasi, navigasi, hingga deteksi mangsa atau predator, pendengaran memainkan peran kunci dalam dunia hewan. Namun demikian, mengidentifikasi hewan dengan pendengaran terbaik bukanlah perkara sederhana. Pendengaran terdiri dari berbagai aspek, seperti sensitivitas terhadap frekuensi suara, kemampuan membedakan bunyi yang mirip, dan akurasi dalam menentukan arah suara. Setiap spesies memiliki sistem pendengaran yang disesuaikan dengan lingkungan dan gaya hidupnya.
Sebagai contoh, kelelawar yang berburu di malam hari menggunakan ekolokasi dengan frekuensi tinggi yang tak terdengar oleh manusia. Akan tetapi, ngengat lilin besar mampu menangkap frekuensi hingga 300 kilohertz, sekitar 15 kali lebih tinggi dari batas atas pendengaran manusia. Dengan kemampuan ini, ngengat dapat mendeteksi keberadaan kelelawar dan menghindar sebelum disergap. Kasus seperti ini menunjukkan bahwa sistem pendengaran hewan tidak bisa dinilai hanya dari satu parameter saja.
Para peneliti menyatakan bahwa beberapa hewan menampilkan keunggulan spesifik yang layak mendapat perhatian. Dari burung hantu yang berburu dalam gelap hingga lumba-lumba yang memetakan dunia dengan suara, sistem pendengaran hewan terus memukau dunia ilmiah karena keragamannya yang ekstrem.
Burung hantu gudang (Tyto alba) sering dianggap memiliki salah satu sistem pendengaran paling akurat di dunia burung. Kemampuannya dalam mendeteksi suara mangsa di bawah tumpukan salju atau dedaunan merupakan hasil dari adaptasi kompleks. Struktur bulu di wajahnya membentuk cekungan yang membantu mengarahkan suara ke telinga, sementara letak telinga kiri dan kanan yang tidak simetris memungkinkan perbedaan waktu kecil dalam menerima suara. Perbedaan waktu tersebut diproses oleh otak untuk menentukan arah sumber suara secara presisi yang merupakan penting untuk berburu di malam hari.
Di sisi lain, kelelawar dan lumba-lumba menunjukkan keahlian dalam menggunakan suara bukan hanya sebagai sinyal pasif, tetapi sebagai alat aktif untuk membangun peta lingkungan. Kelelawar memancarkan suara berfrekuensi tinggi, lalu menangkap pantulannya untuk mengetahui lokasi objek di sekitar. Struktur telinga luar mereka besar dan sensitif, sementara bagian otak yang memproses suara sangat berkembang, sebanding dengan bagaimana manusia memproses informasi visual.
Lumba-lumba, meski hidup di lingkungan air, menunjukkan kompleksitas sistem yang serupa. Alih-alih mengandalkan telinga luar, lumba-lumba menggunakan timbunan lemak di sekitar rahang bawah untuk mendeteksi getaran suara dalam air. Saraf pendengaran mereka dua hingga tiga kali lebih tebal dibandingkan mamalia darat, menandakan pentingnya suara dalam kehidupan mereka. Selain itu, mereka memiliki mekanisme peredam internal yang mencegah gangguan dari suara ekolokasi mereka sendiri.
Namun, salah satu kelompok hewan yang jarang disorot adalah pinniped, yaitu keluarga mamalia laut yang mencakup anjing laut, singa laut, dan walrus. Hewan-hewan ini harus mampu mendengar baik di dalam air maupun di darat, tantangan yang tidak dihadapi oleh banyak spesies lain. Saat berenang, mereka mengisi rongga telinga tengah dengan darah, memungkinkan gelombang suara tetap menyebar secara efektif dalam medium cair. Ketika kembali ke darat, rongga tersebut kembali terisi udara, memungkinkan deteksi suara di udara dengan akurasi tinggi.
Beberapa spesies pinniped bahkan menunjukkan pendengaran yang hampir setara dengan burung hantu di darat dan mendekati tingkat kepekaan lumba-lumba di bawah air. Dalam pengamatan lapangan, terdapat laporan tentang anjing laut yang bereaksi terhadap suara salju yang retak dari jarak lebih dari satu kilometer, menandakan tingkat sensitivitas yang sangat tinggi terhadap getaran akustik.
Kemampuan mendengar di dua lingkungan berbeda ini bukan hanya langka, tetapi juga menuntut sistem anatomi dan fisiologi yang sangat fleksibel dan adaptif. Mekanisme semacam ini menunjukkan kompleksitas evolusi pendengaran yang melampaui apa yang umum ditemukan pada hewan darat maupun laut.
Penilaian terhadap pendengaran terbaik dalam dunia hewan tidak bisa diberikan kepada satu spesies tunggal, karena setiap hewan mengembangkan sistem pendengaran yang sesuai dengan kebutuhannya. Burung hantu memiliki presisi yang luar biasa dalam menentukan lokasi mangsa. Kelelawar dan lumba-lumba unggul dalam menciptakan peta akustik dari lingkungan mereka melalui ekolokasi yang sangat kompleks. Sementara itu, pinniped menggabungkan kemampuan mendengar di dua dunia, darat dan laut, dengan sistem yang fleksibel dan efisien.
Studi mengenai pendengaran hewan tidak hanya mengungkap kemampuan luar biasa mereka, tetapi juga memperkaya pemahaman ilmiah tentang bagaimana organisme hidup menyesuaikan diri dengan tantangan lingkungan. Dari burung malam hingga mamalia laut, keragaman cara hewan memanfaatkan suara menegaskan bahwa evolusi pendengaran merupakan kisah sukses yang beragam dan menakjubkan dalam dunia hewan.
Diolah dari artikel:
“Which animal has the best hearing?” oleh Marilyn Perkins.
Link: https://www.livescience.com/animals/which-animal-has-the-best-hearing