Desanomia [16.3.2025] Sebuah studi selama sembilan tahun menunjukkan bahwa sistem rotasi tanaman yang lebih beragam dapat secara signifikan mengurangi kehilangan nitrogen dalam bentuk nitrat dari tanah pertanian tanpa mengorbankan hasil panen.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Environmental Science ini membandingkan sistem pertanian konvensional berbasis rotasi dua tahun antara jagung dan kedelai dengan sistem rotasi tiga tahun yang lebih kompleks, yang mencakup jagung, rye (gandum hitam), kedelai, dan gandum musim dingin. Hasilnya, sistem tiga tahun secara drastis mengurangi jumlah nitrat yang terbawa air drainase pertanian tanpa mengurangi produktivitas lahan.
Nitrat, Drainase Pertanian, dan Dampaknya pada Lingkungan
Di banyak lahan pertanian, petani menggunakan sistem drainase buatan berupa pipa bawah tanah atau saluran air untuk mengalirkan kelebihan air dari ladang. Namun, sistem ini juga membawa nitrat dari pupuk keluar dari tanah dan menuju sungai serta danau, yang sering kali menjadi sumber air minum bagi masyarakat sekitar.
Peningkatan kadar nitrat dalam air dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan, seperti zona mati di Teluk Meksiko, di mana kelebihan nitrogen menyebabkan pertumbuhan alga berlebih yang menguras oksigen dan mengancam kehidupan laut. Oleh karena itu, menemukan metode untuk mengurangi kehilangan nitrat menjadi prioritas utama bagi ilmuwan, pembuat kebijakan, dan petani.
Menurut Lowell Gentry, peneliti di bidang sumber daya alam dan ilmu lingkungan dari University of Illinois Urbana-Champaign, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem rotasi tanaman yang lebih beragam dapat mengurangi kehilangan nitrat dari ladang yang menggunakan sistem drainase buatan sekaligus tetap kompetitif dengan sistem pertanian konvensional berbasis jagung dan kedelai.
Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari tahun 2015 hingga 2023 di sebuah lahan pertanian di Piatt County, Illinois. Tim peneliti membandingkan dua sistem rotasi tanaman:
- Rotasi Konvensional (Dua Tahun): Lahan ditanami jagung dan kedelai secara bergantian.
- Rotasi Intensif (Tiga Tahun):
- Jagung ditanam terlebih dahulu.
- Setelah panen, lahan ditanami gandum hitam (cereal rye) sebagai tanaman penutup untuk menjaga tanah selama musim dingin.
- Tahun berikutnya, lahan ditanami kedelai.
- Setelah kedelai dipanen, lahan ditanami gandum musim dingin (winter wheat) yang dipanen di musim panas.
- Setelah panen gandum, lahan kembali ditanami kedelai sebagai tanaman kedua dalam tahun yang sama (double-crop soybean).
Salah satu perbedaan utama antara kedua sistem ini adalah metode olah tanahnya. Pada sistem konvensional, tanah digarap sepenuhnya setiap musim gugur dan musim semi. Sebaliknya, pada sistem tiga tahun, tim peneliti hanya melakukan strip-tillage, yaitu menggarap tanah secara terbatas hanya pada sepertiga lahan setiap tiga tahun sekali.
Pendekatan ini membantu menjaga kestabilan tanah dan mengurangi erosi.
Hasil Penelitian: Pengurangan Nitrat hingga 50%
Penelitian menunjukkan bahwa sistem rotasi tiga tahun berhasil mengurangi kehilangan nitrat hingga 50%, dibandingkan dengan sistem konvensional dua tahun.
Tanaman penutup seperti gandum hitam dan gandum musim dingin berperan besar dalam menyerap nitrogen berlebih dari tanah selama musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Tanaman ini membantu menjaga kadar nitrat dalam tanah tetap rendah, sehingga mengurangi jumlah nitrat yang terbawa air drainase pertanian.
Menurut Gentry, pendekatan ini lebih efisien dibandingkan solusi lain seperti penggunaan bioreaktor serbuk kayu atau pembuatan lahan basah buatan, yang hanya berfungsi menangkap nitrat yang sudah keluar dari ladang tanpa mengembalikannya ke tanah sebagai nutrisi.
“Dibandingkan membiarkan nitrogen terbuang ke air dan mencoba menangkapnya kembali, jauh lebih efektif jika kita dapat menyimpannya di dalam tanah sejak awal,” kata Gentry.
Dampak terhadap Hasil Panen dan Kualitas Tanah
Hasil panen dalam sistem tiga tahun tetap sebanding dengan sistem konvensional, meskipun beberapa tantangan sempat muncul selama penelitian:
- Pada satu tahun, curah hujan tinggi membuat tanaman penutup gandum hitam tumbuh terlalu besar, sehingga mengurangi produksi kedelai hingga 10%.
- Pada tahun lain, musim dingin yang membekukan secara dini merusak tanaman kedelai kedua (double-crop soybean), yang menyebabkan peningkatan kehilangan nitrat pada musim semi berikutnya.
Namun, secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa sistem rotasi tiga tahun tidak hanya mempertahankan hasil panen, tetapi juga meningkatkan kualitas tanah.
Selama bertahun-tahun, tim peneliti mengamati bahwa lahan dengan sistem rotasi tiga tahun lebih cepat menyerap air hujan dibandingkan lahan konvensional. Gentry mencatat bahwa hal ini kemungkinan disebabkan oleh lebih sedikitnya gangguan tanah dan peningkatan populasi cacing tanah, yang membantu meningkatkan porositas tanah dan menyerap air dengan lebih baik.
“Menariknya, kedua sistem ini menggunakan herbisida yang sama, jadi kita tahu bahwa bukan herbisida yang membunuh cacing tanah, melainkan metode olah tanah yang lebih agresif dalam sistem konvensional,” tambahnya.
Dari segi ekonomi, biaya dan keuntungan dari kedua sistem ini relatif sebanding, menunjukkan bahwa metode pertanian berkelanjutan ini dapat menjadi alternatif yang layak bagi petani tanpa mengurangi keuntungan. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link: https://www.sciencedaily.com/releases/2025/03/250313130329.htm