sumber ilustrasi : freepik
Desanomia [28.3.2025] Petani di Kansas dan Missouri ternyata menghindari untuk membicarakan perubahan iklim, meskipun mereka mungkin memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai isu tersebut. Sebuah studi dari Universitas Kansas baru-baru ini mengungkapkan bahwa banyak petani yang dapat dikatakan merasakan langsung perubahan iklim, baik dalam hal dampak langsung yang mereka rasakan maupun kontribusi mereka terhadap masalah ini, memilih untuk tidak membicarakan permasalah ini. Hal ini dilakukan demi menghindari potensi konflik dengan tetangga, anggota komunitas, atau bahkan dengan keluarga mereka sendiri.
Peneliti mewawancarai lebih dari 20 petani di Kansas dan Missouri, Amerika, menggali pandangan mereka mengenai perubahan iklim dan bagaimana topik tersebut memengaruhi kehidupan dan pekerjaan mereka. Ternyata, meskipun ada berbagai pandangan mulai dari yang meyakini bahwa perubahan iklim itu nyata dan berbahaya hingga yang skeptis mengenai penyebabnya, hampir semuanya sepakat untuk menghindari diskusi tentang topik ini. Salah satu alasan utama mereka adalah terdapat ketakutan menciptakan ketegangan atau bahkan merusak hubungan mereka dengan orang lain. Beberapa petani bahkan mengatakan mereka tidak bisa membahasnya dengan keluarga mereka karena takut dianggap aneh.
Dalam studi ini, para peneliti menggunakan teori spiral of silence untuk menganalisis mengapa orang menghindari pembicaraan tentang topik yang dianggap kontroversial. Teori ini menjelaskan bahwa ketika seseorang merasa pandangannya berada dalam minoritas, mereka cenderung memilih untuk tidak berbicara, untuk menghindari konflik atau isolasi sosial. Petani-petani ini tampaknya memilih untuk diam karena takut jika mereka berbicara tentang perubahan iklim, itu akan merusak hubungan mereka atau bahkan bisnis mereka. Misalnya, mereka khawatir tetangga atau komunitas tidak akan bekerja sama dengan mereka jika mereka memiliki pandangan yang berbeda.
Petani juga menunjukkan bahwa mereka sering kali mencoba menilai pendapat seseorang sebelum memutuskan untuk berbicara tentang perubahan iklim. Mereka memperhatikan petunjuk-petunjuk kecil, seperti jenis mobil yang dikendarai orang tersebut, untuk menilai apakah mereka “sependapat” atau tidak. Hal ini semakin menunjukkan bahwa banyak petani yang merasa bahwa pembicaraan tentang perubahan iklim berpotensi memicu ketegangan dan mereka lebih memilih untuk menghindari topik ini.
Media berita tradisional, menurut beberapa petani dalam studi ini, malah cenderung mempolitisasi isu ini sehingga semakin sulit bagi mereka untuk memahami bagaimana orang lain merasakannya. Oleh karena itu, mereka beralih ke media sosial, yang memungkinkan mereka untuk berbicara tentang perubahan iklim dengan lebih bebas, tanpa khawatir harus menghadapi argumen langsung atau kontroversi. Meskipun demikian, mereka juga mengakui bahwa ini bisa menciptakan perasaan terisolasi karena mereka hanya berbicara dengan orang-orang yang sependapat dengan mereka.
Meski banyak petani yang menghindari pembicaraan terbuka tentang perubahan iklim, beberapa di antaranya tetap melakukan tindakan untuk menanggulangi dampaknya. Mereka beralih ke metode pertanian yang lebih ramah lingkungan, seperti pertanian organik dan memberi waktu untuk istirahat pada lahan yang mereka gunakan terlalu lama. Namun, perasaan terisolasi dan ketidakmampuan untuk berdiskusi membuat beberapa dari mereka merasa kesulitan untuk memproses atau menyampaikan perasaan mereka terkait perubahan iklim.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa petani sering merasa terpinggirkan dalam percakapan global mengenai perubahan iklim, karena mereka merasa disalahkan atas kontribusi mereka terhadap masalah ini melalui emisi gas rumah kaca. Padahal, banyak dari mereka yang juga tengah berusaha untuk mengubah praktik pertanian mereka agar lebih ramah lingkungan. Ini adalah masalah serius karena tidak adanya percakapan terbuka tentang perubahan iklim di tingkat lokal dapat memperburuk ketidakpahaman dan memperlambat upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Buah Pikiran
Penelitian ini menunjukkan bagaimana pentingnya menciptakan ruang terbuka bagi diskusi yang konstruktif tentang perubahan iklim, khususnya di kalangan mereka yang terlibat langsung dalam sektor yang sangat dipengaruhi oleh isu ini, seperti petani. Ketakutan akan konflik dan isolasi sosial tidak boleh menghalangi percakapan yang seharusnya penting. Petani, sebagai kelompok yang berada di garis depan dampak perubahan iklim, perlu didorong untuk berbicara tentang masalah ini agar mereka bisa mendapatkan dukungan, solusi, dan pemahaman yang lebih baik, baik di tingkat komunitas maupun pemerintah. Tidak membicarakan masalah ini hanya akan memperburuk situasi, karena akan ada semakin sedikit kesempatan untuk menemukan solusi yang tepat. Pemerintah dan masyarakat harus mendukung penciptaan ruang diskusi yang bebas dari ketegangan dan polarisasi, yang dapat mengarah pada tindakan kolektif yang lebih efektif dalam menghadapi perubahan iklim. (NJD)
Sumber: ScienceDaily
Link : https://www.sciencedaily.com/releases/2025/03/250318141124.htm