Tarif Balasan AS-UE, Negara Mana yang Paling Terancam Dampaknya?

Sumber ilustrasi: Unsplash

18 Juli 2025 13.05 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [18.07.2025] Kabar terbaru ekonomi global. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa kembali memuncak. Menjelang tenggat waktu 1 Agustus 2025, Washington mengancam akan mengenakan tarif sebesar 30% terhadap hampir semua produk asal Uni Eropa, jika kesepakatan perdagangan tidak tercapai. Sebagai respons, Komisi Eropa menyusun rencana balasan berupa tarif terhadap barang-barang asal AS senilai €72 miliar, dengan potensi dampak ekonomi yang signifikan di kawasan Eropa.

Skenario ini membangkitkan kekhawatiran di antara negara-negara anggota Uni, khususnya mereka yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor dan impor barang-barang industri dari AS. Irlandia, Jerman, dan Belanda disebut sebagai negara yang paling rentan terhadap efek domino dari konflik dagang transatlantik ini.

Rencana tarif balasan Uni Eropa menyasar beragam produk industri AS, mulai dari pesawat dan suku cadangnya, mesin, kendaraan bermotor, bahan kimia, plastik, hingga alat medis. Sekitar €65,7 miliar dari total €72 miliar nilai impor berasal dari kategori produk industri berat. Sisanya terdiri dari produk agrikultur seperti bourbon whiskey, serta barang-barang konsumen seperti sikat gigi, mainan taman hiburan, dan lateks alami.

Jika diberlakukan, tarif ini akan menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen dan pelaku usaha di Eropa, yang berpotensi mendorong inflasi. Meski demikian, menurut Sylvain Broyer, Kepala Ekonom Eropa di S&P Global Ratings, dampak terhadap inflasi kemungkinan kecil. Ia memprediksi kenaikan inflasi hanya sekitar beberapa persepuluh persen dan tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Akan tetapi risiko utama justru berasal dari gangguan rantai pasok global, terutama di sektor jasa dan teknologi. UE sangat bergantung pada penyediaan layanan asal AS dalam bidang pembayaran, konsultasi, dan teknologi digital.

Sektor penerbangan menjadi salah satu yang paling terpapar. Menurut dokumen Komisi Eropa, potensi pembatasan impor pesawat dan komponennya dari AS bisa memengaruhi barang senilai hampir €11 miliar. Irlandia tercatat sebagai negara UE dengan impor pesawat AS terbesar, diikuti oleh Prancis, Belanda, dan Jerman. Hubungan lintas perusahaan juga rumit: Thales dari Prancis memasok teknologi untuk Boeing, sementara Honeywell dari AS menyediakan sistem untuk Airbus.

Langkah balasan ini juga menjadi ancaman langsung terhadap pendapatan Boeing, yang meraih $8,7 miliar (€7,5 miliar) dari pasar Eropa pada 2024. Sementara itu, Airbus, rival Eropanya, menghasilkan $16 miliar (€13,8 miliar) dari pasar Amerika Utara. Artinya, tindakan saling balas ini bisa menimbulkan kerugian dua arah di sektor yang sangat strategis.

Negara yang paling disorot dalam potensi kerugian adalah Irlandia yang mengelola lebih dari 10.000 pesawat melalui 50 perusahaan leasing. Ini mewakili 37% dari armada komersial global, menjadikan Irlandia pusat utama dalam industri penerbangan dunia. Jika konflik tarif berlanjut, posisi ini bisa terguncang. Selain itu, Bruegel, sebuah lembaga think tank di Brussel, memperkirakan PDB riil Irlandia bisa turun hingga 3% pada 2028, terutama jika produk farmasi juga dikenai tarif berat.

Di sektor mesin industri, nilai impor yang berisiko terkena tarif mencapai €9,43 miliar. Negara-negara seperti Jerman, Belanda, Prancis, dan Irlandia akan terdampak secara langsung karena mereka menjadi pusat manufaktur yang sangat terhubung dengan AS. Meski beberapa negara memiliki eksposur langsung yang rendah terhadap pasar AS, efek tak langsung melalui rantai pasok regional bisa sangat besar. Sebagai Contoh Jerman memiliki koneksi kuat dengan negara Eropa Tengah dan Timur seperti Hungaria, Polandia, dan Slovakia, terutama di sektor otomotif.

Kendaraan bermotor menjadi kelompok produk ketiga paling terpapar dalam rencana tarif UE. Nilai impor kendaraan dan suku cadang dari AS ke Jerman mencapai €7,5 miliar pada 2024, sementara Belgia sebesar €1,8 miliar. Peningkatan harga dalam sektor ini bisa berdampak pada efisiensi biaya, yang pada akhirnya bisa memicu pengurangan produksi atau pemangkasan tenaga kerja oleh perusahaan seperti Volkswagen dan Mercedes, yang memiliki pabrik di wilayah Eropa Timur.

Sektor lain yang tak luput dari perhatian adalah kimia, plastik, dan perangkat medis. Belgia, Jerman, dan Belanda adalah tiga negara dengan ketergantungan terbesar terhadap produk-produk ini. Nilai impor bahan kimia dari AS ke Belgia mencapai €13,7 miliar, disusul Belanda (€12,5 miliar) dan Jerman (€12,3 miliar). Untuk plastik, nilai tertinggi juga dimiliki Belgia (€3 miliar). Sementara itu, Belanda mendominasi impor alat medis dengan €4,63 miliar, disusul oleh Jerman dan Belgia.

Terakhir, meski produk seperti bourbon dan natural rubber mungkin tampak sepele secara makro, efek domino dari tarif produk agrikultur tidak bisa diremehkan. Jika Washington membalas dengan mengenakan tarif pada anggur Prancis atau wiski Irlandia, maka industri minuman Eropa bisa terkena pukulan besar, baik dari sisi ekspor maupun reputasi.

Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa berpotensi menimbulkan gangguan besar bagi perekonomian Eropa, terutama bagi negara seperti Irlandia, Jerman, dan Belanda yang sangat bergantung pada sektor strategis seperti penerbangan, otomotif, dan farmasi. Meskipun dampak langsung terhadap inflasi diperkirakan kecil, risiko terhadap rantai pasok dan aktivitas ekspor-impor lintas sektor jauh lebih serius.

Agar tidak terjebak dalam eskalasi tarif yang merugikan kedua belah pihak, dibutuhkan pendekatan negosiasi yang lebih fleksibel dan diplomatis. Tanpa solusi yang kompromis, konflik dagang ini justru akan memperlambat upaya pemulihan ekonomi Eropa pasca pandemi dan memperburuk ketidakpastian global.

Diolah dari artikel:
“Retaliatory tariffs: Which EU countries could be impacted the most?” oleh Doloresz Katanich.

Link: https://www.euronews.com/business/2025/07/17/retaliatory-tariffs-which-eu-countries-could-be-impacted-the-most

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *