Teknologi Inovatif untuk Mengembalikan Es Laut Arktik

sumber ilustrasi: freepik

28 Apr 2025 11.45 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [28.4.2025] Upaya pelestarian lingkungan Arktik kini memasuki babak baru dengan diluncurkannya eksperimen berskala besar oleh organisasi nirlaba asal Inggris, Real Ice. Melalui penerapan teknologi sederhana namun inovatif, organisasi ini berharap dapat menumbuhkan kembali es laut yang semakin menipis akibat perubahan iklim. Teknologi tersebut berupa pompa bertenaga hidrogen yang menyemprotkan air laut ke permukaan es untuk kemudian membeku dan mempertebal lapisan es yang ada. Musim dingin ini, Real Ice menguji delapan unit pompa di area seluas hampir setengah mil persegi di lepas pantai Cambridge Bay, wilayah Kitikmeot, Nunavut.

Sejak tahun 1979, kawasan Arktik telah mengalami peningkatan suhu yang hampir empat kali lebih cepat dari rata-rata global. Kondisi ini menyebabkan penurunan luas es laut sekitar 40 persen, dengan es tertua dan tertebal menyusut hingga 95 persen. Para ilmuwan bahkan memprediksi bahwa Arktik bisa mengalami hari pertamanya tanpa es sebelum tahun 2030. Dengan latar belakang tersebut, eksperimen ini mencoba memperlambat laju pencairan melalui penguatan struktur es sejak musim dingin, agar dapat bertahan lebih lama di musim panas.

Penelitian awal Real Ice menunjukkan bahwa hanya dengan menambahkan 25 cm air laut di permukaan es, lapisan tersebut bisa tumbuh 50 cm lebih tebal. Proses ini berfungsi ganda: selain membekukan air laut yang disemprotkan, ia juga menghilangkan lapisan salju yang bersifat mengisolasi, sehingga memungkinkan udara dingin menembus es lebih efektif dan mempercepat pembekuan dari bawah. Dalam pengukuran lapangan, ketebalan es yang dihasilkan bahkan mencapai hingga dua meter, mendekati karakteristik es multi-tahun yang kini makin langka di Arktik.

Para penggagas teknologi ini tengah mengembangkan drone bawah laut otonom yang mampu berpindah antar lokasi, mengukur ketebalan es, menyemprotkan air laut sesuai kebutuhan, dan kemudian mengisi ulang energi sebelum melanjutkan ke area lainnya. Teknologi ini diperkirakan hanya membutuhkan energi rendah dan dapat bekerja mandiri, dengan biaya produksi satu unit pompa sekitar $5.000.

Meski tampak menjanjikan, eksperimen ini tidak lepas dari perdebatan. Salah satu kekhawatiran utama berkaitan dengan dampak lingkungan jangka panjang, khususnya terhadap kehidupan laut yang sensitif terhadap kebisingan dan perubahan fisik lingkungan. Mamalia laut seperti paus diketahui sangat terpengaruh oleh suara industri bawah laut, sementara ikan seperti blue cod meletakkan telur di bawah es, dan alga yang tumbuh di permukaannya menjadi fondasi bagi rantai makanan di ekosistem tersebut. Selain itu, berbagai spesies burung dan mamalia bermigrasi melintasi permukaan es yang kini menjadi rapuh.

Saat ini, Dewan Peninjau Dampak Nunavut telah menyatakan bahwa proyek Real Ice tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, meskipun penilaian risiko independen tetap akan dilakukan jika proyek ini hendak ditingkatkan skalanya. Pihak Real Ice juga menyatakan komitmennya untuk tidak melanjutkan pengembangan tanpa partisipasi aktif dan persetujuan dari masyarakat lokal.

Namun, tantangan terbesar mungkin bukan dari sisi teknis atau lingkungan, melainkan dari segi skala dan pembiayaan. Dengan luas rata-rata es laut Arktik mencapai 3,9 juta mil persegi, dibutuhkan setidaknya ratusan ribu unit pompa untuk bisa menstabilkan sebagian kecil dari kawasan tersebut. Model Real Ice memperkirakan bahwa dengan 500.000 pompa, teknologi ini bisa menebalkan kembali sekitar 386.000 mil persegi es setiap tahun. Meski jumlah itu hanya sebagian dari keseluruhan wilayah es, pendekatan ini diyakini cukup untuk mempertahankan tingkat es laut musim panas yang ada saat ini, selama lapisan es tersebut dapat bertahan lebih dari satu musim.

Soal pendanaan, Real Ice mengusulkan pendekatan serupa dengan skema perlindungan hutan hujan tropis, di mana sumber daya yang bernilai global seperti Arktik dapat dijaga melalui kontribusi komunitas internasional. Ada pula wacana tentang pengenalan “kredit pendinginan,” yaitu sistem imbal balik di mana perusahaan membayar untuk es yang dibekukan sebagai bentuk kompensasi atas emisi karbon mereka. Namun, gagasan ini menuai kritik keras dari sejumlah organisasi lingkungan dan komunitas adat, yang menilai pendekatan tersebut membuka ruang bagi industri bahan bakar fosil untuk lepas dari tanggung jawab.

Di sisi lain, para penentang juga mengangkat isu sosial yang lebih dalam. Dalam sejarahnya, pembangunan infrastruktur di kawasan Arktik kerap membawa masuk pekerja dari luar daerah, kebanyakan pria, dan berujung pada meningkatnya kekerasan terhadap perempuan adat, termasuk kasus penghilangan dan pembunuhan yang hingga kini menjadi isu sensitif di kalangan komunitas Inuit. Oleh karena itu, Real Ice menegaskan bahwa pengembangan teknologi ini hanya akan dilakukan melalui kemitraan erat dengan masyarakat setempat, dan ke depannya mereka berharap proyek ini bisa dijalankan sepenuhnya oleh warga adat.

Selain Real Ice, beberapa organisasi lain juga tengah mengembangkan pendekatan serupa. Di antaranya adalah Arctic Reflections, sebuah perusahaan Belanda yang menguji metode penebalan es di Svalbard, dan Arctic Ice Project di Amerika Serikat yang meneliti penggunaan manik-manik kaca untuk meningkatkan reflektivitas es. Di bidang lain, insinyur Hugh Hunt tengah mengembangkan inisiatif Marine Cloud Brightening untuk meningkatkan reflektivitas awan guna mendinginkan kawasan Arktik dari udara.

Meski berbagai inovasi ini mendapatkan perhatian luas, sejumlah pakar iklim memperingatkan bahwa ketergantungan pada teknologi belum terbukti ini dapat menimbulkan risiko moral. Kekhawatirannya, pengembangan solusi teknis justru akan mengurangi dorongan untuk mengurangi emisi karbon secara serius. Ada indikasi bahwa beberapa pembuat kebijakan kini mulai mempertimbangkan solusi iklim berdasarkan asumsi keberhasilan teknologi-teknologi ini, yang secara etis dan ilmiah masih kontroversial.

Buah Pikiran

Proyek yang dikembangkan oleh Real Ice menunjukkan bahwa pendekatan intervensi teknologi dapat memberikan harapan baru dalam memperlambat pencairan es laut Arktik. Teknologi sederhana namun adaptif ini tampak menjanjikan dari sisi efisiensi energi dan hasil awal di lapangan. Namun, sebagaimana yang ditunjukkan dalam artikel, keberhasilan ilmiah saja belum cukup. Keberlanjutan proyek sangat bergantung pada kemauan untuk menjawab kekhawatiran masyarakat lokal, khususnya komunitas adat yang selama ini paling terdampak oleh perubahan lingkungan di wilayah tersebut.

Kontroversi seputar dampak sosial, potensi gangguan ekosistem, hingga persoalan moral hazard menunjukkan bahwa proyek semacam ini tidak bisa berdiri sendiri sebagai solusi tunggal. Artikel ini secara jelas menggarisbawahi pentingnya keterlibatan komunitas lokal, serta perlunya kehati-hatian dalam menimbang manfaat dan risikonya. Selama proses penelitian dan pengembangan dilakukan secara inklusif dan bertanggung jawab, proyek ini berpeluang menjadi bagian dari langkah strategis yang realistis dalam perlindungan kawasan Arktik. (NJD)

Sumber: Livescience

Link: https://www.livescience.com/planet-earth/arctic/new-technologies-are-helping-to-regrow-arctic-sea-ice

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *