Sumber ilustrasi: Unsplash
23 Juli 2025 10.40 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [23.07.2025] Laporan terbaru yang dirilis pada Juni 2025 oleh sekelompok ilmuwan iklim menyatakan bahwa dunia hanya memiliki waktu sekitar tiga tahun sebelum melampaui batas pemanasan global sebesar 1,5 derajat Celsius yang merupakan ambang batas penting yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris. Dengan laju emisi karbon saat ini, anggaran karbon global untuk tetap di bawah ambang itu akan habis pada 2028. Namun pertanyaannya, apakah melewati ambang tersebut berarti bencana tak terhindarkan? Dan apakah masih ada harapan untuk membalikkan kenaikan suhu?
Meskipun melewati batas 1,5°C akan memperbesar risiko kerusakan lingkungan dan sosial, terutama bagi negara-negara kepulauan dan wilayah rentan, para ilmuwan menegaskan bahwa dunia tidak serta-merta masuk ke jurang kehancuran. Justru, jika emisi dapat ditekan secara cepat dan drastis, ada peluang untuk menstabilkan, bahkan sedikit menurunkan suhu global dalam jangka panjang.
Saat ini, suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,2°C dibandingkan masa pra-industri, sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Data terbaru memperkirakan sisa anggaran karbon tinggal 143 miliar ton, sementara emisi tahunan mencapai 46 miliar ton. Artinya, jika tidak ada perubahan signifikan, ambang batas 1,5°C akan terlampaui dalam waktu singkat.
Selain emisi langsung, para ahli juga memperingatkan tentang peran lautan dalam menyerap panas. Laut menyimpan sebagian besar panas berlebih dan akan melepaskannya secara perlahan ke atmosfer dalam beberapa dekade mendatang. Bahkan jika seluruh emisi karbon dihentikan hari ini, suhu global masih akan naik sekitar 0,5°C akibat pelepasan panas dari laut.
Melewati batas 1,5°C juga membuka risiko terhadap “tipping points” atau titik balik iklim yang merupakan perubahan drastis dan permanen pada sistem Bumi. Contohnya, mencairnya Lapisan Es Greenland atau berubahnya hutan Amazon menjadi savana kering. Dalam konteks ini, pengendalian emisi menjadi semakin mendesak untuk menghindari kerusakan tak dapat dipulihkan.
Meski terlambat untuk sepenuhnya menghindari dampak pemanasan, namun para ilmuwan masih melihat peluang untuk membalikkan tren suhu, meskipun sangatlah menantang. Untuk itu, dunia tidak hanya harus mencapai netralitas karbon (net-zero), tetapi juga melakukan emisi negatif: menyerap lebih banyak karbon dari atmosfer dibandingkan yang dilepaskan.
Teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage) dianggap krusial, namun masih mahal dan dalam tahap pengembangan. Solusi berbasis alam seperti menanam pohon hanya mampu menyerap sebagian kecil kebutuhan penyerapan karbon global. Untuk menurunkan suhu global sebesar 0,1°C saja, diperlukan penghilangan sekitar 220 miliar ton CO₂ , sekitar 100 kali kapasitas penyerapan alam saat ini.
Meski demikian para ilmuwan seperti Michael Mann dan Kirsten Zickfeld menegaskan bahwa setiap penurunan sekecil apapun tetap berarti. Jika kita melampaui 1,5°C, menjaga agar pemanasan tidak mencapai 1,6°C atau 1,7°C tetap jauh lebih baik daripada membiarkannya terus naik. Setiap sepersepuluh derajat yang berhasil dicegah adalah perbedaan antara bencana yang bisa dikelola dan bencana yang tak terkendali. (NJD)
Diolah dari artikel:
“We’re within 3 years of reaching a critical climate threshold. Can we reverse course?” oleh Sascha Pare.