Sumber ilustrasi: pixabay
25 Mei 2025 14.25 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [25.5.2025] Menarik untuk dilihat bahwa ikan Badut, seperti namanya, ternyata memiliki trik yang bisa digunakan dalam menghadapi perubahan keadaan lautan. Dalam menghadapi pemanasan lautan akibat perubahan iklim, ikan badut menunjukkan adaptasi mengejutkan: mereka mengecilkan ukuran tubuhnya untuk bertahan hidup. Fenomena ini diamati saat gelombang panas laut melanda perairan Papua Nugini, memicu respons fisiologis yang belum pernah terdeteksi sebelumnya pada ikan karang.
Selama gelombang panas tahun 2023 di Teluk Kimbe, para ilmuwan mencatat bahwa ikan badut yang menyusut memiliki peluang bertahan hidup lebih besar. Ikan-ikan ini hidup berdampingan dengan anemon laut yang menjadi tempat perlindungan mereka, organisme yang sangat rentan terhadap suhu tinggi.
Gelombang panas bawah laut kini menjadi lebih sering dan parah karena krisis iklim global. Ketika suhu naik drastis, anemon laut mengalami pemutihan, memaksa ikan badut menyesuaikan diri atau menghadapi risiko kehilangan habitatnya.
Dalam studi tersebut, para peneliti memantau 134 ikan badut berwarna cerah selama periode panas ekstrem. Hasilnya, 101 ikan mengalami penyusutan panjang tubuh satu atau lebih kali, yang menunjukkan bahwa stres panas mendorong penurunan ukuran tubuh sebagai strategi bertahan hidup.
Morgan Bennett-Smith dari Universitas Boston, penulis studi yang diterbitkan di Science Advances benar-benar terkejut melihat mereka bisa menyusut. Penemuan ini membuka pertanyaan baru tentang bagaimana ikan melakukan perubahan fisiologis drastis ini.
Salah satu teori menyebutkan bahwa ikan badut mungkin menyerap kembali jaringan tulangnya sendiri, atau mengurangi massa tubuh untuk menekan kebutuhan energi. Karena ikan yang lebih kecil memerlukan makanan lebih sedikit, ukuran mini bisa menjadi mekanisme penghematan energi di tengah kelangkaan sumber daya.
Uniknya, beberapa pasangan ikan badut juga menyusut secara serempak, namun tetap menjaga hirarki sosial yang khas: ikan betina tetap lebih besar dari jantan. Ini memastikan struktur sosial tetap stabil meskipun tubuh keduanya menyusut.
Fenomena penyusutan sebagai respons terhadap panas bukanlah hal baru di dunia hewan. Contohnya, iguana laut di Galapagos diketahui mengecil selama fenomena El Niño. Namun, baru kali ini perilaku tersebut tercatat pada ikan terumbu karang.
kata Simon Thorrold, ahli ekologi laut dari Woods Hole Oceanographic Institution, yang tidak terlibat dalam studi ini mengatakan temuan ini menambah satu lagi informasi terkait alat adaptasi yang digunakan ikan untuk menghadapi perubahan iklim. Adaptasi semacam ini menunjukkan kemampuan luar biasa organisme untuk menyesuaikan diri dengan cepat.
Akan tetapi Thorrold juga mengatakan adaptasi ini kemungkinan hanya solusi jangka pendek. Jika tren pemanasan terus berlanjut, belum jelas apakah ikan badut bisa bertahan dengan strategi ini dalam jangka panjang, terutama jika harus menyusut berulang kali.
Memang pada akhirnya peneliti menemukan bahwa penyusutan ini memang bersifat sementara. Ketika suhu air kembali normal, ikan badut, layaknya menggunakan trik sulap, bisa dan tumbuh kembali. Hal ini menandakan fleksibilitas fisiologis yang tinggi dalam menghadapi tekanan lingkungan.
Melissa Versteeg dari Newcastle University, penulis lain studi ini, menyebut bahwa temuan ini menyoroti ketangguhan sistem alami meskipun berada di bawah tekanan berat. Kemampuan untuk pulih dari stres termal adalah harapan penting di tengah ancaman perubahan iklim.
Fakta paling menarik dari studi ini adalah bahwa ikan bisa menyusut, dan kembali tumbuh, tergantung pada kondisi lingkungan. Ini belum pernah terdokumentasi sebelumnya pada ikan terumbu karang dan menunjukkan betapa kompleksnya respons fisiologis makhluk laut terhadap krisis iklim.
Temuan ini adalah sesuatu yang sangat menarik. Disamping bahwa perubahan iklim tengah terjadi dan oleh karenanya mengubah habitat dan memaksa banyak spesies untuk berubah secara ekstrem demi bertahan hidup. Namun juga bahwa alam memiliki cara-cara unik untuk beradaptasi, asalkan diberi waktu dan ruang untuk pulih.
Bagi ilmuwan, konservasionis, dan pembuat kebijakan, studi ini menjadi bukti penting bahwa upaya mitigasi iklim sangat mendesak. Namun, layaknya badut pada umumnya, adaptasi biologis yang seperti sulap ini pun punya batas. Tanpa tindakan global untuk menahan pemanasan, bahkan makhluk seadaptif ikan badut pun bisa mencapai titik puncaknya. (NJD)
Sumber: Apnews