Sumber ilustrasi: pixabay
2 Juni 2025 07.55 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [02.6.2025] Berita terbaru seputar iklim dari Eropa. Komisi Eropa berencana mengumumkan target iklim Uni Eropa terbaru pada Juli 2025, dengan pendekatan yang lebih fleksibel bagi negara anggota dalam mencapai tujuan pengurangan emisi. Langkah ini dianggap sebagai upaya strategis untuk meredam tekanan politik dan kritik industri terhadap target terhadap lingkungan blok tersebut.
Komisioner Iklim UE, Wopke Hoekstra, telah menyampaikan kepada para diplomat bahwa proposal target iklim 2040 akan resmi diluncurkan pada 2 Juli, menurut sumber-sumber yang mengikuti pertemuan tertutup dengan perwakilan negara-negara anggota.
Target yang akan diajukan ialah pengurangan emisi gas rumah kaca bersih sebesar 90% pada tahun 2040 dibandingkan level tahun 1990. Namun, berbeda dengan target sebelumnya, kali ini Komisi Eropa membuka ruang fleksibilitas yang memungkinkan negara-negara anggota mengurangi beban langsung pada industri dalam negeri.
Menurut para diplomat, opsi fleksibilitas tersebut mencakup dua hal utama: pertama, target pengurangan untuk industri domestik dapat ditetapkan lebih rendah dari 90%; kedua, negara-negara diperbolehkan membeli kredit karbon internasional untuk menutup kekurangan dari sisa target.
Pihak Komisi Eropa belum memberikan pernyataan resmi mengenai rincian kebijakan baru ini. Akan tetapi arah kebijakan baru ini dipandang sebagai respon terhadap kekhawatiran ekonomi yang meningkat, terutama dari sektor bisnis yang menghadapi biaya energi tinggi dan ancaman tarif dagang dari AS.
Meskipun sebelumnya Komisi menegaskan bahwa ambisi iklim UE tidak akan dikompromikan, namun dinamika politik dalam negeri dan tekanan dari pelaku industri mendorong pergeseran taktis. Bahkan, beberapa regulasi lingkungan sebelumnya telah ditunda atau dilunakkan dalam beberapa bulan terakhir sebagai bentuk kompromi.
Isu tersebut juga memecah pendapat di antara negara-negara anggota. Finlandia, Belanda, dan Denmark termasuk yang mendukung penuh target 90%. Sementara Italia dan Republik Ceko menunjukkan penolakan, menyoroti potensi dampak negatif terhadap industri mereka.
Jerman, negara ekonomi terbesar di UE, mendukung target 90% dengan syarat bahwa hingga tiga poin persentase dapat dipenuhi dengan mekanisme kredit karbon internasional, bukan pemangkasan langsung di dalam negeri.
Komisi juga tengah mengevaluasi kemungkinan pelonggaran dalam distribusi beban emisi antar sektor, agar negara dapat memilih sektor industri mana yang paling efisien atau paling siap melakukan transisi hijau.
Target tahun 2040 ini dirancang sebagai jembatan antara target 2030 yang hampir tercapai dan visi UE untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Dengan demikian, target ini memiliki peran strategis dalam menjaga konsistensi arah kebijakan iklim jangka panjang Uni Eropa.
Langkah Komisi Eropa ini menunjukkan realisme politik dalam kebijakan iklim. Di satu sisi, UE ingin mempertahankan kepemimpinan global dalam aksi iklim. Di sisi lain, mereka menghadapi kenyataan bahwa transisi energi hijau memiliki biaya ekonomi dan sosial yang signifikan, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global.
Fleksibilitas dalam penggunaan kredit karbon internasional memang memberikan ruang manuver bagi negara anggota, namun berisiko melemahkan dorongan inovasi teknologi dan dekarbonisasi langsung di dalam negeri. Keadaan ini juga bisa menimbulkan ketimpangan dikarenakan negara yang mampu membeli kredit lebih banyak akan lebih diuntungkan.
Secara global, pendekatan ini bisa dilihat sebagai sinyal bahwa bahkan negara-negara maju seperti UE harus menyeimbangkan ambisi lingkungan dengan realitas industri dan politik. Jika tidak dikelola hati-hati, UE bisa kehilangan kredibilitasnya sebagai pelopor dalam kebijakan iklim dunia. Namun demikian, jika diterapkan secara transparan dan adil, kebijakan fleksibel ini bisa menjadi model transisi hijau yang lebih adaptif dan berkelanjutan, serta mendorong kerja sama internasional melalui pasar karbon global yang efektif. (NJD)
Sumber: Reuters