Sumber ilustrasi: Pixabay
25 Juli 2025 08.45 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [25.07.2025] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan dini terkait potensi wabah global virus chikungunya yang tengah berkembang di berbagai wilayah dunia. Dalam keterangan resminya pada Selasa (23/7), WHO menyatakan bahwa pola penyebaran virus saat ini menunjukkan kesamaan dengan epidemi besar yang terjadi dua dekade lalu. Peringatan ini muncul bersamaan dengan laporan lonjakan kasus signifikan di sejumlah wilayah Samudra Hindia.
Virus chikungunya merupakan virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dan menyebabkan gejala utama berupa demam tinggi dan nyeri sendi hebat. Walaupun angka kematian akibat infeksi ini tergolong rendah, dampaknya terhadap populasi tetap signifikan, terutama di wilayah yang memiliki kekebalan populasi rendah.
Menurut Diana Rojas Alvarez, pakar penyakit menular dari WHO, virus chikungunya saat ini telah terdeteksi dan ditularkan di 119 negara, dengan estimasi jumlah penduduk yang berisiko terpapar mencapai 5,6 miliar jiwa. Dirinya menyebutkan bahwa sejak awal tahun 2025, wabah besar telah terjadi di pulau-pulau seperti Réunion, Mayotte, dan Mauritius.
Di Réunion saja sepertiga dari total populasi diperkirakan telah terinfeksi. Situasi ini mengingatkan kita terhadap pola penyebaran chikungunya tahun 2004–2005, di mana wabah bermula di wilayah-wilayah kecil di Samudra Hindia sebelum menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 500.000 orang.
Saat ini, penyebaran virus telah meluas ke daratan Afrika Timur seperti Madagaskar, Somalia, dan Kenya. Sementara di Asia Selatan, penularan juga mulai dilaporkan dalam skala epidemi. Di Eropa, kasus impor telah ditemukan terkait dengan penyebaran dari Samudra Hindia. Penularan lokal bahkan mulai tercatat di Prancis, dan kasus-kasus dugaan muncul di Italia.
Gejala klinis chikungunya seringkali menyerupai demam berdarah dengue dan infeksi virus Zika, sehingga menyulitkan diagnosis dini. Rojas Alvarez menekankan bahwa kesamaan pola penyebaran saat ini dengan peristiwa dua dekade lalu menjadi alasan utama WHO mengeluarkan peringatan global secara dini.
Salah satu faktor yang memperparah situasi adalah keberadaan nyamuk vektor, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Jenis terakhir, yang dikenal sebagai nyamuk harimau (tiger mosquito), kini telah meluas ke wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau akibat meningkatnya suhu global. Pemanasan global yang dipicu oleh perubahan iklim menyebabkan nyamuk ini dapat bertahan di wilayah-wilayah beriklim sedang yang lebih utara.
Penyebaran penyakit dapat terjadi sangat cepat di daerah-daerah yang memiliki tingkat kekebalan rendah, terutama di komunitas yang sebelumnya tidak pernah terpapar virus ini. Rojas Alvarez mencatat bahwa di daerah seperti itu, hingga 75% populasi dapat terinfeksi dalam waktu singkat.
Meski tingkat kematian secara umum di bawah 1%, skala wabah yang mencapai jutaan kasus akan tetap menimbulkan angka kematian yang signifikan. WHO menekankan pentingnya deteksi dini dan penguatan sistem kesehatan masyarakat untuk menghindari dampak epidemi besar.
Peringatan WHO terhadap potensi wabah chikungunya harus dipandang serius oleh seluruh negara, bukan hanya di wilayah tropis, tetapi juga di Eropa dan Asia yang kini mulai melaporkan kasus. Perubahan iklim, meningkatnya mobilitas global, serta masih lemahnya sistem deteksi penyakit membuat penyebaran virus ini berisiko meluas dengan cepat. Berbeda dari wabah chikungunya pada awal 2000-an, kini dunia telah mengalami pandemik besar pertama di era modern, yakni pandemic COVID-19 yang memberikan banyak pelajaran penting tentang pentingnya kewaspadaan, deteksi dini, dan koordinasi lintas sektor dalam merespons ancaman kesehatan global.
Jika kesiapsiagaan dan kedisiplinan yang pernah diterapkan selama pandemi kembali dihidupkan, wabah besar bisa dicegah lebih awal. Langkah sederhana seperti penggunaan obat nyamuk, pemberantasan tempat berkembangbiaknya, dan edukasi masyarakat dapat sangat efektif jika dilakukan secara masif dan terorganisir. Dunia kini punya pengalaman dan alat yang lebih baik; tinggal bagaimana kita memilih untuk bertindak sebelum virus ini berubah menjadi krisis kesehatan berikutnya.
Diolah dari artikel:
“Outbreak of Chikungunya Virus Poses Global Risk, Warns WHO” oleh AFP.
Link: https://www.sciencealert.com/outbreak-of-chikungunya-virus-poses-global-risk-warns-who