Desanomia [15.3.2025] Ekonom memperkirakan bahwa inflasi di Amerika Serikat kemungkinan tetap tinggi pada bulan Februari setelah mengalami lonjakan signifikan pada Januari. Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran bahwa upaya menekan laju kenaikan harga mengalami hambatan.
Indeks harga konsumen (CPI) diproyeksikan naik 0,3% pada Februari, setelah sebelumnya meningkat 0,5% pada awal tahun. Indeks inti (core inflation) — yang tidak mencakup harga makanan dan energi karena volatilitasnya yang tinggi — juga diperkirakan naik sebesar 0,3%, menurut hasil survei ekonomi yang dilakukan oleh Bloomberg.
Ancaman Stagflasi
Jika angka tersebut benar terjadi, hal ini berpotensi memperkuat kekhawatiran bahwa inflasi akan tetap tinggi meskipun pertumbuhan ekonomi melambat — situasi yang dikenal sebagai stagflasi.
Kondisi ini semakin diperparah oleh ketidakpastian dampak ekonomi dari kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, yang menyebabkan pasar saham mengalami tekanan besar sepanjang pekan ini.
Menurut Julien Lafargue, Kepala Strategi Pasar di Barclays Private Bank, situasi ini menempatkan ekonomi AS dalam posisi yang berisiko. Ia menyatakan bahwa jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, hal tersebut dapat memperkuat narasi tentang stagflasi. Sebaliknya, jika angka inflasi lebih rendah dari ekspektasi, hal itu justru bisa memperbesar kekhawatiran akan potensi resesi.
Harga Pangan yang Meningkat
Kenaikan harga pangan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong inflasi tetap tinggi. Dalam beberapa bulan terakhir, harga bahan makanan di AS mengalami peningkatan yang signifikan, terutama dipicu oleh lonjakan harga telur yang mencapai rekor tertinggi akibat merebaknya wabah flu burung.
Selain telur, sejumlah bahan pokok lain seperti daging, buah-buahan, dan gula juga mengalami kenaikan harga yang cukup mencolok pada awal tahun.
Para ekonom dari Morgan Stanley, yang dipimpin oleh Diego Anzoategui, memperkirakan tren ini akan terus berlanjut. Mereka mencatat bahwa harga telur tetap meningkat pada Februari, sementara harga grosir juga menunjukkan percepatan yang lebih tinggi dari biasanya. Tim tersebut menilai bahwa inflasi harga bahan makanan kemungkinan akan tetap berada di atas tren pra-pandemi setidaknya hingga musim panas mendatang.
Biaya Jasa
Di sisi lain, biaya sektor jasa — yang diawasi secara ketat oleh The Federal Reserve (The Fed) — diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan setelah mencatat lonjakan terbesar dalam setahun pada Januari.
Indikator yang dikenal sebagai supercore services — yang tidak memasukkan biaya perumahan dan energi — diperkirakan akan melambat berkat penurunan harga tiket pesawat dan biaya layanan kesehatan.
Menurut Anna Wong dari Bloomberg Economics, data Februari kemungkinan akan menunjukkan adanya perbedaan tren antara permintaan yang lebih lemah pada layanan seperti hotel dan perjalanan, dengan harga barang yang justru cenderung meningkat.
Wong menambahkan bahwa meskipun penurunan harga jasa mencerminkan pelemahan permintaan konsumen terhadap barang-barang non-pokok (discretionary items), penurunan harga barang-barang kebutuhan justru telah mengalami stagnasi bahkan sebelum tarif yang diberlakukan Presiden Trump mulai berlaku.
Harga Perumahan yang Tetap Tinggi
Biaya perumahan, yang merupakan salah satu kategori paling sulit dikendalikan dalam indeks harga konsumen (CPI), juga akan menjadi fokus para ekonom.
Ekonom dari Citigroup Inc., yakni Veronica Clark dan Andrew Hollenhorst, memperkirakan bahwa harga tempat tinggal akan meningkat sebesar 0,27% pada Februari, sedikit melambat dibandingkan dengan kenaikan pada Januari.
Para ekonom mencatat bahwa perusahaan cenderung menaikkan harga dan biaya layanan pada kuartal pertama tahun ini, yang berpotensi meningkatkan indeks harga konsumen. Namun, tren ini umumnya lebih dominan terjadi pada bulan Januari dibandingkan bulan-bulan berikutnya dalam kuartal yang sama.
Dampak Tarif terhadap Inflasi
Sebagian ekonom juga memperkirakan bahwa laporan inflasi Februari ini mungkin akan menunjukkan tanda-tanda awal dampak tarif tambahan yang diberlakukan pada impor dari China.
Menurut ekonom dari Bank of America Corp., yakni Stephen Juneau dan Jeseo Park, salah satu faktor yang memicu perkiraan inflasi tinggi adalah kebijakan tarif tambahan sebesar 10% pada barang impor dari China yang mulai diberlakukan pada awal Februari.
Juneau dan Park menyoroti bahwa China merupakan pemasok utama untuk berbagai barang rumah tangga, pakaian, dan elektronik di AS. Jika tarif tersebut tidak berdampak signifikan pada laporan inflasi bulan Februari, mereka memperkirakan dampaknya akan lebih terasa dalam beberapa bulan mendatang. (NJD)
Sumber: Bloomberg.