Mungkinkah Pohon Berjalan Sendiri?

sumber ilustrasi: unsplash

Desanomia [12.4.2025] Dalam dunia fiksi ilmiah dan fantasi, pohon-pohon sering digambarkan sebagai makhluk hidup yang bisa berjalan, bertarung, bahkan terbang. Dalam film The Lord of the Rings: The Two Towers, makhluk seperti pohon bernama Ents digambarkan berjalan melintasi hutan dan berperang dengan kekuatan luar biasa. Karakter lain seperti Groot dari Guardians of the Galaxy, pohon-pohon di gim The Legend of Zelda, hingga Whomping Willow dalam Harry Potter menggambarkan pepohonan sebagai makhluk yang aktif dan agresif.

Namun, dalam kenyataannya, pohon dan hutan tampaknya diam. Meskipun begitu, para ilmuwan mengungkap bahwa pohon memang dapat “bergerak” — hanya saja dengan cara dan kecepatan yang sangat berbeda dari gambaran fiksi.

Menurut Gerardo Avalos, seorang fisiolog tumbuhan dari Universitas Kosta Rika, pohon muda akan tumbuh dan meregangkan batang serta cabangnya ke arah cahaya matahari untuk memperoleh energi. Fenomena ini disebut fototropisme. Pohon, ujarnya, bergerak untuk “mencari makanan”, dalam hal ini energi surya. Tidak ada bantuan eksternal atau komunikasi seperti dalam cerita fiksi; melainkan, hormon dalam pohon mengatur arah pertumbuhan berdasarkan kebutuhan akan cahaya dan air.

Akar pohon juga menunjukkan gerakan aktif. Ketika mendeteksi kelembaban di sekitar tanah, akar akan tumbuh ke arah sumber air tersebut. Avalos menyebut bahwa dalam beberapa kasus, akar pohon bahkan bisa menyerang pipa air, sumur, atau bahkan saluran toilet rumah warga, menyebabkan gangguan tak terduga.

Salah satu mitos terkenal yang muncul dari perilaku akar pohon adalah tentang “pohon berjalan” atau Socratea exorrhiza, sejenis palem tropis yang ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan. Akar-akar pohon ini tumbuh di atas tanah dan menyerupai tentakel. Beberapa pemandu wisata dan ilmuwan menduga bahwa pohon ini bisa berpindah sejauh 20 meter per tahun untuk mencari cahaya. Namun, Avalos menilai anggapan ini tidak berdasar, karena hingga kini belum ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa pohon benar-benar bisa “berjalan” seperti makhluk hidup.

Meski satu pohon tidak bisa berpindah tempat dengan cepat, hutan sebagai ekosistem ternyata mampu “bermigrasi”. Leslie Brandt, seorang ahli ekologi dari Dinas Kehutanan Amerika Serikat, menjelaskan bahwa pohon-pohon telah bermigrasi secara alami sejak zaman es. Kala itu, ketika wilayah utara Amerika Utara tertutup es, berbagai spesies pohon mundur ke selatan yang lebih hangat. Proses ini terjadi sangat lambat, melalui penyebaran benih yang kemudian tumbuh menjadi pohon-pohon baru.

Brandt mengungkap bahwa benih pohon seperti biji ek bisa tersebar melalui hewan seperti tupai, sementara benih pohon maple bisa melayang tertiup angin. Burung juga berperan dalam penyebaran benih lewat sisa makanan yang mereka buang. Hutan pada akhirnya bergerak sekitar 100 hingga 500 meter per tahun, tergantung kondisi lingkungan dan cara penyebaran benih.

Namun kini, perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia membuat habitat pohon berubah jauh lebih cepat daripada kemampuan hutan untuk beradaptasi. Hutan bakau di wilayah pesisir terancam oleh kenaikan permukaan laut. Di Kanada, pohon cemara putih menghadapi kesulitan bertahan di suhu yang menghangat, sementara pohon pinus di barat daya Amerika Serikat mulai meranggas akibat kekeringan berkepanjangan.

Brandt menegaskan bahwa pohon tidak mampu mengejar laju perubahan ini, sehingga manusia perlu turun tangan melalui pendekatan migrasi terbantu. Dalam hal ini, para ilmuwan mulai menanam spesies pohon baru di lokasi-lokasi yang memiliki kondisi iklim lebih sesuai. Di Minnesota, misalnya, penelitian di kawasan Sungai Mississippi menunjukkan bahwa banjir yang semakin sering dan hama invasif membuat spesies seperti maple perak mati perlahan. Sebagai gantinya, pohon kapas (cottonwood) dan willow mulai ditanam karena lebih tahan terhadap lingkungan lembap.

Selain itu, Hutan Nasional Superior juga telah menyusun panduan migrasi terbantu yang melibatkan ilmuwan, masyarakat lokal, serta suku-suku asli. Tujuannya adalah memastikan perubahan spesies hutan tetap menghargai nilai budaya dan kebutuhan masyarakat setempat.

Brandt mengatakan bahwa meskipun adaptasi sangat penting, perubahan total terhadap komposisi hutan bukanlah solusi ideal. Hutan tetap harus mencerminkan keanekaragaman hayati dan kebutuhan manusia yang bergantung pada keberadaannya.

Buah Pikiran

Gambaran mengenai pohon yang dapat berjalan seperti dalam film dan permainan video memang mampu membangkitkan daya imajinasi. Namun, realitas ilmiah menunjukkan bahwa pergerakan pohon terjadi secara lambat dan bertahap, melalui proses adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam konteks jangka panjang, hutan memiliki kemampuan bermigrasi secara alami demi mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sayangnya, laju perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia saat ini berlangsung jauh lebih cepat daripada kemampuan adaptif ekosistem tersebut.

Karenanya, pendekatan migrasi terbantu menjadi bentuk intervensi manusia yang signifikan untuk mendukung proses adaptasi hutan terhadap kondisi lingkungan yang terus berubah. Kendati demikian, pelaksanaannya memerlukan kehati-hatian dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk ilmuwan, masyarakat lokal, serta komunitas adat. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa intervensi yang dilakukan tidak mengganggu keseimbangan ekologis maupun mengabaikan nilai-nilai sosial dan budaya yang telah lama terikat pada lanskap hutan. Dalam menghadapi tantangan ini, manusia seakan dituntut untuk mengambil langkah proaktif. Tidak dengan menunggu alam menemukan jalannya sendiri, melainkan dengan memberikan dukungan ilmiah, sosial, dan kebijakan yang tepat agar kelestarian hutan serta keberlangsungan ekosistem global dapat terjaga di tengah krisis iklim yang semakin nyata. (NJD)

Sumber: ScienceNewsExplores

Link: https://www.snexplores.org/article/could-trees-walk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *