Sumber ilustrasi: freepik
9 Mei 2025 09.00 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Desanomia [09.5.2025] Meskipun matahari sering diasosiasikan dengan warna kuning atau oranye, para ilmuwan mengungkapkan bahwa sebenarnya cahaya terkuat yang dipancarkan matahari berada pada panjang gelombang hijau. Fakta ini mengundang kebingungan karena warna tampak matahari di langit berbeda dari puncak intensitas spektrumnya. Perbedaan ini berakar dari pemahaman ilmiah antara panjang gelombang paling kuat yang dipancarkan suatu objek dan bagaimana warna tersebut ditangkap oleh mata manusia. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara fisika cahaya dan persepsi visual yang dibentuk oleh sistem penglihatan kita.
Intensitas puncak mengacu pada titik dalam spektrum cahaya di mana emisi paling kuat terjadi. Namun, warna yang kita lihat tidak hanya bergantung pada titik tersebut, melainkan merupakan hasil interpretasi otak terhadap kombinasi berbagai panjang gelombang cahaya yang diterima mata sehingga warna tampak dan intensitas puncak tidak selalu sejalan. Sebagai contoh, meskipun cahaya yang dipancarkan matahari memiliki puncak intensitas pada panjang gelombang hijau, cahaya biru, merah, dan kuning juga berkontribusi terhadap keseluruhan cahaya yang kita terima, yang akhirnya diproses oleh otak kita menjadi warna tertentu.
Dalam konteks cahaya tampak, mata manusia memproses informasi dari tiga jenis sel kerucut (cone cells): tipe S untuk panjang gelombang pendek (biru), tipe M untuk panjang gelombang menengah (hijau), dan tipe L untuk panjang gelombang panjang (merah). Ketika ketiga tipe sel ini terstimulasi secara seimbang oleh cahaya dari berbagai panjang gelombang, otak menginterpretasikannya sebagai cahaya putih. Sehingga jika semua spektrum cahaya matahari terlihat oleh mata manusia, maka matahari akan tampak putih. Proses ini juga menjelaskan mengapa benda yang tampak berwarna putih di bawah sinar matahari, seperti awan atau salju, sebenarnya tidak hanya mencerminkan cahaya putih, tetapi merupakan kombinasi dari semua panjang gelombang cahaya yang tampak.
Lantas mengapa matahari terlihat kuning jika sebenarnya memancarkan cahaya yang mencakup seluruh spektrum warna? Astronom Kate Dellenbusch dari Bowling Green State University menjelaskan bahwa atmosfer Bumi menyebabkan penyebaran cahaya, terutama cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti biru dan ungu. Sementara itu, cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang, seperti merah, kuning, dan oranye, lebih banyak mencapai mata kita. Proses ini menjelaskan mengapa langit tampak biru dan matahari tampak kuning atau oranye, tergantung kondisi atmosfer. Fenomena ini lebih jelas terlihat pada saat matahari terbenam atau terbit, ketika cahaya harus menempuh jarak yang lebih panjang melalui atmosfer, sehingga lebih banyak cahaya biru dan ungu yang tersebar, dan sisa cahaya yang mencapai mata kita lebih dominan berwarna merah dan oranye.
Pertanyaan menarik pun muncul: jika kita bisa melihat matahari dari luar angkasa, tanpa campur tangan atmosfer Bumi, apakah akan tampak hijau? Menurut Terry Kucera, fisikawan matahari di NASA Goddard Space Flight Center, jawabannya tetap tidak. Meskipun intensitas cahaya matahari paling tinggi berada pada panjang gelombang hijau, kombinasi dari seluruh spektrum warna tetap menghasilkan persepsi visual sebagai cahaya putih. Itulah yang juga dilihat oleh para astronot di luar atmosfer Bumi. Hal ini membuktikan bahwa meskipun matahari secara fisik memancarkan cahaya hijau, persepsi kita terhadap warna tersebut sepenuhnya dipengaruhi oleh cara cahaya berinteraksi dengan atmosfer Bumi.
Jadi, meskipun secara ilmiah matahari memancarkan cahaya hijau paling kuat, mata kita tidak akan pernah melihatnya demikian. Sebaliknya, karena pengaruh atmosfer dan persepsi otak terhadap campuran warna, matahari akan tetap tampak sebagai bola bercahaya kekuningan di langit dan menunjukkan bahwa persepsi visual kita tidak hanya bergantung pada spektrum cahaya yang ada, tetapi juga pada faktor eksternal seperti atmosfer yang mempengaruhi cara cahaya sampai ke mata kita.
Buah Pikiran
Penjelasan ilmiah mengenai warna matahari ini memperlihatkan pentingnya membedakan antara kenyataan fisik dan persepsi manusia. Fenomena cahaya matahari yang tampak kuning padahal secara spektrum berintensitas puncak pada warna hijau, menunjukkan betapa besar pengaruh atmosfer dan sistem penglihatan terhadap cara kita memahami alam semesta. Hal ini menjadi pengingat bahwa pengalaman inderawi kita sering kali dibentuk oleh faktor eksternal yang tidak selalu kasatmata.
Lebih jauh, informasi ini memberi kita gambaran tentang kompleksitas sains dalam menjelaskan fenomena sederhana sehari-hari. Dengan memahami mekanisme di balik warna cahaya matahari, kita juga menumbuhkan apresiasi yang lebih dalam terhadap ilmu pengetahuan sebagai alat untuk melihat realitas secara lebih akurat, melampaui persepsi visual yang bisa menipu. Pengetahuan seperti ini penting untuk melawan miskonsepsi umum dan mendorong pemikiran kritis di masyarakat. (NJD)
Sumber: ScienceNewsExplore
Link: https://www.snexplores.org/article/color-sun-light-green-yellow