Sinyal Lemah dari Alam Semesta Purba, Kunci Mengungkap Bintang Pertama?

Sumber ilustrasi: Unsplash

5 Juli 2025 07.50 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [05.07.2025] Sebuah sinyal radio samar yang berasal dari masa awal alam semesta diyakini dapat menyimpan petunjuk tentang generasi pertama bintang-bintang yang pernah terbentuk. Para astronom nampaknya semakin dekat mendeteksi jejak keberadaan bintang-bintang purba tersebut, yang dimana selama ini hanya menjadi hipotesis dalam model kosmologi.

Sinyal ini dikenal sebagai sinyal kosmologis 21 sentimeter yang dipancarkan oleh atom hidrogen netral sekitar 100 juta tahun setelah Big Bang. Para peneliti menduga, karakteristik sinyal tersebut telah dipengaruhi oleh bintang-bintang pertama, yang bisa memberikan informasi penting tentang massa dan sifat-sifat awal mereka.

Penelitian terbaru menyebut bahwa dengan bantuan teleskop radio generasi terbaru, seperti Square Kilometer Array (SKA) dan REACH di Afrika Selatan, merekaakan mampu membaca jejak sinyal tersebut dan memahami seperti apa alam semesta ketika cahaya pertama mulai muncul dari kegelapan kosmik.

Astronom Anastasia Fialkov dari Universitas Cambridge dan Kavli Institute for Cosmology mengungkapkan bahwa ini adalah kesempatan unik untuk memahami bagaimana cahaya pertama alam semesta muncul dari kegelapan.

Setelah peristiwa Big Bang, alam semesta yang masih muda dipenuhi oleh kabut panas berupa plasma yang terdiri dari inti atom dan elektron bebas. Ketika suhu menurun, partikel-partikel tersebut bergabung membentuk atom hidrogen netral, namun belum ada bintang yang bersinar. Alam semesta pun tetap gelap selama jutaan tahun.

Diperkirakan bahwa bintang pertama terbentuk dari gas hidrogen ini. Akan tetapi, hingga kini para ilmuwan belum berhasil menemukan bukti langsung keberadaan bintang generasi pertama tersebut yang juga dikenal sebagai Populasi III.

Salah satu alasan mengapa bintang-bintang tersebut ini belum terdeteksi adalah karena ukuran mereka yang sangat besar, diperkirakan ribuan kali massa Matahari, dan usia hidup mereka yang sangat singkat. Bintang-bintang ini mungkin hanya bertahan selama beberapa juta tahun sebelum meledak dan meninggalkan jejak kosmik yang sangat samar.

Akan tetapi, bintang-bintang ini mungkin telah meninggalkan “sidik jari” pada sinyal radio 21 cm, yang dihasilkan ketika spin elektron pada atom hidrogen berbalik arah. Sinyal ini sangat lemah, tetapi bisa bertahan dalam ruang waktu dan masih dapat diamati miliaran tahun kemudian dengan instrumen yang tepat.

Penelitian yang dipimpin oleh astrofisikawan Thomas Gessey-Jones dari Universitas Cambridge melakukan simulasi kompleks terhadap bagaimana bintang-bintang pertama dapat mempengaruhi sinyal 21 cm tersebut. Mereka mengintegrasikan kondisi awal semesta, termasuk komposisi hidrogen dan helium yang terbentuk saat Big Bang.

Yang membuat studi ini menonjol adalah pendekatan baru dalam memperhitungkan pengaruh radiasi ultraviolet dan sinar-X yang dihasilkan saat bintang-bintang awal mati dan membentuk sistem biner, seperti bintang neutron atau lubang hitam.

Fialkov mengatakan bahwa dirinya dan timnya adalah kelompok peneliti pertama yang secara konsisten memodelkan ketergantungan sinyal 21 cm terhadap massa bintang pertama.

Radiasi sinar-X dari objek ekstrem seperti lubang hitam memiliki efek besar terhadap materi di sekitarnya, termasuk memanaskan gas hidrogen di alam semesta muda. Ini mengubah distribusi dan karakteristik sinyal radio yang dapat dideteksi dari Bumi saat ini.

Model yang mereka buat menunjukkan dengan jelas seperti apa dampak dari bintang pertama terhadap sinyal tersebut. Dengan demikian, saat sinyal yang sesuai ditemukan oleh SKA atau REACH, para astronom akan tahu apa yang harus dicari dan bagaimana menginterpretasikannya.

ASKAP, teleskop radio di Australia, yang merupakan fasilitas pendahulu dari SKA, juga turut mendukung upaya pemetaan sinyal ini di wilayah langit bagian selatan.

Eloy de Lera Acedo dari Universitas Cambridge mengatakan bahwa prediksi ini sangat penting untuk memahami sifat bintang-bintang pertama,” ujar.

Model baru ini menunjukkan bahwa massa bintang pertama bisa diukur secara tidak langsung melalui bentuk dan kekuatan sinyal radio yang mereka tinggalkan yang merupakan pendekatan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Walaupun belum ada konfirmasi langsung dari sinyal-sinyal tersebut, pekerjaan simulasi yang dilakukan oleh tim Cambridge membawa kita lebih dekat pada pemahaman tentang era paling awal dalam sejarah kosmos.

Sinyal 21 cm bukan hanya jejak suara dari alam semesta muda, tapi juga saksi bisu dari peristiwa paling penting: kemunculan cahaya pertama. Jika terbukti, temuan ini akan menjadi tonggak sejarah dalam kosmologi modern dan menjawab pertanyaan penting tentang bagaimana struktur pertama, bintang, galaksi, dan kehidupan, dapat terbentuk.

Penemuan ini menyoroti bagaimana kemajuan teknologi dan pendekatan ilmiah yang tepat dapat membuka akses ke periode paling awal dalam sejarah alam semesta, masa yang tidak dapat dijangkau oleh teleskop optik biasa. Teleskop radio generasi terbaru seperti SKA dan REACH memberikan peluang nyata untuk menggali jejak sinyal dari era ketika bintang pertama terbentuk.

Studi ini memperkuat pemahaman bahwa sinyal-sinyal lemah dari alam semesta purba bukan sekadar gangguan data, melainkan petunjuk penting yang bisa mengungkap karakteristik bintang generasi pertama. Jika sinyal ini berhasil diidentifikasi dan dikonfirmasi, maka untuk pertama kalinya kita akan memperoleh informasi langsung dari masa ketika cahaya pertama mulai menyinari kosmos.

Diolah dari artikel:
“A Faint Signal From The Dawn of Time Could Reveal The Very First Stars” oleh Michelle Starr.

Link: https://www.sciencealert.com/a-faint-signal-from-the-dawn-of-time-could-reveal-the-very-first-stars

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *