Gunung Taftan Menunjukkan Tanda-Tanda Aktivitas Setelah 700.000 Tahun

Sumber ilustrasi: Wikimedia.Commons

22 Oktober 2025 09.00 WIB – Umum
_________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Desanomia [22.10.2025] Gunung berapi yang selama ini dianggap telah hilang di Iran, Gunung Taftan, menunjukkan gejala aktivitas geologis yang mengejutkan. Berdasarkan data terbaru, gunung yang terletak di tenggara Iran ini menunjukkan kenaikan tanah di sekitar puncaknya dalam beberapa bulan terakhir, memicu perhatian komunitas ilmiah. Aktivitas ini menjadi perhatian serius karena terjadi setelah jeda selama lebih dari 700.000 tahun sejak letusan terakhir yang diketahui.

Selama ini, Taftan dikategorikan sebagai gunung berapi yang tidak aktif karena belum pernah meletus dalam periode Holosen, yaitu sekitar 11.700 tahun terakhir. Akan tetapi, temuan baru ini menantang definisi tersebut dan menyarankan perlunya klasifikasi ulang terhadap status gunung ini. Selain mengubah persepsi ilmiah tentang status Taftan, kejadian ini juga menyoroti pentingnya pengawasan vulkanik di wilayah yang kurang terpantau.

Penelitian yang diterbitkan pada 7 Oktober di jurnal Geophysical Research Letters mengungkapkan bahwa tanah di sekitar puncak Gunung Taftan mengalami kenaikan setinggi 9 sentimeter dalam rentang waktu antara Juli 2023 hingga Mei 2024. Kenaikan ini bersifat menetap dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan gas di bawah permukaan gunung.

Gunung Taftan, yang menjulang hingga 3.940 meter di atas permukaan laut, merupakan jenis stratovolcano dan berada di wilayah pegunungan yang terbentuk akibat proses subduksi lempeng samudra Arab ke bawah lempeng Eurasia. Meski saat ini gunung tersebut masih menunjukkan aktivitas hidrotermal berupa semburan gas belerang dari fumarol, tidak pernah tercatat adanya letusan dalam sejarah manusia.

Tanda-tanda awal aktivitas muncul pada tahun 2023 ketika masyarakat mulai melaporkan adanya bau gas dari arah gunung yang bahkan tercium hingga ke kota Khash, berjarak sekitar 50 kilometer. Temuan ini mendorong para peneliti untuk memeriksa ulang data satelit, yang sebelumnya pada 2020 tidak menunjukkan gejala aktivitas signifikan.

Karena letaknya yang terpencil, Taftan tidak dilengkapi dengan sistem pemantauan GPS seperti yang dimiliki gunung berapi aktif di negara-negara lain. Oleh karena itu, pemantauan dilakukan melalui citra satelit dari misi Sentinel-1 milik Badan Antariksa Eropa (ESA). Citra tersebut menunjukkan adanya kenaikan tanah yang konsisten, yang mengindikasikan peningkatan tekanan bawah tanah.

Berdasarkan perhitungan, sumber tekanan yang menyebabkan tanah terangkat tersebut terletak di kedalaman sekitar 490 hingga 630 meter di bawah permukaan. Para peneliti menyatakan bahwa penyebabnya bukan berasal dari aktivitas gempa bumi terdekat maupun curah hujan, sehingga faktor eksternal dapat dikesampingkan.

Dugaan paling kuat mengarah pada dua kemungkinan utama: pertama, terjadinya perubahan dalam sistem hidrotermal bawah tanah yang menyebabkan akumulasi gas; kedua, adanya pergerakan kecil magma yang memungkinkan gas menembus lapisan batuan di atasnya dan meningkatkan tekanan dalam pori-pori serta rekahan batuan, yang pada akhirnya menyebabkan permukaan tanah naik.

Menariknya, reservoir magma utama dari Gunung Taftan diperkirakan berada jauh lebih dalam, sekitar 3,5 kilometer di bawah permukaan. Oleh karena itu, perubahan yang terdeteksi kemungkinan tidak berasal dari reservoir utama, melainkan dari dinamika pada sistem yang lebih dangkal. Tim peneliti menyebutkan bahwa tahap selanjutnya dari penelitian ini akan mencakup kolaborasi dengan ilmuwan yang mengkhususkan diri pada pemantauan gas vulkanik untuk memperkuat analisis dan prediksi.

Meski belum ada indikasi letusan dalam waktu dekat, studi ini menjadi pengingat bahwa aktivitas vulkanik bisa terjadi bahkan setelah jeda selama ratusan ribu tahun. Para peneliti menekankan bahwa temuan ini bukan dimaksudkan untuk menimbulkan kepanikan, melainkan untuk mendorong pemerintah Iran agar mulai mengalokasikan sumber daya guna memantau gunung ini secara aktif.

Gunung Taftan selama ini dianggap sebagai gunung berapi yang telah punah, namun data baru menunjukkan adanya gejala aktivitas yang mengarah pada status dorman. Kenaikan tanah yang signifikan selama hampir satu tahun terakhir menandakan peningkatan tekanan bawah tanah, kemungkinan besar disebabkan oleh akumulasi gas atau pergerakan magma di kedalaman menengah.

Temuan ini memperlihatkan pentingnya pengawasan yang konsisten terhadap gunung berapi, terutama yang berada di wilayah terpencil dan sebelumnya dianggap tidak aktif. Taftan kini menjadi contoh bagaimana gunung yang “tidur panjang” pun dapat menunjukkan tanda-tanda kehidupan geologis yang nyata. Meskipun belum ada ancaman letusan langsung, respons yang cepat dan ilmiah sangat diperlukan agar risiko dapat dikelola sejak dini.

Diolah dari artikel:
“An Iranian volcano appears to have woken up — 700,000 years after its last eruption” oleh Stephanie Pappas.

Note: This article was made as part of a dedicated effort to bring science closer to everyday life and to inspire curiosity in its readers.

Link: https://www.livescience.com/planet-earth/volcanos/an-iranian-volcano-appears-to-have-woken-up-700-000-years-after-its-last-eruption

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *